PROSES KREATIF NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN

C. PROSES KREATIF NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN

Proses kreatif karya sastra adalah proses yang menjadi tahapan atau yang biasa disebut sebagai latar belakang terciptanya sebuah karya sastra. Beberapa karya sastra lahir dari komunikasi antara sastrawan dengan lingkungannya. Sebuah karya sastra juga dapat hadir karena pengalaman sastrawan dalam hidupnya yang mempu menginspirasi sastrawan tersebut untuk menciptakan sebuah karya sastra. Beberapa tema atau subject matter dapat menginspirasi sastrawan dan tidak pernah basi untuk dibicarakan karena masing-masing Proses kreatif karya sastra adalah proses yang menjadi tahapan atau yang biasa disebut sebagai latar belakang terciptanya sebuah karya sastra. Beberapa karya sastra lahir dari komunikasi antara sastrawan dengan lingkungannya. Sebuah karya sastra juga dapat hadir karena pengalaman sastrawan dalam hidupnya yang mempu menginspirasi sastrawan tersebut untuk menciptakan sebuah karya sastra. Beberapa tema atau subject matter dapat menginspirasi sastrawan dan tidak pernah basi untuk dibicarakan karena masing-masing

Begitu pula dengan isu gender yang selalu menjadi perhatian bagi sastrawan laki-laki maupun perempuan. Isu gender selalu menjadi materi yang menarik untuk diperbincangkan meskipun keberadaannya dalam karya sastra cenderung mengundang perdebatan. Sudut pandang yang berbeda antara penulis laki-laki dan perempuan membuat karya sastra yang mengandung tema ini selalu kaya dengan hal-hal yang baru.

Kekuasaan dan seks merupakan tema yang lumrah dan biasa dalam ranah sastra. Hampir di setiap zaman, keduanya hadir sebagai wacana yang mencerahkan, tapi juga sekaligus menyesatkan. Dan dalam kenyataannya,

“penyesatan” itu terus berlangsung dan bahkan telah berubah menjadi sejarah. Karena imajinasi seks dalam prosa maupun puisi lebih banyak dimainkan, diorganisir, dicipta dan diekspresikan oleh kepentingan birahi kaum lelaki.

Dengan sendirinya, unsur seks yang menonjol, atau sengaja ditonjolkan adalah seksualitas perempuan yang menggunakan ukuran, persepsi, dan libido seksualitas laki-laki. Sehingga keindahan seksualitas perempuan yang sebenarnya menjadi tak terkatakan, bahkan disembunyikan. Ekspresi seks dalam sastra hanya bekerja untuk menggambarkan bentuk dan fungsi alat- alat reproduksi perempuan yang menggoda. Seksualitas perempuan hanya dilihat sebagai fenomena alamiah yang tetap dan tidak dapat diubah, sebagaimana yang berkembang dan tertanam dalam budaya patriarki. Sementara kekuasaan, baik dalam ruang sastra maupun dalam kenyataan budaya, juga berada dalam posisi yang serupa, tidak ramah terhadap perempuan, dan menjadikan perempuan sebagai objek semata. Bentuk- bentuk kekuasaan baik dalam politik, ekonomi, sosial, dan juga agama, tak juga berpindah dari ketiak patriarki.

(Abidah, 2007b: 1)

Bertolak dari pemahaman tersebut, gagasan baru lahir yang dipelopori oleh kaum feminis untuk melakukan kampanye tentang pentingnya bagi pengarang perempuan untuk menulis seksualitas dirinya ke dalam karya sastra. Gagasan mereka dikenal dengan sebutan SEXTS, yaitu kombinasi antara kata Sex dan Text. SEXTS adalah bahasa yang diciptakan feminis aliran ini untuk menunjukkan seks perempuan dalam karya sastra melalui metafora dan morfologi keperempuanan yang lebih majmuk dan kaya.

Di Indonesia, para perempuan pengarang kontemporer mencoba mengikuti jejak tersebut tanpa memahami, dan mempertimbangkan nalar budaya yang melandasinya. Para pengamat sastra mencurigai, Ayu Utami memotori semua ini. Namun, sebagian besar dari mereka hanya bergerak mengikuti trend budaya pasar yang didominasi dan dikendalikan kapitalisme global yang sangat patriarkis. Seksualitas perempuan dibuka secara lebar-lebar, ditelanjangi dan disebarkan oleh perempuan itu sendiri.

Abidah Al Khalieqy hadir di antara penulis perempuan yang mulai menjamur sekarang ini. Abidah El Khalieqy lahir di Jombang, Jawa Timur. Setelah ia menamatkan pendidikannya di sekolah ibtidaiyah (setingkat dengan sekolah dasar), ia melanjutkan sekolah di Pesantren Putri Modern PERSIS, Bangil, Pasuruan. Di pesantren inilah ia mulai menulis puisi dan cerpen dengan nama pena Idasmara Prameswari, Ida Arek Ronopati atau Ida Bani Kadir.

Abidah berkembang menjadi penulis wanita yang cukup produktif dalam menghasilkan karya. Dengan memiliki modal latar pendidikan pesantren inilah kebanyakan karya-karya yang dihasilkannya mampu mendeskripsikan secara detail kebiasaan, peraturan, bahkan unsur-unsur yang ada di dalamnya secara jelas. Begitupula yang melatarbelakangi hadirnya Novel Perempuan Berkalung Sorban . Keaktifannya dalam berbagai lembaga dan forum diskusi baik dalam skala nasional maupun internasional membuat namanya berkibar.

Proses kreatif pembuatan Novel Perempuan Berkalung Sorban dilatarbelakangi oleh keinginan Abidah bahwa dalam setiap tulisan yang dihasilkan olehnya agar bermanfaat bagi kaum perempuan. Abidah menginginkan setiap karyanya mampu membuka dan mengubah pandangan kaum perempuan yang selama ini masih terkungkung dengan paradigma yang masih kental dengan budaya patriarki. Karena itulah Abidah menggunakan tokoh Annisa yang cerdas dan berpendidikan agar bisa menjadi model bagi pembaca karya sastra, terutama pembaca perempuan.

Ketika dilakukan wawancara dengan Abidah melalui email yang dilakukan pada 15 Oktober 2009 mengenai Novel Perempuan Berkalung Sorban. Berikut adalah kutipan pernyataannya.

Saya ingin perempuan memiliki kemandirian. Perempuan harus menguasai ilmu. Ilmu pengetahuanlah yang akan menjawab nasib perempuan. Derajat ditentukan dengan ilmu. (Himpunan Mahasiswa Islam) dan kemudian saya tidak tertarik masalah politik. Ketika itu, isu tentang feminisme yang ditulis dalam novel seperti Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Sadawi dibahas di mana-mana. Saya juga mulai tertarik untuk membahas persoalan perempuan. Dan dalam benak saya, perempuan di Indonesia masih termarginalkan. Jadi, menurut saya, kondisi perempuan sudah sangat parah. Memang harus dicari akar permasalahannya dan disuarakan sekeras-kerasnya. Artinya, harus ada revolusi pemikiran bahwa ini adalah sesuatu yang sangat mendesak. Selama ini soal perempuan memang sudah banyak ditulis, soal penderitaan mereka dan keterpinggiran mereka. Tetapi bagaimana solusi ke depan untuk menyikapi kondisi seperti ini belum ditulis.

... . Dalam novel PBS, pembelaan terhadap pemilikan tubuh dan hak-hak

reproduksi perempuan merupakan tumpuan eksplorasi. Melalui tokoh Annisa dalam novel tersebut, seolah saya bernafas dan hidup dalam visi perjuangannya, “tubuhmu adalah milikmu, tak seorang pun yang boleh menguasainya, juga lelaki pasangan hidupmu”. Sementara dalam AS, perjuangan lebih terarah untuk mengentaskan status dan posisi perempuan dari belenggu tradisi patriarkal dalam ruang domestik maupun publik. Kamila, tokoh utamanya, menjadi representasi dari perempuan pemberontak yang berusaha menemukan kesejatian dirinya di tengah ancaman dan kebusukan kaum lelaki. Karena itu, dalam menempuh kariernya, tokoh Kamila selalu berpindah dari kerja yang satu ke jenis pekerjaan lain. Kemudian menjadi lebih berhargadiri, bermartabat, ketika ia masuk dalam organisasi perempuan yang memiliki tujuan yang tidak berbeda dengan perjuangannya.

Kutipan tersebut kembali menegaskan bahwa melalui tokoh-tokoh yang dihadirkannya dalam novel Perempuan Berkalung Sorban Abidah ingin menghadirkan sebuah perubahan tentang gambaran yang seharusnya atas kondisi dan kedudukan laki-laki dan perempuan. Setiap tokoh yang dihadirkan dalam novel tersebut merupakan representasi pemikiran Abidah atas kondisi sosial masyarakat pembaca, khususnya kondisi pondok pesantren. Melalui tokoh-tokoh tersebut pula, Abidah memberikan solusi atas ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat kita. Pada sisi ini, Abidah telah berhasil membuat karya sastra yang diciptakannya memiliki nilai manfaat bagi masyarakat pembacanya.

Pembuatan novel Perempuan Berkalung Sorban ini bekerjasama dengan Yayasan Kesejahteraan Fatayat (YKF). Yayasan ini adalah organisasi bentukan Pembuatan novel Perempuan Berkalung Sorban ini bekerjasama dengan Yayasan Kesejahteraan Fatayat (YKF). Yayasan ini adalah organisasi bentukan

YKF didirikan oleh putri-putri kyai NU Jawa Timur yang kyai ini memiliki pondok pesantren. mereka tidak bergabung dalam Fatayat tapi mereka mendirikan NGO-nya. Mereka memiliki agenda acara seminar, workshop, dan segala macamnya. Dan memiliki salah satu media untuk pemberdayaan perempuan melalui penulisan novel. Penulisan novel ini merupakan satu-satunya cara yang dilakukan oleh NGO di Indonesia. Karena novel itu kan karya sastra , jadi jangkauannya lebih luas dan tidak temporal tapi abadi. Mereka anak kyai yang rata-rata menggugat apa yang dilakukan oleh ayahnya sendiri.

(Lampiran Hal. 160)

Tujuan dari penulisan novel ini adalah untuk mensosialisasikan hak-hak reproduksi perempuan yang selama ini masih belum banyak diketahui. Abidah El Khalieqy bersama YKF menyuarakan secara tertulis permasalahan yang harus diketahui oleh kaum perempuan tersebut. Alasan lain atas pengambilan tema tersebut karena melihat banyak permasalahan yang masih dirasakan oleh perempuan yang mencatut hak-hak perempuan. Masih banyak tindak penganiayaan yang diterima oleh perempuan baik dalam kehidupan rumah tangga atau dunia kerja.

Novel ini ditulis untuk mensosialisasi hak-hak reproduksi perempuan yang sudah diratifikasi oleh PBB. Untuk memberikan detail yang jelas, saya juga mengadakan riset tentang hak-hak reproduksi perempuan selama hampir dua tahun. Riset lapangan untuk memberi setting tempat dan yang fisik-fisik selama tiga bulan, di Kaliangkrik, Kajoran, Magelang, Jawa Tengah Di satu kampung ada banyak pesantren salaf. Lokasinya di pegunungan. Saya juga menemukan orang-orang yang naik kuda. Sesudahnya, saya mengikuti seminar-seminar yang dilakukan oleh YKF selama hampir dua tahun, kemudian menulis novel tersebut selama sembilan bulan.

(Lampiran Hal. 152)

YKF dan Ford Foundation juga ikut membiayai proyek penulisan novel Perempuan Berkalung Sorban . Meskipun kerjasama dilakukan antara Abidah dengan YKF dan Ford Foundation, Abidah El Khalieqy memiliki otoritas pribadi dalam penulisan novel tersebut. YKF atau Fort Foundation tidak diperkenankan YKF dan Ford Foundation juga ikut membiayai proyek penulisan novel Perempuan Berkalung Sorban . Meskipun kerjasama dilakukan antara Abidah dengan YKF dan Ford Foundation, Abidah El Khalieqy memiliki otoritas pribadi dalam penulisan novel tersebut. YKF atau Fort Foundation tidak diperkenankan

Gerakan feminisme yang menuntut persamaan hak antara laki-laki dan perempuan terjadi semakin sering dibicarakan pada beberapa dekade terakhir. Melalui berbagai cara, aktivis perempuan berusaha menyadarkan masyarakat mengenai hal itu. Hasilnya cukup signifikan. Salah satunya ditunjukkan dengan munculnya kepekaan pemerintah terhadap kesetaraan gender. Melalui pusat perbukuan, pemerintah menanamkan kesetaraan gender pada siswa sebagai generasi penerus bangsa melalui jalur pengadaan buku teks. Namun dalam kenyataannya, upaya penyampaian kesetaraan gender sejak dini tersebut tidak dilaksanakan secara maksimal. Hal itu terlihat dari masih banyaknya buku teks Bahasa Indonesia untuk tingkat dasar yang menggunakan kutipan karya sastra yang bias gender.

Pembi caraan tentang gender menjadi pembicaraan yang cukup ‟panas‟ di beberapa kalangan, termasuk dalam dunia sastra. Kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin. Ensiklopedia Feminisme (Maggie Humm, 2002: 177 178) menyatakan bahwa gender diartikan sebagai kelompok atribut dan perilaku yang dibentuk secara kultural yang ada pada laki-laki atau perempuan. Perbedaan gender antara manusia laki-laki dan perempuan telah terjadi melalui proses panjang. Mufidah dalam Paradigma Gender (2003: 46) mengungkapkan bahwa pembentukan gender ditentukan oleh sejumlah faktor yang ikut membentuk, kemudian disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi melalui sosial atau kultural, dilanggengkan oleh interpretasi agama dan mitos-mitos seolah-olah telah menjadi kodrat laki-laki dan perempuan.

Pembedaan laki-laki dan perempuan sesungguhnya tidak menjadi masalah. Pembedaan tersebut menjadi bermasalah ketika menghasilkan ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu. Masalah gender dalam masyarakat patriarkal telah Pembedaan laki-laki dan perempuan sesungguhnya tidak menjadi masalah. Pembedaan tersebut menjadi bermasalah ketika menghasilkan ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu. Masalah gender dalam masyarakat patriarkal telah

Penulis perempuan kini semakin banyak bermunculan. Mayoritas karya- karya yang dihasilkan bercerita tentang realita kehidupan kaumnya. Buah pikiran mereka semakin digandrungi karena mendobrak dominasi para penulis pria. Keadaan inilah yang membuat kajian tentang gender dalam dunia sastra menjadi bahan pembicaraan yang menarik untuk didiskusikan. Dalam sebuah diskusi yang dilaksanakan di Universitas Negeri Surabaya, Abidah mengungkapkan:

Sebagai dikembangkan kaum feminis, wacana jender dalam sastra mengarahkan perspektifnya pada beberapa tujuan, yang di antaranya dapat diacu sebagai cara kreatif untuk membebaskan perempuan dalam menulis dan menceritakan pengalamanya sendiri di luar konvensi, aturan, konsep dan premis budaya patriarkis. Wacana jender juga berusaha menciptakan androginitas budaya, membangun kesetaraan tatanan sosial yang didasarkan pada penghargaan terhadap nilai-nilai keperempuanan. Dan secara teoritik, jalan untuk mencapai tujuan-tujuan itu, kajian jender telah menyediakan metode, alat dan perangkat bagi perempuan untuk mengeksplorasi pengalaman, intusi dan intlektualitas, moral dan spiritualitas yang berkembang dari dalam dirinya.

Di sisi lain, feminisme, gender berkembang pesat. Buku-buku karya sastra yang terbit merupakan hasil karya penulis perempuan. Abidah Al Khaleqy adalah salah satu penulis wanita yang hadir dengan kontroversi di setiap karyanya. Tanpa ragu karya-karyanya mengungkapkan sisi-sisi kehidupan seorang perempuan dari berbagai sudut pandang. Bahkan, tentang perlakuan terhadap wanita seperti yang diceritakan dalam novel Perempuan Berkalung Sorban. Abidah dengan para penulis wanita kemudian menciptakan sebuah persaingan sehat dalam berkarya antara penulis laki-laki dan penulis perempuan.