11
Akan tetapi ada tesis terdahulu yang menyangkut dengan masalah kepailitan, yaitu:
1. Halida Rahardini, tesis pada tahun 2002 dengan judul “Analisis Hukum
Terhadap Tanggung Jawab Direktur Dalam Hal Terjadi Kepailitan Perseroan.”
2. Atmawati, tesis pada tahun 2003 dengan judul “Penyelesaian Utang
Piutang Melalui Hukum kepailitan Suatu Antisipasi terhadap Kredit Bermasalah.”
Meskipun demikian, permasalahan dan penyajian dari penelitian ini tidaklah sama dengan penelitian tersebut, Oleh karena itu penelitian ini adalah
asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, obyektif, dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah.
F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori
Teori yang dipergunakan dalam membahas permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah teori hukum tentang keadilan yang
dikemukakan oleh Aristoteles. Teori keadilan dipergunakan karena relevan dengan filosofi dari kepaillitan itu sendiri yakni menciptakan keadilan bagi
debitor dan para kreditor. Keadilan menurut Aristoteles adalah peraturan yang
Universitas Sumatera Utara
12
mampu memelihara keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi dimana setiap orang memperoleh sebanyak mungkin yang menjadi
bagiannya.
17
Aristoteles juga mengemukakan dua macam keadilan yaitu:
18
a. Keadilan Distributif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap
orang jatah menurut jasanya, ia tidak dibenarkan menuntut bagian yang sama banyaknya.
b. Keadilan Komutatif adalah keadilan yang memberikan pada setiap orang
sama banyaknya tanpa mengingat jasa-jasa perorangan. Beliau juga mengatakan keadilan adalah perlakuan yang sama bagi
mereka yang sederajat di depan hukum.
19
Seseorang berlaku tidak adil apabila orang itu mengambil lebih dari bagian yang semestinya, orang yang tidak
menghiraukan hukum adalah tidak adil karena semua hal yang didasarkan pada hukum dapat dianggap sebagai adil.
20
Senada dengan hal tersebut John Rawls berpendapat keadilan adalah ukuran dari keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan
bersama.
21
Keadilan merupakan nilai yang tidak dapat ditawar-tawar karena hanya dengan keadilan ada jaminan stabilitas hidup manusia. Agar tidak terjadi
benturan kepentingan pribadi dan kepentingan bersama itu perlu aturan-aturan.
17
M. Solly Lubis, Diktat Teori Hukum, Medan: USU, 2010, hal. 24.
18
Ibid.
19
Lawrence M. Friedman, American Law an Introduction, Terjemahan Wishnu Bhakti, Jakarta: PT. Tata Nusa, 2001, hal. 4.
20
Mahmul Siregar, Bahan Kuliah Filsafat Hukum, Medan: USU, 2010, hal. 5-12.
21
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
13
Disinilah diperlukan hukum sebagai wasitnya. Pada masyarakat yang telah maju, hukum baru akan ditaati apabila ia mampu meletakkan prinsip-prinsip keadilan.
22
Menurut W. Friedman suatu Undang-Undang haruslah memberikan keadilan yang sama kepada semua walaupun terdapat perbedaan-perbedaan di
antara pribadi-pribadi tersebut.
23
Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith 1723-1790, Guru Besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori
hukum dari Glasgow University pada tahun 1750,
24
telah melahirkan ajaran mengenai keadilan justice. Smith mengatakan: “tujuan keadilan adalah untuk
melindungi diri dari kerugian” the gold of justice is to secure from injury.
25
Kepailitan menurut merupakan suatu proses dimana seorang debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh
pengadilan dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitor tersebut tidak dapat membayar utangnya.
26
Dalam hal debitor mempunyai banyak kreditor dan harta kekayaan debitor tidak cukup untuk membayar lunas semua kreditor, maka para
kreditor akan berlomba dengan segala cara baik yang halal maupun tidak, untuk mendapatkan pelunasan tagihannya terlebih dahulu. Kreditor yang datang belakangan
mungkin sudah tidak dapat lagi pembayaran karena harta debitor sudah habis, hal ini
22
Darji Darmodiharjo dan shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995, hal. 159.
23
W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum, diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh Muhammad Arifin, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1993, hal. 7.
24
Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada pengukuhan sebagai Guru Besar, USU-Medan, 17 April 2004, hal. 4-5.
25
Ibid., hal. 9
26
Imran Nating, Hukum Kepailiitan, http artikelhukumku.blogspot.com, terakhir diakses tanggal 17 februari 2011.
Universitas Sumatera Utara
14
sangat tidak adil dan merugikan. Menurut Kartini Muljadi, hal inilah yang menjadi maksud dan tujuan Undang-Undang Kepailitan.
27
Dengan kehadiran Undang- undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang diharapkan antara debitor dan kreditor dapat mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajiban mereka masing-masing sehingga terwujudlah
keadilan diantara mereka, karena salah satu filosofi hukum kepailitan tersebut adanya nilai keadilan.
Menurut Sri Redjeki Hartono, lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai dua fungsi sekaligus yaitu:
28
a. Kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada krediturnya bahwa
debitur tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung jawab atas semua utang-utangnya kepada semua krediturnya.
b. Juga memberi perlindungan kepada debitur terhadap kemungkinan
eksekusi massal oleh kreditur-krediturnya. Jadi keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu lembaga
atau sebagai upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1132 KUH
Perdata. Adapun asas hukum menurut Satjipto Rahardjo adalah” merupakan jantung peraturan hukum, karena selain sebagai landasan yang paling luas bagi
27
Rudhy A. Lontoh, et. al., Penyelesaian Utang Piutamg Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Penerbit Alumni, 2001, hal. 75-76.
28
Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, hal. 74-75.
Universitas Sumatera Utara
15
olahirnya suatu peraturan hukum, juga sebagai alasan dasar pemikiran bagi lahirnya suatu peraturan hukum.”
29
Keberadaan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam penjelasannya menyebutkan
bahwa keberadaan Undang-Undang ini berdasarkan pada sejumlah asas-asas kepailitan yakni:
1. Asas Keseimbangan
Undang-Undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari keseimbangan, yaitu disatu pihak terdapat ketentuan yang
dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitur yang tidak jujur, di lain pihak terdapat ketentuan
yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oeh kreditur yang tidak beritikad baik.
2. Asas Kelangsungan Usaha
Dalam Undang-Undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitur yang prospektif tetap dilangsungkan.
3. Asas Keadilan
Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang
berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran
29
M. Solly Lubis, Op. Cit., hal. 20.
Universitas Sumatera Utara
16
atas tagihan masing-masing terhadap debitur, dengan tidak mempedulikan kreditur lainnya.
4. Asas Integrasi
Asas integrasi dalam Undang-Undang ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum materilnya merupakan suatu kesatuan yang utuh dari sistem
hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.
30
Selain teori keadilan yang dipergunakan dalam membahas permasalahan yang dirumuskan, dalam penelitian ini juga menggunakan teori pemberian
garansijaminan. Dalam memberikan pinjaman berupa kredit dari bank atau fasilitas pinjaman dari kreditor kepada debitor selalu mengandung resiko,
31
oleh karena itu perlu pengamananan dalam pengembaliannya. Bentuk pengamanan ini
dalam prakteknya dilakukan dalam pemberian jaminan. Adanya jaminan tersebut dapat memberikan rasa aman bagi bank selaku pihak pemberi kredit, yaitu bila
debitor gagal melunasi utangnya, ada jaminan dari seorang penjamin yang akan melunasi utang debitor tersebut.
32
Menurut Sutan Remy Sjahdeini untuk memantapkan keyakinan kreditor bahwa debitor akan secara nyata mengembalikan pinjamannya setelah jangka
waktu pinjaman berakhir, dalam hukum terdapat beberapa asas menyangkut jaminan. Asas yang pertama menentukan apabila debitor ternyata pada waktunya
30
Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, Malang: UMM Press, 2008, hal. 14-17.
31
Muchdarsyah Sinungan, Dasar-Dasar dan Tekhnik Management Kredit, Jakarta: Bina Aksara, 2000, hal. 4.
32
Abdul Hakim Garuda Nusantara dan Benny K. Harman, Analisa Kritis Putusan-Putusan Peradilan Niaga, Jakarta: Centre For Information Law – Economi Studies, 2000, hal. 39.
Universitas Sumatera Utara
17
tidak melunasi utangnya kepada kreditor karena suatu alasan tertentu, maka harta kekayaaan debitor, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang
telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari menjadi agunan atau jaminan utangnya yang dapat dijua untuk menjadi sumber pelunasan utang itu. Asas ini di
dalam KUHPerdata dituangkan dalam Pasal 1131 yang bunyinya: “Segala harta kekayaan debitor, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang
sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan untuk segala perikatan debitor.”
33
Pasal 1131 KUHPerdata tersebut menentukan, harta kekayaan debitor bukan hanya untuk menjamin kewajiban melunasi utang kepada kreditor yang
diperoleh dari perjanjian kredit diantara mereka, tetapi untuk menjamin semua kewajiban yang timbul dari perikatan debitor. Oleh karena Pasal 1131
KUHPerdata menentukan, semua harta kekayaan aset debitor menjadi agunan bagi pelaksanaan kewajibannya bukan kepada kreditor tertentu saja tetapi juga
semua kreditor lainnya, maka perlu ada aturan main tentang cara membagi aset debitor itu kepada para kreditornya apabila aset itu dijual karena tidak dapat
membayar utang-utangnya. Aturan main itu ditentukan oleh Pasal 1132 KUHPerdata, yang merupakan asas kedua yang menyangkut jaminan.
34
Secara garis besar dikenal 2 dua macam bentuk jaminan, yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Pada jaminan kebendaan, debitor atau pihak
33
Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 4.
34
Ibid., hal. 4-5.
Universitas Sumatera Utara
18
yang menerima pinjaman, memberi jaminan benda kepada kreditor atau pihak yang memberi pinjaman sebagai jaminan atas utang yang dipinjam debitor. Jadi apabila
debitur tidak membayar utangnya pada saat jatuh tempo maka pihak kreditor dapat menuntut eksekusi atas benda yang telah dijaminkan oleh debitor tersebut untuk
melunasi utangnya. Sedangkan dalam jaminan perorangan dalam praktek biasanya yang menjadi penjaminguarantor adalah orang atau perusahaan yang ada hubungan
kepentingan di bidang bisnis antara debitor dengan penjamingurantor tersebut. bahwa debitor dapat dipercaya akan melaksanakan kewajiban yang diperjanjikan,
dengan syarat bahwa apabila debitur tidak melaksanakan kewajibannya maka penjaminguarantor tersebut bersedia untuk melaksanakan kewajiban debitur tersebut.
Dengan adanya jaminan tersebut maka pihak kreditor dapat menuntut kepada penjamin untuk membayar utang debitor bila debitor lalai atau tidak mampu untuk
membayar utangnya tersebut.
35
Berkaitan dengan pemberian garansi jaminan dalam perusahaan yang biasanya dilakukan oleh penjaminguarantor dalam perjanjian pemberian kredit,
maka dengan adanya perjanjian pemberian garansijaminan, penjaminguarantor dapat melakukan kewajiban debitor apabila debitor tidak dapat melakukan
kewajibannya terhadap kreditor. Dan apabila penjamin tidak dapat melakukan kewajibannya maka penjamin dapat digugat pailit oleh kreditor. Jadi kepailitan
perusahaan sebagai debitor utama sangat berpengaruh kepada penjaminguarantor.
35
http:staff.blog.ui.ac.iddisriani.latifah20090609kedudukan-guarantor-dalam-kepailitan, diakses tgl. 7 Maret 2011.
Universitas Sumatera Utara
19
Namun penjaminguarantor dalam hal ini mempunyai hak istimewa sehingga hak istimewa penjaminguarantor ini membawa akibat hukum bahwa penjaminguarantor
tidak diwajibkan untuk melunasi kewajiban debitor kepada kreditor sebelum harta kekayaan debitor disita dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi hutangnya. Apabila
hasil penjualan tidak cukup untuk melunasi hutangnya debitor, berarti penjaminguarantor hanya akan melunasi sisa kewajiban debitor yang belum
dipenuhinya kepada kreditor.
36
Dengan adanya hak istimewa tersebut kedudukan penjaminguarantor tidak berubah menjadi debitor, sehingga penjamin merasa
terlindungi dan hal ini dirasa adil kepada penjaminguarantor. Dalam hal pemberian garansijaminan yang dilakukan oleh perusahaan
corporate guarantee, yang biasanya induk perusahaan bertindak sebagai penjaminguarantor terhadap utang anak perusahaannya. Dalam hal ini kepadanya
berlaku doktrin piercing the corporate veil yang diatur dalam Pasal 3 Ayat 2 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa pertanggung jawaban
terbatas pemegang saham dalam Perseroan Terbatas tidak berlaku dalam hal: 1.
Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; 2.
Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi;
3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau 4.
Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang
mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.
36
Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Penanggungan Utang dan Perikatan Tanggung Menanggung, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 24.
Universitas Sumatera Utara
20
Doktrin ini mengartikan bahwa sungguhpun suatu badan hukum bertanggung jawab secara hukum hanya terbatas harta badan hukum tersebut, tetapi dalam hal-hal
tertentu batas tanggung jawab tersebut dapat ditembus piercing.
37
Yahya Harahap mengemukakan walaupun secara normal pada perusahaan grup tetap berlaku dasar prinsip tanggung jawab entitas terpisah separate legal
entity yang berujung pada prinsip tanggung jawab terbatas limited liability induk perusahaan sebagai pemegang saham anak perusahaan, akan tetapi dalam perseroan
yang bersifat grup, dimana perseroan anak:
38
a. Dimodali oleh induk perusahaan, sehingga anak perusahaan tersebut benar-
benar di bawah permodalan induk perusahaan. b.
Dalam keadaan di bawah permodalan anak perusahaan tersebut, anak perusahaan berada dalam keadaan tidak independen eksistensi ekonomi dan
perusahaanya. c.
Anak perusahaan itu semata-mata berperan dan berfungsi sebagai wakil agent melakukan bisnis perusahaan grup.
Oleh karena itu dalam kasus perseroan grup yang demikian, induk perusahaan bertanggung jawab terhadap utang anak perusahaan. Dalam kasus yang demikian,
anak perusahaan didominasi dan dijadikan alat oleh induk perusahaan, maka induk perusahaan patut dan layak bertanggung jawab terhadap utang anak
37
Munir Fuady, Hukum perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 61.
38
Yahya Harahap, Separate Entity, Limited Liability, dan Piercing The Corporate Veil, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 26, No. 3 Tahun 2007, hal. 47.
Universitas Sumatera Utara
21
perusahaan. Penerapan penghapusan tanggung jawab terbatas, sehingga tanggung jawabnya menembus kepada induk perusahaan sesuai asas piercing the corporate
veil, berdasar alasan keadilan dan kepatutan dikarenakan doktrin piercing corporate veil ini bertujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak adil terutama
bagi pihak luar perseroan dari tindakan sewenang-sewenang atau tidak layak yang dilakukan atas nama perseroan, baik yang terbit dari suatu transaksi dengan pihak
ketiga ataupun yang timbul dari hubungan kontraktual.
39
2. Konsepsi