RELEVANSI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH

E. RELEVANSI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH

Bahasa sebagai sarana yang dimiliki oleh manusia memiliki peranan sentral dalam perkembangan intelektual, emosional, dan spiritual seseorang. Begitu pula bagi siswa, selain memiliki peran sentral terhadap perkembangan intelektual, emosional, dan spiritual mereka, bahasa sekaligus menjadi penunjang bagi para siswa untuk mempelajari dan menguasai bidang studi yang lain. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia diharapkan dapat membantu siswa untuk lebih mengenal dirinya, budayanya, dan lingkungan di sekitarnya.

Pembelajaran sastra hendaknya dapat membuat siswa berani untuk mengemukakan gagasannya dan menggunakan kemampuan analitis dan imajinasi yang ada dalam dirinya, terutama yang berkenaan dengan apresiasi sastra. Hakikat pembelajaran dan apresiasi sastra merupakan komponen yang penting pada pembelajaran bahasa indoneisa. Hal tersebut ditandai dengan adanya materi tersebut dari tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai lanjutan atas (SMA/SMK sederajat).

Mutu pendidikan tidak semata-mata diukur dengan nilai-nilai ujian yang mencapai atau di atas nilai kelulusan. Departemen Pendidikan Nasional mengakui hal tersebut dan menyikapinya dengan membuat aturan kelulusan yang Mutu pendidikan tidak semata-mata diukur dengan nilai-nilai ujian yang mencapai atau di atas nilai kelulusan. Departemen Pendidikan Nasional mengakui hal tersebut dan menyikapinya dengan membuat aturan kelulusan yang

Teks sastra dapat digunakan guru sebagai media alternatif dalam pembelajaran sastra. Guru dapat menjadikan novel sebagai materi pembelajaran yang membantu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, penuh empati, dan bahkan bermain-main. Teks sastra seperti novel dapat membongkar kebekuan daya cipta siswa dan mengisinya dengan kesadaran sosiokultural. Novel yang berlatar kearifan lokal sastrawan yang disertai dengan eksplorasi nilai estetis dapat menghasilkan teks sastra yang bermutu dan otentik. Hal tersebut dapat menumbuhkan kesadaran untuk berkreasi bagi para siswa.

Permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran sastra di kelas adalah pemanfaatan sinopsis bagi para guru sebagai satu-satunya cara untuk memperkenalkan karya sastra terhadap siswa. Sinopsis adalah inti cerita yang ditulis secara singkat. Pembelajaran tersebut akan membuat siswa tidak bersentuhan langsung dengan novel atau karya sastra dan membuat siswa tidak dapat merasakan kenikmatan dalam pembelajaran apresiasi karya sastra. Pembelajaran seperti itu akan menghasilkan siswa-siswa yang tidak paham dan mengetahui informasi dalam novel tersebut. Siswa tidak akan banyak mengetahui tentang siapa nama pelaku dalam novel, bagaimana penokohannya, latar ceritanya, temanya, amanatnya, dan penghargaan terhadap karya sastra akan berkurang. Hal tersebut akan terjadi secara simultan dan akan menyebabkan semakin hilangnya apresiasi terhadap karya sastra.

Bertolak pada pembelajaran kontekstual, pembelajaran sastra dapat dilakukan melalui pemanfaatan teks-teks sastra dengan mempertimbangkan akar tradisi sosio-kultural masyarakat setempat. Pembelajaran kontekstual menuntut guru sastra mengetahui minat siswa sehingga dapat menyajikan suatu karya sastra Bertolak pada pembelajaran kontekstual, pembelajaran sastra dapat dilakukan melalui pemanfaatan teks-teks sastra dengan mempertimbangkan akar tradisi sosio-kultural masyarakat setempat. Pembelajaran kontekstual menuntut guru sastra mengetahui minat siswa sehingga dapat menyajikan suatu karya sastra

Novel Perempuan Berkalung Sorban cocok digunakan sebagai materi pembelajaran apresiasi novel di tingkat SMA pada kelas XI. Pertimbangan yang digunakan adalah bahwa pada tahap ini, seseorang sudah tidak lagi berminat pada hal-hal praktis, tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsepabstrak dengan menganalisis sebuah fenomena. Kompetensi dasar yang berhubungan dengan pembelajaran sastra yang menggunakan bahan ajar novel adalah KD 7.2,

15.1, dan 15.2. Novel Perempuan Berkalung Sorban sarat dengan perjuangan perempuan dalam kesetaraan gender. Novel ini dapat digunakan siswa untuk memahami fenomena gender yang ada dalam masyakarat. Selain itu,novel ini dapat digunakan siswa untuk dapat lebih mengetahui budaya pondok pesantren. Nilai- nilai dalam novel ini dapat menjadi bahan renungan yang bermakna dalam kehidupan sekaligus kesadaran kreativitas pada siswa.

Pemanfaatan novel Perempuan Berkalung Sorban dalam pembelajaran apresiasi sastra novel dapat mempertajam pemaknaan dan penafsiran siswa terhadap akar tradisi sosio-kultural dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Teks sastra akan hidup dan berkembang dalam pemaknaan dan penafsiran serta menghindari pemaknaan tunggal. Pemahaman pembaca (siswa) yang juga terus berkembang akan membuat teks sastra tidak akan pernah mati karena penafsiran pembaca (siswa) yang selalu kaya dalam mengapresiasi lambang bahasa di dalamnya.

Model pembelajaran apresiasi novel di kelas dapat dilakukan sebagai berikut: pertama, guru membuat daftar hal-hal yang ada dalam novel untuk dibahas. Pembahasan dan diskusi dilakukan dengan maksimal agar siswa dapat mengetahui isi novel secara mendalam. Pembahasan dapat dilakukan selama 3-4 Model pembelajaran apresiasi novel di kelas dapat dilakukan sebagai berikut: pertama, guru membuat daftar hal-hal yang ada dalam novel untuk dibahas. Pembahasan dan diskusi dilakukan dengan maksimal agar siswa dapat mengetahui isi novel secara mendalam. Pembahasan dapat dilakukan selama 3-4

Kedua, siswa dapat dibagi dalam beberapa kelompok sesuai dengan bagian dalam novel. Setiap kelompok kemudian berdiskusi untuk menghasilkan porto folio dan mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan teman-teman sekelas. Guru bertindak sebagai fasilitator dan siswa berkreativitas untuk menemukan hal-hal yang ingin digali dalam novel.

Jika dimasukkan dalam tema pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA kelas XI dalam buku teks di kelas, novel Perempuan Berkalung Sorban dapat dijadikan bahan ajar alternatif pada beberapa tema. Misalnya tema perjuangan. Tema yang diangkat dalam novel tersebut dapat dijadikan bahan ajar alternatif yang bersifat kontekstual. Jadi, pembelajaran yang dilakukan tidak hanya mencakup pada perjuangan para pahlawan nasional tetapi lebih menyentuh siswa karena isu terkini yang diberikan oleh guru atas tema yang sama. Guru dapat menjelaskan hal-hal yang baru tentang konsep perjuangan dan membawa murid masuk pada perjuangan kesetaraan gender. Pembahasan yang dilakukan guru tentang emansipasi dan kesetaraan gender dapat lebih luas. Misalnya, tidak hanya tentang RA. Kartini dan perjuangannya, tetapi juga kepada tokoh-tokoh perempuan yang lain untuk kemudian guru dapat membuat apersepsi dan mengajak siswa masuk pada novel Perempuan Berkalung Sorban.

Relevansi yang lain dari novel Perempuan Berkalung Sorban dapat dijadikan bahan ajar alternatif ketika terdapat pembahasan tentang unsur intrinsik dan ekstrinsik sastra. Selain itu, pembahasan atas novel ini juga dapat dibawa saat pembelajaran mengambil tema drama. Hal ini mengingat bahwa novel ini telah diangkat ke dalam layar lebar sehingga analisis yang dilakukan para siswa dapat masuk pada analisis drama film selain analisis karya sastra novel. Variasi dan kekreativan guru sangat berperan pada jalannya pembelajaran di kelas, begitupula dengan motivasi dan minat para siswa. Adanya bahan ajar alternatif yang baru Relevansi yang lain dari novel Perempuan Berkalung Sorban dapat dijadikan bahan ajar alternatif ketika terdapat pembahasan tentang unsur intrinsik dan ekstrinsik sastra. Selain itu, pembahasan atas novel ini juga dapat dibawa saat pembelajaran mengambil tema drama. Hal ini mengingat bahwa novel ini telah diangkat ke dalam layar lebar sehingga analisis yang dilakukan para siswa dapat masuk pada analisis drama film selain analisis karya sastra novel. Variasi dan kekreativan guru sangat berperan pada jalannya pembelajaran di kelas, begitupula dengan motivasi dan minat para siswa. Adanya bahan ajar alternatif yang baru

Pembelajaran sastra yang masih bergabung dengan pelajaran bahasa Indonesia sesungguhnya memudahkan proses ini karena siswa dapat belajar sastra sekaligus bahasa melalui novel. Materi kebahasaan (struktur dan kosakata), berbicara, menyimak, membaca dan menulis sudah terpadu dalam kegiatan ini. Siswa sudah melakukan praktik langsung tanpa harus banyak berteori. Novel memiliki contoh-contoh penggunaan bahasa untuk dibahas, begitu pula penggunaan majas dan peribahasa yang terkandung dalam novel yang juga dapat digunakan guru sebagai contoh dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.