Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
Tujuan penelitian ini adalah : -
Untuk mengetahui cara mengolah biji nangka menjadi tempe dan variasi mana yang menghasilkan tempe yang terbaik untuk pembuatan tempe dari biji nangka.
- Untuk mengetahui kadar zat makanan kadar karbohidrat, kadar protein, kadar
lemak, kadar abu dan kadar air dalam tempe dari biji nangka yang dihasilkan. -
Untuk mengetahui kualitas rasa, warna, bau dan tekstur dari tempe dari biji nangka yang dihasilkan secara uji organoleptik.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi pada pembuatan tempe, dimana biji nangka dapat menjadi alternatif pengganti kedelai dan kandungan zat gizinya
kadar karbohidrat, kadar protein, kadar lemak, kadar abu dan kadar air dapat diketahui masyarakat luas.
1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Kimia Bahan Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara, Balai Riset dan Standarisasi Nasional.
1.7. Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
- Tempe dari biji nangka dibuat mengeringkan biji nangka, dengan menvariasikan
waktu fermentasi yaitu 36, 48, 60 dan 72 jam sebagai variable bebas. Temperatur dan berat ragi dengan berat biji nangka sebagai variable tetap. Untuk setiap variasi
tersebut dianalisa kadar karbohidrat, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar air dan nilai organoleptik sebagai variable terikat.
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
- Analisa kadar protein tempe dari biji nangka yang dihasilkan ditentukan dengan
metode Kjedahl. -
Anlaisa kadar lemak tempe dari biji nangka yang dihasilkan ditentukan dengan cara ekstraksi kontinu dengan alat soklet.
- Penentuan kadar air tempe dari biji nangka yang dihasilkan dilakukan dengan
metode pengeringan dalam oven pada suhu 100 – 105 C.
- Penentuan kadar abu tempe dari biji nangka yang dihasilkan dilakukan dengan
metode pembakaran dalam tanur pada suhu 500 C hingga diperoleh abu berwarna
putih. -
Kadar karbohidrat tempe dari biji nangka yang dihasilkan ditentukan dengan menghitung selisih antara 100 dengan jumlah persentase kadar air, abu, protein
dan lemak. -
Uji organoleptik terhadap warna, rasa, bau dan tekstur biji nangka yang dilakukan secara skala hedonik.
- Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali untuk setiap perlakuan dari masing-
masing. Data diolah secara analisa variansi model tetap Rancangan Acak Lengkap RAL, dan uji dengan mengunakan statistika F dengan taraf signifikan 5 dan
1.
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Nangka
Nangka adalah nama sejenis pohon sekaligus buahnya. Pohon nangka termasuk kedalam suku Moraceae, nama ilmiahnya adalah Artocarpus Heterophyllus. Pohon
nangka umumnya berukuran sedang, sampai sekitar 20 meter tingginya, walaupun ada yang mencapai 30 meter. Batang bulat silindris sampai sekitar 1 meter garis
tengahnya. Berat nangka rata-rata 15-20 kg walaupun ada yang mencapai 40-50 Kg. Produksi buah cukup beragam, ada yang bisa menghasilkan 60 buah per pohon
pertahun.
Nangka adalah salah satu jenis buah yang paling banyak ditanam didaerah tropis. Buah ini cukup terkenal diseluruh dunia Tanaman berasal dari India bagian
selatan yang kemudian menyebar kedaerah tropis lainnya, termasuk Indonesia. Di Indonesia pohon nangka dapat tumbuh hampir disetiap daerah.
Tumbuhan nangka berumah satu monoecious, perbungaan muncul pada ketiak daun pada puncak yang pendek dan khusus, yang tumbuh pada sisi batang atau
cabang tua. Bunga jantan dalam bongkol ganda atau gelendong, 1 – 3 cm x 3 – 8 cm, dengan daging yang jelas di pangkal bongkol, hijau tua, dengan serbuk sari
kekuningan dan berbau harum samar apabila masak. Bunga nangka disebut babal.
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
Setelah melewati masa masaknya, babal akan membusuk ditumbuhi kapang dan menghitam semasa masih dipohon, sebelum akhirnya terjatuh. Bunga betina dalam
bongkol tunggal atau berpasangan, silindris atau lonjong, hijau tua.
Buah majemuk syncarp berbentuk gelendong memanjang, sering kali tidak merata, panjangnya hingga 100 cm, pada sisi luar membentuk duri pendek lunak.
Daging buah yang sesungguhnya adalah perkembanggan dari tenda bunga, berwarna kuning keemasan apabila masak, berbau harum manis yang keras, berdaging
terkadang berisi cairan nectar yang manis. Biji berbentuk bulat lonjong sampai jorong agak gepeng. Panjang 2–4cm, berturut–turut tertutup oleh biji yang tipis coklat
seperti kulit, endocarp yang liat keras keputihan dan eksokarp yang lunak. Keping bijinya tidak setangkup.
Dari wikipedia, ensiklopedia bebas
2.1.1 Sistematika Tanaman Nangka
Klasifikasi botani tanaman nangka adalah sebagai berikut : Divisi
: Plantae Class
: Magnoliophyta Ordo
: Magnoliopsida Familia
: Urticales Genus
: Artocarpus Spesies
: Artocarpus Heterophyllus
2.1.2. Komposisi gizi per 100 gram biji nangka dan Kacang Kedelai
Tabel 2.1. Komposisi gizi 100 gram biji nangka dan kacang kedelai Zat makanan
Kacang Kedelai Biji Nangka
Karbohidrat 30,1
36,7 Protein
30,2 4,2
Lemak 15,6
0,1 Air
20,0 57,7
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
Kalsium 0,196
0,033 Fosfor
0,506 0,200
Besi 0,0069
0,001 Vitamin A
0,095 -
Vitamin B
1
0,00093 0,0002
Vitamin C -
0,010
Direktorat Gizi, 1996
2.1.3. Hasil dan Kegunaan Nangka
Nangka terutama dipanen buahnya daging buahnya yang matang sering kali dimakan dalam keadaan segar, dicampur dalam es, dihaluskan menjadi minuman jus atau
diolah menjadi aneka jenis makanan daerah : dodol nangka, kolak nangka, selai nangka, nangka goring, keripik nangka dan lain-lain.
Nangka juga digunakan sebagai pengharum es krim dan minuman, dijadikan madu nangka, konsentrat atau tepung. Biji nangka, dikenal sebagai “beton” dapat
direbus dan dimakan sebagai sumber karbohidrat tambahan. Buah nangka muda sangat digemari sebagai bahan sayuran. Disumatera terutama diminangkabau, dikenal
makanan gulai nangka. Di jawa barat buah nangka muda antara lain dimasak sebagai salah satu bahan sayuran asam.
Di Jawa tengah dikenal berbagai macam masakan dengan bahan dasar buah nangka muda disebut gori. Ketupat gulai nangka, contoh olahan dari buah nangka
muda. Daun-daun nangka merupakan pakan ternak yang disukai kambing, domba maupun sapi. Kulit batangnya yang berserat dapat digunakan sebagai bahan tali dan
pada masa lalu juga dijadikan bahan pakaian. Getahnya digunakan dalam campuran untuk memerangkap burung, untuk memakal menambah perahu dan lain-lain.
2.1.4. Manfaat Biji Nangka
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
Selain dapat dimakan dalam bentuk utuh, biji nangka juga dapat diolah menjadi tepung. Selanjutnya dari tepungnya dapat dihasilkan berbagai makanan olahan dan
tepung biji nangka digunakan sebagai bahan baku industri makanan bahan makanan campuran.
Biji buah nangka tua dapat dikonsumsi setelah direbus, dibakar, digoreng atau diolah menjadi dodol. Simanjuntak 1988 juga telah melakukan studi pembuatan
alkohol dari biji nangka dengan menggunakan khamir saccharomyces cerevisia Oscardha, 2008.
2.2. Tahap Pembuatan Tempe
Dalam proses pembuatan tempe, terutama untuk proses komersial, maka faktor yang perlu diperhatikan adalah bagaimana dapat dihasilkan tempe dengan mutu yang baik.,
rendemen atau hasil yang tinggi dan sekaligus dengan biaya yang relatif murah.
Untuk dapat mencapai hal itu, perlu juga disadari dengan baik proses pembuatan tempe yang melibatkan mikroorganisme hidup ragi yang sensistif,
sehingga perlu dipelihara dengan baik dan cukup hati-hati. Dalam pemeliharaan itu, harus tersedia cukup zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan ragi, terpeliharanya
suhu dimana ragi tersebut harus tumbuh dan kondisi pertumbuhannya harus cukup bersih, sehingga tidak akan tumbuh mikroorganisme pengganggu.
Untuk menghasilkan tempe yang baik, paling tidak ada 3 hal yang harus diperhatikan yaitu
: -
Faktor sanitasi harus diperhatikan pada setiap tahapan proses pembuatan sehingga mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi.
- Tiriskan dengan baik biji kedelai setelah perebusan sebelum dilakukan
penambahan ragi inokulasi untuk menghambat pertumbuhan bakteri pembususk yang tidak diinginkan.
- Suhu waktu pemeraman inkubasi tempe perlu dikendalikan dan dilakukan
dengan baik. Anwar,Faisal; 1992
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
2.2.1. Pemanenan Tempe
1. Ciri-ciri tempe yang baik
Tempe yang baik dicirikan oleh permukaan tempe yang ditutupi oleh miselium kapang benang-benang halus secara merata, kompak dan berwarna putih. Antar
butiran kacang kedelai dipenuhi oleh miselium dengan ikatan yang kuat dan merata, sehingga bila diiris tempe tersebut tidak hancur.
Tempe yang masih baik warnanya putih, spora kapang abu-abu kehitaman belum terbentuk, dan aroma yang kurang enak yang kadang-kadang bau amoniak
belum terbentuk. Kegagalan untuk mendapatkan tempe yang baik dengan ciri-ciri tersebut diatas, sering disebabkan oleh faktor-faktor yang menyebabkan pertumbuhan
kapang tempe yang diperoleh tidak merata kacang kedelai menjadi basah, lunak, bau amoniak atau bau alkohol.
Faktor-faktor kegagalan untuk mendapatkan tempe yang baik :
a. Oksigen
Oksigen memang diperlukan untuk pertumbuhan kapang, tetapi bila berlebihan dan tidak seimbang dengan pembuangnya panas yang ditimbulkannya
menjadi lebih besar dari pada panas yang dibuang dari bungkusan. Bila hal ini terjadi suhu kacang kedelai yang sedang mengalami fermentasi menjadi tinggi dan akan
mengakibatkan kapangnya mati. Oleh karena itu pada pembuatan tempe selalu menggunakan kantong plastik sesuai dengan kebutuhannya. Sebaliknya jika oksigen
yang diperlukan untuk pertumbuhan kapang kurang, maka pertumbuhan kapang akan terhambatlambat.
b. Suhu
Kapang tempe bersifat mesofilik, yaitu untuk tumbuhnya memerlukan suhu antara 25-30
C atau suhu kamar, oleh sebab itu suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan dengan memberikan pentilasi cukup baik.
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
c. Jenis laru
Untuk mendapatkan tempe yang baik maka laru tempe harus dalam keadaan aktif, artinya kapang tempe mampu tumbuh dengan baik. Menggunakan laru yang
masih baru akan berpeluang menghasilkan tempe yang baik, laru sangat berpengaruh terhadap pembentukan rasa, aroma dan flavor tempe yang dihasilkan.
d. Nilai pH derajat keasaman
Derajat keasaman memegang peranan penting dalam proses pembuatan tempe. Bila kondisinya kurang asam atau pH tinggi maka kapang tempe tidak dapat
tumbuh dengan baik sehingga pembuatan tempe akan mengalamim kegagalan. Disamping untuk memenuhi kondisi yang dibutuhkan oleh kapang tempe, suasana
asam berguna untuk mencegah tumbuhnya mikroba lain yang tidak diinginkan dalam pembuatan tempe. Pusbangtepa, 1982
2. Ciri-ciri tempe yang kurang baik atau gagal
Sering kali didapatkan tempe yang pecah-pecah, pertumbuhan kapang yang tidak merata atau bahkan tidak tumbuh sama sekali, kedelai menjadi busuk dan berbau
amoniak atau alkohol bahkan kedelai menjadi berlendir, asam dan penyimpangan lainnya. Beberapa penyimpangan dan penyebab kegagalan pembuatan tempe adalah
sebagai berikut :
1. Tempe terlalu basah : suhu fermentasi terlalu tinggi, kelembaban udara terlalu tinggi, kedelai terlalu basah karena kurang tiris, lubang pembungkus terlalu kecil,
alat tidak bersih dan tidak higienis. 2. Tempe tidak kompak : kapang tidak aktif atau sudah mati, laru terlalu sedikit, laru
terlalu tua, pengadukan laru tidak merata,waktu fermentasi kurang lama, suhu fermentasi terlalu rendah.
3. Permukaan tempe bercak-bercak : pembentukan spora kapang akibat bercak hitam hitam oksigen terlalu banyak, fermentasi terlalu lama, suhu terlalu tinggi, kualitas
laru rendah, kelembaban terlalu kering.
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
4. Tempe berbau : Terlalu lama fermentasi amoniak atau alkohol, suhu terlalu tinggi, alat tidak bersih, kadar air terlalu tinggi.
5. Tempe pecah-pecah : Pencampuran laru tidak merata, pertumbuhan kapang tidak merata, suhu ruang inkubasi tidak merata, lubang aerasi dan pergerakan udara
dalam ruang tidak merata. 6. Tempe terlalu panas : pengatur suhu, kelembaban, ventilasi overheating tidak
baik, suhu terlalu tinggi, inkubasi terlalu tertutup, bahan terlalu banyak. 7. Tempe beracun : Bahan atau laru terkontaminasi mikroba patogen, bahan beracun,
laru terlalu lemah keaktifannyaterlalu sedikit sehingga justru mikroba berbahaya yang tumbuh, ruang dan alat tidak higienis. Rizal, Syarief;1999
2.2.2. Laru Tempe
Dalam pembuatan tempe dikenal beberapa macam laru atau inokulum yang dapat digunakan. Penggunaan laru atau inokulum yang baik sangat penting untuk
menghasilkan tempe dengan kualitas yang baik. Secara tradisional masyarakat Indonesia membuat laru tempe dengan menggunakan tempe yang sudah jadi. Tempe
tersebut diris-iris tipis, dikeringkan dengan oven pada suhu 40-45
o
C atau dijemur sampai kering, digiling menjadi bubuk halus dan hasilnya digunakan sebagai
inokulum bubuk. Disamping itu, dibeberapa daerah digunakan juga miselium kapang yang tumbuh dipermukaan tempe diambil dengan cara mengiris permukaan tempe
tersebut, kemudian irisan permukaan yang diperoleh dijemur, digiling dan digunakan sebagai inokulum bubuk.
Di Jawa tengah banyak digunakan inokulum tempe yang disebut usar. Secara tradisional usar dibuat dengan membiarkan spora kapang dari udara tumbuh pada
kedelai matang yang ditaruh diantara dua lapis daun waru hibiscus sp dan jati Tectona grandis. Permukaan bagian bawah kedua daun tersebut memiliki rambut-
rambut halus trikoma tempat spora dan miselium kapang dapat melekat.
Usar dibuat dengan cara sebagai berikut : Tempatkan daun waru atau daun jati diatas tampah bambu dengan permukaan bagian bawah menghadap keatas.
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
Kemudian ditiap permukaan daun disebarkan sejumlah kedelai matang dan lunak. Setelah itu masing-masing daun ditutup dengan daun lain yang berukuran sama
dengan permukaan bawahnya menutupi kedelai. Setelah itu masing-masing pasangan daun dibungkus dengan plastik berlubang dan dibiarkan terfermentasi selama 12-24
jam. Selama fermentasi kapang akan tumbuh pada kedelai dan permukaan bawah daun yang mempunyai trikoma. Setelah dikeringkan dijemur usar siap digunakan sebagai
inokulum.
Inokulum tempe merupakan kumpulan spora kapang yang memegang peranan penting dalam pembuatan tempe karena dapat memepengaruhi mutu tempe
yang dihasilkan. Jenis kapang memegang peranan utama dalam pembuatan tempe adalah Rhizophus oligosporus dan Rhizophus orizae, sedangkan jenis kapang lain
yang juga terdapat adalah Rhizophus stolonifer dan Rhizophus arrhizus.
Miselium Rhizophus oryzae jauh lebih panjang dari pada Rhizophus oligosporus sehingga tempe yang dihasilkan kelihatan lebih padat dari pada apabila
hanya Rhizophus oligosporus yang digunakan. Tetapi apabila diutamakan peningkatan nilai gizi protein kedelai, maka Rhizophus oligosporus memegang peranan tersebut.
Hal ini disebabkan selama proses fermentasi Rhizophus oligosporus mensintesis enzim protease pemecahan protein lebih banyak, sedangkan Rhizophus orizae lebih
banyak mensintesis enzim alfa-amilase pemecah pati. Oleh karena itu sebaiknya dipakai keduanya dengan kadar Rhizophus oligosporus lebih banyak 1:2.
Inokulum bubuk yang dibuat dari hancuran tempe kering dapat diperbanyak dengan cara sebagai berikut : Sebanyak 1 kg beras ditambah 1 liter air. Kemudian
diaron sampai semua airnya terserap oleh beras, lalu dikukus sampai matang dan dituangkan keatas tampah bambu dan dibiarkan sampai dingin. Setelah dingin ditaburi
dengan inokulum bubuk sebanyak 1 gram per 1 kg subsrat nasi, lalu diaduk merata. Untuk 1 kg substrat digunakan 4 buah tampah dengan diameter 50 cm. Tampah ini
kemudian ditutup dengan tampah lain, lalu dibungkus dengan kertas koran dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 3 hari. Selanjutnya substrat yang telah penuh
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
dengan spora tersebut dikeringkan dengan penjemuran dan dihancurkan ditumbuk hingga diperoleh inokulum bubuk.
Dalam pembuatan tempe melibatkan jumlah Rhizopus dan strains. Hesseltine, 1965 menjabarkan 40 strains yang termasuk kedalam 6 spesies yang diperoleh selama
pembuatan tempe. Keenam spesies itu adalah Rhizopus Oligosporus, Rhizopus Stolonifer, Rhizopus Arrhizus, Rhizopus Oryzae, Rhizopus Formoesaensis dan
Rhizopus Achlamydosporus. Rhizopus oligosporus lebih sering digunakan di Indonesia karakteristiknya tidak mempunyai striations irregularly shaped
sporangiospores. Sporangiosporanya pendek, tidak bercabang dan rhizoidnya tumbuh berlawanan dan kurang panjang.
Rhizopus Oligosporus menghasilkan protease yang menguraikan protein kedelai selama fermentasi. Protein kasar yang larut dalam air meningkat sepuluh kali
lipat sebagai hasil fermentasi Van Buren et al 1972. Menunjukkan akumulasi peptida dan asam amino bebas. Rhizopus Oligosporus menggunakan xilosa, glukosa,
galaktosa, triolosa, selobiosa dan pati terlarut tetapi tidak stasiosa, rapinosa atau sukrosa. Hemiselulosa menurun selama fermentasi. Jamur menunjukkan aktivitas
yang kuat 1,3 lipase. Pada akhirnya 30 dari trigliserida dihidrolisa selama 3 hari waktu fermentasi. Atas dasar ini aktivitas hidrolitik yang kuat asam amino dan asam
lemak relatif konstan selama fermentasi. Kandungan serat seharusnya meningkat dengan berkembangnya miselium. Tempe memiliki aktivitas antioksidan yang kuat
dihidroksi isoflavon dan trihidroksi isoflavon dihasilkan selama fermentasi dan juga vitamin E alami di dalam kacang kedelai.
Thiamine menurun sebagai hasil dari pemanasan dan pemanfaatan oleh Rhizopus Oligosporus. Ribiplavin, niasin dan vitamin B-6 dan vitamin B-12
meningkat. Tempe lebih mudah dicerna dari pada kedelai yang dimasak. Menurunnya kandungan dan meningkatnya terlarut. Ratio efisiensi protein menunjukkan sedikit
atau tidak ada perubahan selama fermentasi. Tempe sangat mudah rusak sehingga harus dikonsumsi setelah derajat
fermentasi tercapai. Amonia dihasilkan sebagai fermentasi lanjutan pada temperatur kamar menjadikan tempe mempunyai bau dan rasa yang tidak enak. Tempe diiris dan
digoreng dengan minyak dan dimakan panas-panas. Tempe juga bisa dipotong dalam
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
bentuk kotak dan digunakan sebagai pengganti daging dalam sop atau dapat juga dipanggang Larry R.B, 1987.
2.2.3. Pengolah Tempe
1. Pengeringan Tempe
Pengeringan adalah suatu proses menghilangkan sebagian air dari suatu bahan. Tujuan utama pengeringan adalah menurunkan aktivitas air a
w
sampai pada tingkat tertentu, sehingga aktivitas mikroorganisme dan reaksi kimia serta biokimia yang terjadi
ditekan seminimal mungkin sampai produk menjadi lebih awet.
Tempe dapat diawetkan dengan cara pengeringan menggunakan alat pengering oven. Tempe yang akan dikeringkan mula-mula diiris-iris setebal 2,5 cm,
kemudian dikukus pada suhu 100 C selama 10 menit. Pengukusan ini penting, karena
menurut hasil penelitian Hermana et al. 1972 produk tempe kering yang dihasilkan tanpa perlakuan pengukusan ternyata mempunyai rasa pahit. Kemudian tempe
dikeringkan dengan oven pada suhu 70 C selama 6-10 jam. Hasil akhir merupakan
tempe kering yang mempunyai kadar air 4-8. Tingkat kadar air yang rendah ini memungkinkan tempe dapat disimpan pada suhu kamar dengan cara dibungkus
plastik selama berbulan-bulan tanpa terjadi perubahan warna dan cita rasa flavor. Jika akan dipakai, tempe kering tersebut harus direkonstitusi dengan cara perendaman
menggunakan air panas 90-100 C selama 5-10 menit.
2. Pembekuan tempe
Mula-mula tempe diiris-iris setebal 2-3cm dan di-blanching dengan merendam dalam air mendidih selama 5 menit untuk mengeninaktifkan kapang, enzim
proteolitik dan enzim lipolitik. Kemudian tempe dibungkus dengan plastik selofan dan dibekukan pada suhu -24 sampai -40
C. Setelah beku tempe dapat disimpan pada suhu beku selama 100 hari tanpa mengalami perubahan sifat-sifat organoleptik
penampakan, bau, warna dan rasa
3. Pengalengan rikan tempe
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
Pengalengan makanan adalah suatu proses pengawetan makanan dengan mengepak bahan makanan tersebut didalam wadah gelas atau kaleng yang dapat
ditutup secara hermetis sehingga kedap udara, dipanaskan sampai suhu yang cukup untuk menghancurkan mikroorganisme pembusuk dan patogen didalam bahan,
kemudian didinginkan dengan cepat untuk mencegah terjadinya ”over cooking” dari bahan makanan serta menghindari agar pemanasan yang diberikan tidak
mengakibatkan kerusakan nilai gizi pangan yang dikalengkan. Koswara, S; 1992
2.2.4. Peranan Enzim Pada Fermentasi Tempe
Enzim adalah katalis hayati yaitu substansi organik yang dihasilkan sel-sel hidup dalam jumlah yang kecil. Namun dalam jumlah sedikit pun, enzim mampu
mempercepat berlangsungnya suatu reaksi kimia. Sintesis enzim oleh Rhizopus sp. Merupakan aspek yang sangat penting dalam fermentasi kedelai menjadi tempe.
Selama masa inkubasi, molekul-molekul besar dan kompleks, seperti protein, karbohidrat dan lemak, dipecah menjadi komponen-komponen kecil asam-asam
amino, mono-disakarida, asam lemak yang lebih mudah dicerna dan diserap tubuh.
Salah satu spesies kapang Rhizopus oligosporus memegang peran penting, karena aktivitas protease dan lipasenya yang tinggi. Rasa kembung yang biasa diderita
setelah mengkonsumsi kedelai tidak dirasakan oleh konsumen tempe. Manfaat lain yang dapat diperoleh melalui fermnetasi tempe lebih dapat dinikmati cita rasanya
dibandingkan dengan kedelai rebus. Berbagai perubahan yang menguntungkan tersebut disebabkan oleh serangkaian reaksi enzimatis yang antara lain melibatkan
protease, karbohidrase dan lipase. Enzim -glukosidase berperan dalam pemecahan isoflavon glukosida dalam
kedelai menjadi aglikonnya selama fermentasi berlangsung. Wade, 1991 menuliskan bahwa kemampuan khusus yang dimilki -glukosidase memutuskan ikatan -
1,4glikosidik seperti yang terdapat pada isoflavon glikosida. Ebata dkk, 1972, menyatakan bahwa salah satu kapang penghasil pen
ghasil -glukosidase adalah Rhizopus sp. Fakta ini berhasil dideteksi keberadaan genistein setelah genistin
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
dicampur dengan ”crude enzim” dari fraksi cair pertumbuhan Rhizopus oligosporus. Murakami dkk, 1984, Barz dkk, 1990 dan Ewan dkk, 1992 memperkuat
penemuan ini dengan menyatakan bahwa pada fermentasi kedelai terjadi pembebasan senyawa isoflavon aglikon dari glikosidanya oleh -glukosidase. Selanjutnya
Wuryani, 1992 juga melaporkan kemampuan Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae dalam memecah ikatan glukosidik pada berbagai senyawa isoflavon yang
terkonyugasi dengan gula daidzin, acetyldaidzin, genistin dan acetylgenistin menjadi turunannya yang berbentuk aglikon. Besarnya perubahan yang terjadi sangat
dipengaruhi oleh aktivitas enzim yang dihasilkan kapang. Dalam upaya menghasilkan makanan fungsional yang kaya akan senyawa aktif isoflavon aglikon diperlukan
Rhizopus sp . Dengan aktivitas -glukosidase tinggi Bambang, hidayat; 2000.
Rhizopus ; Beberapa spesies hidup sebagai saprofit dan beberapa spesies lain hidup sebagai parasit pada tumbuh-tumbuhan. Rhizopus nigricans terdapat dimana-
mana, semula miseliumnya nampak seperti sekelompok kapas, lama-kelamaan koloni menjadi berwarna kehitam-hitaman karena banyaknya sporangium dan spora.
Rhizopus itu banyak menyerupai mucor, hanya miselium rhizopus terbagi-bagi atas stolon, yang menghasilkan alat-alat serupa akar rhizoida, dan sporangiopor. Di
Indonesia, Rhizopus oryzae merupakan ragi adonan untuk membuat tempe. Ragi untuk tempe terdiri atas berbagai spesies dari genus rhizopus dan genus mucor, kedua
genus ini masuk golongan Phycomycetes. Spesies ini dapat mengubah amilum menjadi dekstrosa, dapat memecah protein dan lemak yang ada didalam kedelai dan
kacang. Dengan demikian maka tempe itu seakan-akan lebih tersedia untuk dicernakan oleh perut kita Dwidjoseputro, 1987
2.3. Karbohidrat, Protein dan Lemak Bahan pembentukan Energi
2.3.1. Karbohidrat
Karbohidrat sebagai zat gizi merupakan nama sekelompok zat-zat organik yang mempunyai struktur molekul yang berbeda-beda, meski terdapat persamaan-
persamaan dari sudut kimia dan fungsinya. Semua karbohidrat terdiri atas unsur
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
Carbon C, HidrogenH dan OksigenO, yang pada umumnya mempunyai rumus kimia C
n
H
2
O
n
.
Karbohidrat yang terdapat dalam makanan pada umumnya ada tiga jenis yaitu monosakarida, disakarida dan polisakarida. Monosakarida dan disakarida terasa
manis, sedangkan polisakarida tidak mempunyai rasa tawar. Didalam bahan makanan nabati terdapat dua jenis polisakarida, yaitu yang dapat dicerna dan yang
tidak dapat dicerna. Yang dapat dicerna ialah zat tepung amylum dan dekstrin. Yang tidak dapat dicerna adalah selulosa, pentosan dan galaktan.
Sumber utama karbohidrat dalam makanan berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hanya sedikit saja yang termasuk bahan makanan hewani. Di dalam tumbuhan
karbohidrat mempunyai dua fungsi utama, ialah sebagai simpanan energi dan sebagai penguat struktur tumbuhan tersebut. Yang merupakan sumber energi terutama terdapat
dalam bentuk zat tepung amylum dan zat gula monosakarida dan disakarida. Timbunan zat tepung terdapat dalam biji, akar dan batang. Gula terdapat dalam daging
buah atau didalam cairan tumbuhan di dalam batang tebu Sediaoetama,A; 2008 Karbohidrat nabati didalam makanan manusia terutama berasal dari timbunan
yaitu biji, batang dan akar. Sumber yang kaya akan karbohidrat umumnya termasuk bahan makanan pokok. Bahan makanan pokok biasanya merupakan sumber utama
karbohidrat karena selain tinggi kadar amylumnya, juga dapat dimakan dalam jumlah besar oleh seseorang tanpa menimbulkan keluhan misalnya merasa mual . Bahan
makanan pokok di Indonesia dapat berupa beras serealia, akar dan umbi, serta ekstrak tepung, seperti sagu.
Kacang-kacangan juga mengandung banyak karbohidrat tetapi biasanya tidak sanggup dikonsumsi dalam jumlah besar karena memberikan keluhan-keluhan, seperti
banyak kentut, rasa berat diperut dan sebaginya. Buah-buahan juga banyak yang tinggi kandungan karbohidrat seperti pisang, nangka, durian, sawo dan sebagainya.
Kartasapoetra, 2008
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
Pati adalah timbunan karbohidrat pada tanaman yang terdiri dari dua macam molekul, sebagian kecil berupa amilosa dan bagian terbanyak berupa amilopektin.
Amilopektin mempunyai struktur mirip glikogen, tetapi dengan percabangan yang lebih sedikit. Pati merupakan sumber energi utama makanan manusia Robert W.M,
1996.
Ada beberapa cara analisis yang dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan karbohidrat dalam bahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan
cara perhitungan kasar Proximate analysis atau yang disebut Carbohydrate by Difference. Yang dimaksud dengan proximate analysis adalah suatu analisis dimana
kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi
melalui perhitungan, sebagai berikut :
Karbohidrat = 100 - Protein + Lemak + Abu + Air Perhitungan Carbohydrate by Difference adalah penentuan kadar karbohidrat
dalam bahan makanan secara kasar, dan hasilnya ini biasanya ini dicantumkan dalam daftar komposisi makanan Winarno, 1995.
2.3.2. Protein
Protein mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen, akan tetapi selain itu juga berisi Nitrogen. Protein merupakan molekul sangat besar, terbentuk dari banyak asam amino
yang terikat bersama Apriyantono, 1989.
Protein tumbuhan sangat beragam. Protein dapat diperoleh dari daun, serealia, biji-minyak, dan biji-bijian. Protein biji serealia pada umumnya berkandungan lisina
rendah. Protein kacang tanah kandungan lisina, triptopan, metionina, dan treoninanya yang rendah. Perbaikan nilai gizi sangat besar kadang-kadang dapat dicapai dengan
pencampuran berbagai produk secara bijaksana John M. deMan, 1997.
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
Nilai biologis bahan pangan kering tergantung pada metode pengeringan. Pemanasan yang terlalu lama pada suhu tinggi dapat mengakibatkan protein menjadi
berkurang dalam makanan. Perlakuan suhu rendah tehadap protein dapat menaikkan daya cerna protein dibandingkan dengan bahan aslinya Desrosier, N.W., 1988.
2.3.3. Analisa Protein
Penerapan jumlah protein dalam bahan makanan umumnya dilakukan berdasarkan peneraan empiris tidak langsung, yaitu melalui penentuan kandungan N yang ada
dalam bahan makanan. Penentuan dengan cara langsung atau absolut, misalnya dengan pemisahan, pemurnian atau penimbangan protein, akan memberikan hasil
yang lebih tepat tetapi sangat sukar, membutuhkan waktu lama, keterampilan tinggi dan mahal. Peneraan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah
dengan menentukan jumlah nitrogen N yang dikandung oleh suatu bahan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl, seorang ahli ilmu kimia Denmark pada
tahun 1883. Dalam penentuan protein seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan.
Dasar penentuan protein menurut Kjeldahl ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah menngandung N rata-
rata 16 dalam protein murni. Untuk senyawa-senyawa protein tertentu yang telah diketahui kadar unsur N nya, maka angka yang lebih tepat dapat dipakai. Apabila
jumlah unsur N dalam bahan telah diketahui maka jumlah protein dapat diperhitungkan dengan :
Jumlah N x 10016 atau jumlah N x 6,25 Untuk campuran senyawa-senyawa protein atau yang belum diketahui komposisi
unsur-unsurnya secara pasti, maka faktor perkalian 6,25 inilah yang dipakai. Sedangkan untuk protein-protein tertentu yang telah diketahui komposisinya dengan
lebih tepat maka faktor perkalian yang lebih tepatlah yang dipakai.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
1. Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO,
CO
2
dan H
2
O. Sedangkan nitrogennya N akan berubah menjadi NH
4 2
SO
4
. Asam sulfat yang dipergunakan diperhitungkan adanya bahan protein, lemak dan karbohdrat.
Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator Selenium. Dengan penambahan bahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi
sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Suhu destruksi berkisar antara 370-410 .
Penggunaan Selenium lebih reaktif, tetapi juga mempunyai kelemahan yaitu karena sangat cepatnya oksidasi maka nitrogennya justru mungkin ikut hilang. Hal ini dapat
diatasi dengan pemakaian Selenium yang sangat sedikit yaitu kurang dari 0,25 gram. Proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna.
Agar supaya analisa lebih lebih tepat maka pada tahap destruksi ini dilakukan pula perlakuan blanko yaitu untuk koreksi adanya senyawa N yang berasal dari reagenesia
yang digunakan.
Selama destruksi akan terjadi reaksi sebagai berikut : bila digunakan HgO. HgO + H
2
SO
4
HgSO
4
+ H
2
O 2HgSO
4
Hg
2
SO
4
+ SO
2
+ 2O
n
Hg
2
SO
4
+ 2H
2
SO
4
2HgSO
4
+ 2H
2
O + SO
2
CHON + O
n
+ H
2
SO
4
CO
2
+ H
2
O + NH
4 2
SO
4
2. Tahap Destilasi
Pada tahap destilalsi ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia NH
3
dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dipakai adalah asam borat 3 dalam jumlah yang berlebihan. Untuk mengetahui asam dalam
keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdistilasi sempurna dengan ditandai destilat
tidak bereaksi basis.
3. Tahap Titrasi
Banyak asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator BCG + MR. Akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. Selisih jumlah sampel dan blanko merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.
Sudarmadji, 1989
2.3.4. Lemak
Lemak sebagai bahan atau sumber pembentukan energi di dalam tubuh, yang dihasilkan tiap gram karbohidrat dan protein, tiap gram lemak menghasilkan 9 kalori,
1 gram karbohidrat dan protein menghasilkan 4 kalori. Jadi yang dihasilkan tiap gram lemak adalah ”dua seperempat kali” kali yang dihasilkan tiap gram kedua bahan atau
sumber pembentuk energi lainnya. Zat lemak di dalam tubuh terbentuk dari berbagai bahan makanan yang biasa dikonsumsi tiap harinya, untuk menentukan angka energi
dari tiap harinya. Kandungan unsur-unsur pada lemak yaitu unsur-unsur organik karbon, oksigen
dan hidrogen terikat dalam satu ikatan, disebut ikatan gliserida, kandungan unsur- unsur tersebut terdapat pula dalam karbohidrat dan protein. Apakah lemak itu
merupakan lemak sederhana atau merupakan lemak campuran simpel or mixed fat macam asam lemak yang dikandungnya itu mempengaruhi sifat fisik dan kimiawinya,
sedang sifat fisik lemak itu adalah sangat penting karena mempengaruhi proses pemanfaatan lemak itu adalah sangat penting karena mempengaruhi proses
pemanfaatan lemak di dalam tubuh. Sebagai contoh dari sangat pentingnya sifat lemak itu sehubungan dengan pengaruhnya terhadap proses pemanfaatan lemak di dalam
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
tubuh. Jika sekiranya lemak yang diterima tubuh merupakan lemak yang sudah teremulsi, maka lemak tersebut akan lebih mudah dicerna dibanding lemak yang tidak
teremulsi. Lemak yang tidak atau belum teremulsi dapat dicerna lebih lanjut dalam tubuh sangat memerlukan cairan empedu Kartasapoetra, 2008.
Defisiensi lemak dalam tubuh akan mengurangi ketersediaan energi dan mengakibatkan terjadinya katabolismeperombakan protein. Cadangan lemak akan
semakin berkurang dan lambat laun terjadi penurunan berat badan. Defisiensi asam lemak akan menggangu pertumbuhan, dan menyebabkan terjadinya kelainan pada
kulit, umumnya pada balita terjadi luka ”Eczematous” pada kulit Suhardjo, 1992.
2.4. Analisa air
Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa dalam pengolahan pangan air tersebut sering dikeluarkan
atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan pengeringan. Pengurangan air disamping bertujuan mengawetkan juga mengurangi besar dan berat
bahan pangan sehingga memudahkan dan menghemat pengepakan Winarno, 1980.
Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan metode pengeringan Thermogravimetri prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan
pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan.
Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan maka
dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan demikian akan diperoleh hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya.
Sudarmadji, 1989
2.5. Abu