kebenarannya. Hal ini berarti bahwa hasil dari persepsi setiap orang akan berbeda- beda dan tidak menjamin bahwa apa yang mereka tafsirkan, rasakan, alami dan
sebagainya sesuai dengan kenyataan atau kebenaran. Menurut Notoatmodjo 2005, kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama yang
formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan
tentang komitmen dan harapan masing-masing anggota tentang peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat dan saling berbagi sharing baik
dalam risiko maupun keuntungan yang diperoleh. Terdapat tiga kata kunci dalam kemitraan, yaitu: 1 Kerja sama antara kelompok, organisasi dan individu, 2
Bersama-sama mencapai tujuan tertentu yang disepakati bersama, 3 Saling menanggung risiko dan keuntungan.
Menurut penelitian Bangun 2008, persepsi informan dibentuk oleh aspek informasi yang diterima, pengetahuan yang dimiliki, penilaian serta pengalaman yang
dirasakan oleh informan. Menurut penelitian Pulungan 2005, persepsi dipengaruhi oleh pemahaman dan pengetahuan informan itu sendiri.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis ingin mengetahui bagaimana persepsi stakeholders terhadap pelaksanaan kemitraan dalam peningkatan cakupan
dan kualitas pelayanan persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010.
1.2. Perumusan Masalah
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimana persepsi stakeholders tentang pelaksanaan kemitraan pertolongan
persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi stakeholders tentang pelaksanaan kemitraan pertolongan persalinan di wilayah kerja Puskesmas
Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010.
1.4.
Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi Puskesmas Kota Datar agar lebih mengembangkan
pelaksanaan kemitraan dalam pertolongan persalinan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal di wilayah kerjanya.
2. Sebagai masukan bagi bidan koordinator Puskesmas Kota Datar dalam
mendorong dan meningkatkan peran serta dukun bayi terlatih dalam program KIA-KB.
3. Sebagai masukan bagi dukun bayi, bidan desa, kader dan tokoh masyarakat untuk
lebih berperan serta dalam rangka meningkatkan kemitraan dalam pertolongan persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar.
Universitas Sumatera Utara
4. Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya
bidang administrasi dan kebijakan kesehatan mengenai pelaksanaan kemitraan pertolongan persalinan.
5. Sebagai bahan informasi yang dapat dijadikan referensi bagi penelitian
selanjutnya
.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persepsi
Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan,
pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu
penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi Thoha, 2008.
Menurut Winardi dalam Tarigan 2009, persepsi merupakan proses internal yang bermanfaat sebagai filter atau metode untuk mengorganisasikan stimulus yang
memungkinkan individu menghadapi lingkungannya. Proses persepsi dengan mekanisme melalui stimulus yang diseleksi dan dikelompokkan dalam wujud yang
berarti, yang hampir bersifat otomatik dan bekerja dengan cara yang sama pada masing-masing individu sehingga secara tipikal menghasilkan persepsi-persepsi yang
berbeda-beda.
2.1.1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi
Menurut Robbins dalam Tarigan 2009, ada beberapa faktor yang memengaruhi persepsi, yaitu:
a. Pelaku persepsi perceiver, yaitu pelaku persepsi memandang suatu target dan
mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya. Penafsiran tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik pribadinya. Karakteristik pribadi yang lebih
Universitas Sumatera Utara
relevan memengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu dan pengharapan.
b. Objek atau target yang dipersepsikan, yaitu targetobjek yang dipersepsikan juga
mempunyai karakteristik-karakteristik yang dapat memengaruhi persepsi yaitu kedekatan.
c. Situasi dimana persepsi itu dilakukan, yaitu unsur-unsur lingkungan sekitar dan
waktu memengaruhi persepsi individu. Menurut Notoatmodjo 1993, reaksi dari persepsi terhadap suatu stimulus
atau rangsangan dapat terjadi dalam bentuk: a.
Receiving atau attending, yaitu semacam kepekaan menerima stimulus dalam bentuk masalah, situasi dan gejala. Tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk
menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan. b.
Responding atau jawaban, yaitu reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan dan
kepuasaan dalam menjawab stimulus dari luar dirinya. c.
Valuing atau penilaian, yaitu berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang diterima, termasuk kesediaan menerima pengalaman
untuk menerima nilai dan kesepakatan nilai tersebut. d.
Organisasi, yaitu perkembangan dari nilai ke dalam suatu sistem organisasi termasuk hubungan suatu nilai dengan nilai lain, pemanfaatan dan prioritas nilai
yang dimiliki termasuk konsep tentang nilai dan organisasi sistem nilai.
Universitas Sumatera Utara
e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yaitu keterpaduan semua sistem nilai
yang dimiliki seseorang yang memengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.
2.1.2. Objek Persepsi
Pembentukan persepsi merupakan proses pengamatan, maka objek yang diamati dapat dibedakan atas dua bentuk, yaitu :
a. Manusia, termasuk di dalamnya kehidupan sosial dan nilai-nilai kultural.
b. Benda-benda mati, seperti bangku dan meja.
Persepsi yang menggunakan manusia sebagai objeknya disebut persepsi interpersonal, sedangkan yang menggunakan benda-benda mati sebagai objeknya
disebut persepsi objek Rakhmat, 2005.
2.2. Penolong Persalinan
2.2.1. Persalinan yang Ditolong oleh Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat yaitu:
1. Dokter spesialis kebidanan
Dokter spesialis kebidanan adalah tenaga kesehatan yang memiliki latar belakang pendidikan terakhir dokter spesialis kebidanan dan kandunganobstetri
ginekologi.
2. Dokter umum
Universitas Sumatera Utara
Dokter umum adalah tenaga kesehatan yang memiliki latar belakang pendidikan terakhir dokter umum.
3. Bidan
a. Pengertian bidan menurut Kepmenkes No. 900MenkesSKVII2002 tentang
Registrasi dan Praktik Bidan, menyebutkan bahwa bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai
persyaratan yang berlaku. b.
Pengertian bidan menurut Kepmenkes No. 369MenkesSKIII2007 tentang Standar Profesi, menyebutkan bahwa bidan adalah salah satu tenaga kesehatan
yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam penurunan AKI dan AKB. Pengertian bidan ini mengisyaratkan bahwa bidan tenaga yang
baru, relatif sangat muda dan pengalaman mereka juga belum banyak dan masih kurang dewasa, sedangkan dukun bayi tenaga yang cukup
berpengalaman dalam menolong persalinan masih diterima oleh masyarakat
.
c. Fungsi bidan di wilayah kerjanya adalah: a Memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah, menangani persalinan, pelayanan KB dan pengayoman medis kontrasepsi, b Menggerakkan dan
membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan yang sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat, c Membina dan memberikan bimbingan
teknis kepada kader kesehatan serta dukun bayi, d Membina kelompok dasa wisma di bidang kesehatan, e Membina kerja sama lintas program, lintas
sektoral dan lembaga swadaya masyarakat, f Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada puskesmas kecuali dalam keadaan darurat
Universitas Sumatera Utara
harus dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnya dan g Mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian kontrasepsi serta adanya
penyakit-penyakit dan berusaha mengatasi sesuai dengan kemampuan. Pada prinsipnya penolong persalinan baik yang dilakukan di rumah klien
maupun di sarana kesehatan seperti bidan praktik swasta, klinik, puskesmas dan sarana kesehatan lain harus tetap memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Sterilitaspencegahan infeksi.
b. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar pelayanan.
c. Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan lebih tinggi.
Penempatan bidan di desa memungkinkan penanganan dan rujukan hamil berisiko sejak dini, serta identifikasi tempat persalinan yang tepat bagi ibu hamil
sesuai dengan risiko kehamilan yang disandangnya. Bidan yang ditempatkan di desa diharapkan secara bertahap mampu meningkatkan jangkauan persalinan. Diharapkan
pula supaya masyarakat semakin menyadari pentingnya persalinan yang bersih dan aman Meilani, dkk, 2009.
2.2.2. Persalinan yang Ditolong oleh Tenaga Non Kesehatan
Persalinan ada yang ditolong oleh tenaga kesehatan dan ada juga yang ditolong oleh tenaga non kesehatan seperti dukun bayi misalnya di daerah terpencil,
persalinan biasanya ditolong oleh keluarga atau orang lain yang dipercaya dapat menolong persalinan Meilani, dkk, 2009.
Penolong persalinan tenaga non kesehatan atau yang biasa disebut dengan dukun bayi merupakan seorang anggota masyarakat yang pada umumnya adalah
Universitas Sumatera Utara
seorang wanita yang mendapat kepercayaan serta memiliki keterampilan menolong persalinan secara tradisional. Keterampilan tersebut diperoleh secara turun-temurun,
belajar secara praktis atau cara lain yang menjurus ke arah peningkatan keterampilan serta melalui tenaga kesehatan. Dukun bayi juga merupakan seseorang yang dianggap
terampil dan dipercaya oleh masyarakat untuk menolong persalinan dan perawatan
ibu dan anak sesuai kebutuhan masyarakat Meilani, dkk, 2009.
Menurut Depkes 1993, dukun bayi adalah orang yang dianggap terampil dan dipercaya oleh masyarakat untuk menolong persalinan dan perawatan ibu dan anak
sesuai kebutuhan masyarakat.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa masyarakat sudah mengenal dukun bayi atau dukun beranak sebagai pertolongan persalinan yang diwariskan secara turun
temurun. Dukun bayi yaitu mereka yang memberi pertolongan pada waktu kelahiran atau dalam hal-hal yang berhubungan dengan pertolongan kelahiran, seperti
memandikan bayi, upacara menginjak tanah dan upacara adat serimonial lainnya. Biasanya dukun bayi adalah seorang wanita tua yang sudah berpengalaman
membantu melahirkan dan memimpin upacara yang bersangkut paut dengan kelahiran itu Koentjaraningrat, 1992.
Menurut Koesno 2003 pengertian dukun bayi terlatih adalah seseorang dengan jenis kelamin wanita yang dapat dan mampu membantu persalinan dan
merawat bayi yang telah mendapatkan pelatihan sehingga memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menolong persalinan secara normal, minimal tentang kebersihan
dalam menolong persalinan.
Universitas Sumatera Utara
Baik di desa maupun di perkotaan , dukun termasuk tipe pemimpin informal
karena pada umumnya mereka memiliki kekuasaan dan wewenang yang disegani oleh masyarakat sekelilingnya. Wewenang yang dimilikinya terutama adalah
wewenang karismatis. Secara teoritis, wewenang dapat dibedakan atas wewenang tradisional, wewenang rasionil dan wewenang karismatis. Dukun dianggap sebagai
orang yang memiliki wewenang karismatis, yaitu kemampuan atau wibawa yang khusus yang terdapat dalam dirinya. Wibawa tadi dimiliki tanpa dipelajari, tetapi ada
dengan sendirinya dan merupakan anugerah dari Tuhan Adimihardja, 2005. Dukun bayi merupakan sosok yang sangat dipercaya di kalangan masyarakat.
Mereka memberikan pelayanan khususnya bagi ibu hamil sampai nifas secara sabar. Diakui oleh masyarakat bahwa mereka memiliki tarif pelayanan yang jauh lebih
murah dibandingkan dengan bidan. Umumnya masyarakat merasa nyaman dan tenang bila persalinannya ditolong oleh dukun bayi atau lebih dikenal dengan bidan
kampung, akan tetapi ilmu kebidanan yang dimiliki dukun bayi tersebut sangat terbatas karena didapatkan secara turun-temurun atau tidak berkembang Meilani,
dkk, 2009. Peran dukun bayi terlatih ini tidak jauh dengan bidan dalam kehidupan
masyarakat, yang membedakan hanya latar belakang dan jenis pendidikan formal yang pernah diperoleh. Disamping itu, dukun bayi berada langsung di bawah
pengawasan Pimpinan Puskesmas atau Bidan Koordinator di Puskesmas, dengan demikian seluruh tugas dan kegiatan yang dilakukannya langsung dilaporkan dan
Universitas Sumatera Utara
dipertanggungjawabkan kepada Pimpinan Puskesmas atau Bidan Koordinator di Puskemas Koesno, 2003.
Suparlan 1991, mengatakan bahwa dukun mempunyai ciri-ciri, yaitu: a.
Pada umumnya terdiri dari orang biasa. b.
Pendidikan tidak melebihi pendidikan orang biasa, umumnya buta huruf. c.
Pekerjaan sebagai dukun umumnya bukan untuk tujuan mencari uang tetapi karena ‘panggilan’ atau melalui mimpi-mimpi dengan tujuan untuk menolong
sesama. d.
Di samping menjadi dukun, mereka mempunyai pekerjaan lainnya yang tetap, misalnya petani atau buruh kecil, sehingga dapat dikatakan bahwa pekerjaan
dukun merupakan pekerjaan sambilan. e.
Ongkos yang harus dibayar tidak ditentukan, tetapi menurut kemampuan dari masing-masing orang yang ditolong, sehingga besar kecil uang yang diterima
tidak sama setiap waktunya. f.
Umumnya dihormati dalam masyarakat atau umumnya merupakan tokoh yang berpengaruh, misalnya kedudukan dukun bayi dalam masyarakat.
Menurut Nadjib 2007, perilaku dan kondisi lingkungan merupakan faktor utama penyebab masalah kesehatan, baru kemudian faktor pelayanan kesehatan.
Karena itu perlu ada upaya serius untuk mengubah perilaku dan budaya masyarakat. Contohnya, AKI akan sulit turun kalau budaya dan perilaku tidak berubah, meski
sudah ada bidan di desa dan asuransi kesehatan untuk masyarakat miskin askeskin, pemanfaatannya bergantung pada banyak faktor.
Universitas Sumatera Utara
Pada lembaga kesehatan pemerintah, dukun hanya sebagai pembantu bidan namun sebenarnya perannya tidak terbatas disitu saja. Dukun bayi merawat badan ibu
hamil dengan memanfaatkan keahliannya mulai dari memeriksa posisi bayi di dalam perut dan yang paling penting adalah peranannya dalam upacara syukuran kelahiran.
Tidak hanya kepada ibu hamil tetapi juga terhadap keluarga, keberadaan dukun membawa peran yang berarti dalam mempertahankan kepercayaan dan budaya
kehidupan sosial Cholil, 2003.
2.3. Making Pregnancy Safer MPS
Making Pregnancy Safer MPS merupakan program lanjutan dari Safe Motherhood, yang bertujuan untuk mempecepat penurunan kesakitan dan kematian
ibu dan bayi baru lahir. MPS terfokus pada pendekatan perencanaan sistematis dan terpadu dalam intervensi klinis dan sistem kesehatan serta penekanan pada kemitraan
antar institusi pemerintah, lembaga donor dan peminjam, swasta, masyarakat dan keluarga. Perhatian khusus diberikan pada penyediaan pelayanan yang memadai dan
berkelanjutan dengan penekanan pada ketersediaan penolong persalinan terlatih. Aktivitas masyarakat ditekankan pada upaya untuk menjamin bahwa wanita dan bayi
baru lahir memperoleh akses terhadap pelayanan Anonim, 2010. Melalui MPS diharapkan seluruh pejabat yang berwenang, mitra
pembangunan dan pihak-pihak lain yang terlibat lainnya untuk melaksanakan upaya bersama dalam meningkatkan kemampuan pelayanan kesehatan guna menjamin
pelaksanaan dan pemanfaatan intervensi yang efektif berdasarkan bukti ilmiah evidence based. Perhatian difokuskan pada kegiatan-kegiatan berbasis masyarakat
Universitas Sumatera Utara
yang menjamin agar ibu dan bayi baru lahir mempunyai akses terhadap pelayanan yang mereka butuhkan bilamana diperlukan, dengan penekanan khusus pada
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terampil pada saat melahirkan serta pelayanan yang tepat dan berkesinambungan Purwanto, 2009.
2.3.1. Strategi MPS
Ada empat strategi utama dalam upaya penurunan angka kesakitan dan kematian ibu:
a. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir
yang berkualitas dan cost effective. b.
Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya.
c. Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan
dan perilaku sehat. d.
Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan ibu dan bayi baru lahir Depkes, 2003.
2.3.2. Pesan Kunci MPS
Strategi MPS memiliki tiga pesan kunci, yaitu: a.
Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. b.
Setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang memadai. c.
Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran Depkes, 2003.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Kelompok Sasaran
Perhatian khusus perlu diberikan kepada kelompok masyarakat berpendapatan rendah, baik di perkotaan dan pedesaan serta masyarakat di daerah terpencil. Program
Jejaring Pengaman Sosial JPS, yang telah dimulai sejak 1988 perlu dipertahankan dengan berbagai cara. Program ini telah menyediakan pelayanan kesehatan dasar dan
bidan di desa secara gratis bagi penduduk miskin Anonim, 2010.
2.4. Pelaksanaan Kemitraan
Pelaksanaan merupakan suatu bentuk perilaku manusia. Thoha 2008 menyatakan perilaku manusia adalah suatu fungsi dari interaksi antara individu
dengan lingkungannya. Teori kognitif mengatakan bahwa perilaku seseorang disebabkan adanya rangsangan stimulus, kemudian memprosesnya ke dalam kognisi
yang akan menghasilkan jawaban respons.
2.4.1. Pengertian Kemitraan
Menurut Notoatmodjo 2005, kemitraan adalah upaya untuk melibatkan berbagai sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah maupun bukan
pemerintah, untuk bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan prinsip dan peranan masing-masing. Adapun unsur-unsur kemitraan
adalah: a.
Adanya hubungankerjasama antara dua pihak atau lebih. b.
Adanya kesetaraan antara pihak-pihak tersebut. c.
Adanya keterbukaan atau kepercayaan trust relationship antara pihak-pihak tersebut.
Universitas Sumatera Utara
d. Adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan atau memberi
manfaat. Terdapat tiga kata kunci dalam kemitraan, yaitu:
a. Kerja sama antara kelompok, organisasi dan individu.
b. Bersama-sama mencapai tujuan tertentu yang disepakati bersama.
c. Saling menanggung risiko dan keuntungan Notoatmodjo, 2005.
2.4.2. Persyaratan Kemitraan
a. Kesamaan perhatian common interest atau kepentingan.
b. Saling mempercayai dan saling menghormati.
c. Harus saling menyadari pentingnya arti kemitraan.
d. Harus ada kesepakatan visi, misi, tujuan dan nilai yang sama.
e. Harus berpijak pada landasan yang sama.
f. Kesediaan untuk berkorban Notoatmodjo, 2005.
2.4.3. Landasan Kemitraan
Dalam membangun kemitraan dengan mitra-mitra atau calon-calon mitra kesehatan perlu dilandasi dengan tujuh saling, yaitu:
a. Saling memahami kedudukan, tugas dan fungsi masing-masing structure.
b. Saling memahami kemampuan masing-masing anggota capacity
c. Saling menghubungi linkage.
d. Saling mendekati proximity.
e. Saling terbuka dan bersedia membantu openes
f. Saling mendorong dan saling mendukung synergy
Universitas Sumatera Utara
g. Saling menghargai reward Notoatmodjo, 2005.
2.4.4. Prinsip Kemitraan
Ada tiga prinsip kunci yang perlu dipahami oleh masing-masing anggota atau mitra, yaitu:
a. Kesetaraan equity.
b. Keterbukaan transparency.
c. Saling menguntungkan mutual benefit Notoatmodjo, 2005.
2.4.5. Tujuan dan Langkah-langkah Kemitraan
Dari uraian tentang pengertian dan prinsip kemitraan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara implisit tujuan kemitraan dalam program kesehatan
adalah: a.
Meningkatkan koordinasi untuk memenuhi kewajiban peran masing-masing dalam pembangunan kesehatan.
b. Meningkatkan komunikasi antar sektor, baik pemerintah dan swasta tentang
masalah kesehatan. c.
Meningkatkan kemampuan bersama dalam menanggulangi masalah kesehatan dan memaksimalkan keuntungan semua pihak
d. Meningkatkan apa yang menjadi komitmen bersama. Dalam komitmen pasti ada
pengorbanan masing-masing anggota, baik pengorbanan tenaga, pikiran, dana dan sebagainya.
e. Tercapainya upaya kesehatan yang efisien dan efektif atau berdaya guna dan
berhasil guna Notoatmodjo, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Untuk pencapaian tujuan-tujuan kemitraan seperti diuraikan di atas, maka perlu langkah-langkah yang strategis. Langkah-langkah pelaksanaan kemitraan ini
dapat diuraikan seperti di bawah ini: a.
Penjajakan. b.
Penyamaan persepsi. c.
Pengaturan peran. d.
Komunikasi intensif. e.
Melaksanakan kegiatan. f.
Pemantauan dan penilaian Notoatmodjo, 2005. Kemitraan bukanlah sebagai output atau tujuan, bukan juga sebuah proses,
melainkan merupakan suatu sistem. Artinya, dalam mengembangkan dan sekaligus untuk mengevaluasi kemitraan dapat menggunakan pendekatan sistem, yakni:
a. Input, adalah semua sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing unsur yang
terjalin dalam kemitraan, terutama sumber daya manusia dan sumber daya yang lain seperti: dana, sistem informasi, teknologi dan sebagainya.
b. Process, adalah kegiatan-kegiatan untuk membangun kemitraan tersebut.
Kegiatan-kegiatan untuk membangun kemitraan antara lain melalui pertemuan- pertemuan, seminar, loka karya, pelatihan-pelatihan, semiloka dan sebagainya.
c. Output, adalah terbentuknya jaringan kerja atau networking, aliansi, forum dan
sebagainya yang terdiri dari berbagai unsur seperti telah disebutkan di atas. d.
Outcome, adalah dampak daripada kemitraan terhadap peningkatan kesehatan masyarakat Notoatmodjo, 2005.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Peran jajaran dan Pemangku Kepentingan dalam Kemitraan
Pertolongan Persalinan Desa Siaga
1. Peran Dinas Kesehatan KabupatenKota
a. Menetapkan kebijakan-kebijakan koordinatif dan pembinaan dalam bentuk
penetapan peraturan atau keputusan tentang pengembangkan desa dan kelurahan siaga aktif.
b. Menetapkan mekanisme koordinasi antar instansi terkait dengan seluruh
instansi yang terlibat dalam pengembangan desa dan kalurahan siaga aktif. c.
Menetapkan kebijakan-kebijakan koordinatif dan pembinaan dalam bentuk penetapan peraturan atau keputusan tentang pelaksanaan revitalisasi
puskesmas dan posyandu di wilayahnya. d.
Membentuk forum Pokjanal desa dan kelurahan siaga di tingkat kabupaten dan kota.
e. Menyelenggarakan pelatihan pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif
bagi aparatur desa dan kelurahan, KPM dan lembaga kemasyarakatan serta pihak-pihak lain.
f. Memberikan bantuan pembiayaan dari APBD kabupatenkota dan sumber
daya lain untuk pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif g.
Menyelenggarakan sistem informasi desa siaga yang terintegrasi dalam profil desa dan kelurahan lingkup kabupatenkota, melalui penetapan langkah dan
mekanisme penyelenggaraan dan pelaporan penyelenggaraan secara berjenjang dari desakelurahan-kecamatan-kabupatenkota-provinsi dan
pemerintah pusat.
Universitas Sumatera Utara
h. Memfasilitasi kecamatan dan desa untuk ikut bertanggung jawab dalam
pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif. i.
Melaksanakan hal-hal lain yang dianggap perlu sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing Kepmenkes, 2010 .
2. Peran Kecamatan
a. Mengkoordinasikan pelaksanaan pengembangan desa dan kelurahan siaga
aktif terintegrasi dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat terkait. b.
Mengkoordinasikan penerapan kebijakanperaturan perundang-undangan berkaitan dengan pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif.
c. Membentuk forum desa dan kelurahan siaga tingkat kecamatan.
d. Menyelenggarakan sistem informasi desa siaga yang terintegrasi dalam profil
desa dan kelurahan lingkup kecamatan Kepmenkes, 2010. 3.
Peran Pemerintah Desa a.
Menerbitkan peraturan tingkat desa dan kelurahan untuk pengembangan desa siaga aktif dan kelurahan siaga aktif serta mengawasi pelaksanaannya.
b. Mengintegrasikan rencana pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif ke
dalam Rencana Kerja Pembangunan RKP desa dan kelurahan di desa berupa perumusan program pemberdayaan masyarakat dalam APB desa yang
berkaitan dengan upaya mengembangkan desa siaga aktif. c.
Mengupayakan bantuan dana dan sumber daya lain baik pemerintah, pemerintah daerah, maupun dari pihak-pihak lain untuk mendukung
pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif.
Universitas Sumatera Utara
d. Dalam rangka pelaksanaan alokasi dana desa agar dalam pendistribusian pada
kebutuhan lokal desa diharapkan dapat membantu pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif terutama menyangkut:
1 Penyuluhan dan motivasi masyarakat
2 Penggerakan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan-
kegiatan desa dan kelurahan siaga aktif. 3
Koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk melaksanakan pengembangan program desa dan kelurahan siaga aktif.
b. Melaksanakan pengembangan desa dan kelurahan aktif di desa dan kelurahan,
melalui pengadaan sarana pendukung bagi kelancaran penyelenggaraan pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif.
c. Memanfaatkan forum desa yang sudah ada.
d. Melakukan konsultasi dengan BPD dan masyarakat tetang penggerakan
masyarakat dalam melaksanakan program desa dan kelurahan siaga aktif. e.
Melaksanakan pencatatan dan pelaporan desan dan kelurahan siaga aktif terintegrasi dalam laporan pertanggungjawaban kepala desa atau lurah
Kepmenkes, 2010. 4.
Peran Puskesmas a.
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar, termasuk Pelayanan Obstetrik
dan Neonatal Emergensi Dasar PONED.
b. Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim di tingkat kecamatan dan desa
dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
c. Memfasilitasi pengembangan Desa Siaga dan Poskesdes.
Universitas Sumatera Utara
d. Melakukan monitoring Evaluasi dan pembinaan desa siaga Dinkes Jatim,
2006.
5. Peran Tokoh Masyarakat
a. Menggali sumber daya untuk kelangsungan penyelenggaraan Desa Siaga.
b. Menaungi dan membina kegiatan Desa Siaga.
c. Menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan Desa Siaga
Dinkes Jatim, 2006. 6.
Peran Tim Penggerak PKK a.
Berperan aktif dalam pengembangan dan menyelenggarakan UKBM di Desa Siaga Posyandu, Polindes, KPKIA dan lain-lain.
b. Menggerakkan masyarakat untuk mengelola, menyelenggarakan dan
memanfaatkan UKBM yang ada. c.
Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan dalam rangka menciptakan kadarzi dan PHBS Dinkes Jatim, 2006
. 7.
Peran Bidan di Desa a.
Peran fasilitator Peran utama fasilitator adalah menjadi pemandu proses, ia selalu mencoba
proses yang terbuka, inklusif dan adil sehingga setiap individu berpartisipasi secara seimbang. Fasilitator juga menciptakan ruang aman dimana semua
pihak bisa sungguh-sungguh berpartisipasi. b.
Peran motivator
Universitas Sumatera Utara
Peran motivator adalah peran untuk menyadarkan dan mendorong kelompok untuk mengenali potensi dan masalah, dan dapat mengembangkan potensinya
untuk memecahkan permasalahan tersebut. c.
Peran katalisator Katalisator adalah orang-orang yang menjadikan segalanya terlaksana.
Karakteristik seorang katalisator antara lain: intuitif, komunikatif, bersemangat, berbakat, kreatif, menginisiatifkan, bertanggung jawab, murah
hati dan berpengaruh Dinkes Jatim, 2006.
2.6. Fokus Penelitian