Protein Lemak Karbohidrat, Protein dan Lemak Bahan pembentukan Energi

Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009. Pati adalah timbunan karbohidrat pada tanaman yang terdiri dari dua macam molekul, sebagian kecil berupa amilosa dan bagian terbanyak berupa amilopektin. Amilopektin mempunyai struktur mirip glikogen, tetapi dengan percabangan yang lebih sedikit. Pati merupakan sumber energi utama makanan manusia Robert W.M, 1996. Ada beberapa cara analisis yang dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan karbohidrat dalam bahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan cara perhitungan kasar Proximate analysis atau yang disebut Carbohydrate by Difference. Yang dimaksud dengan proximate analysis adalah suatu analisis dimana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan, sebagai berikut : Karbohidrat = 100 - Protein + Lemak + Abu + Air Perhitungan Carbohydrate by Difference adalah penentuan kadar karbohidrat dalam bahan makanan secara kasar, dan hasilnya ini biasanya ini dicantumkan dalam daftar komposisi makanan Winarno, 1995.

2.3.2. Protein

Protein mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen, akan tetapi selain itu juga berisi Nitrogen. Protein merupakan molekul sangat besar, terbentuk dari banyak asam amino yang terikat bersama Apriyantono, 1989. Protein tumbuhan sangat beragam. Protein dapat diperoleh dari daun, serealia, biji-minyak, dan biji-bijian. Protein biji serealia pada umumnya berkandungan lisina rendah. Protein kacang tanah kandungan lisina, triptopan, metionina, dan treoninanya yang rendah. Perbaikan nilai gizi sangat besar kadang-kadang dapat dicapai dengan pencampuran berbagai produk secara bijaksana John M. deMan, 1997. Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009. Nilai biologis bahan pangan kering tergantung pada metode pengeringan. Pemanasan yang terlalu lama pada suhu tinggi dapat mengakibatkan protein menjadi berkurang dalam makanan. Perlakuan suhu rendah tehadap protein dapat menaikkan daya cerna protein dibandingkan dengan bahan aslinya Desrosier, N.W., 1988.

2.3.3. Analisa Protein

Penerapan jumlah protein dalam bahan makanan umumnya dilakukan berdasarkan peneraan empiris tidak langsung, yaitu melalui penentuan kandungan N yang ada dalam bahan makanan. Penentuan dengan cara langsung atau absolut, misalnya dengan pemisahan, pemurnian atau penimbangan protein, akan memberikan hasil yang lebih tepat tetapi sangat sukar, membutuhkan waktu lama, keterampilan tinggi dan mahal. Peneraan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan menentukan jumlah nitrogen N yang dikandung oleh suatu bahan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl, seorang ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883. Dalam penentuan protein seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Dasar penentuan protein menurut Kjeldahl ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah menngandung N rata- rata 16 dalam protein murni. Untuk senyawa-senyawa protein tertentu yang telah diketahui kadar unsur N nya, maka angka yang lebih tepat dapat dipakai. Apabila jumlah unsur N dalam bahan telah diketahui maka jumlah protein dapat diperhitungkan dengan : Jumlah N x 10016 atau jumlah N x 6,25 Untuk campuran senyawa-senyawa protein atau yang belum diketahui komposisi unsur-unsurnya secara pasti, maka faktor perkalian 6,25 inilah yang dipakai. Sedangkan untuk protein-protein tertentu yang telah diketahui komposisinya dengan lebih tepat maka faktor perkalian yang lebih tepatlah yang dipakai. Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi. Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.

1. Tahap destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO 2 dan H 2 O. Sedangkan nitrogennya N akan berubah menjadi NH 4 2 SO 4 . Asam sulfat yang dipergunakan diperhitungkan adanya bahan protein, lemak dan karbohdrat. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator Selenium. Dengan penambahan bahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Suhu destruksi berkisar antara 370-410 . Penggunaan Selenium lebih reaktif, tetapi juga mempunyai kelemahan yaitu karena sangat cepatnya oksidasi maka nitrogennya justru mungkin ikut hilang. Hal ini dapat diatasi dengan pemakaian Selenium yang sangat sedikit yaitu kurang dari 0,25 gram. Proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna. Agar supaya analisa lebih lebih tepat maka pada tahap destruksi ini dilakukan pula perlakuan blanko yaitu untuk koreksi adanya senyawa N yang berasal dari reagenesia yang digunakan. Selama destruksi akan terjadi reaksi sebagai berikut : bila digunakan HgO. HgO + H 2 SO 4 HgSO 4 + H 2 O 2HgSO 4 Hg 2 SO 4 + SO 2 + 2O n Hg 2 SO 4 + 2H 2 SO 4 2HgSO 4 + 2H 2 O + SO 2 CHON + O n + H 2 SO 4 CO 2 + H 2 O + NH 4 2 SO 4

2. Tahap Destilasi

Pada tahap destilalsi ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia NH 3 dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009. selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dipakai adalah asam borat 3 dalam jumlah yang berlebihan. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdistilasi sempurna dengan ditandai destilat tidak bereaksi basis.

3. Tahap Titrasi

Banyak asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator BCG + MR. Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. Selisih jumlah sampel dan blanko merupakan jumlah ekuivalen nitrogen. Sudarmadji, 1989

2.3.4. Lemak

Lemak sebagai bahan atau sumber pembentukan energi di dalam tubuh, yang dihasilkan tiap gram karbohidrat dan protein, tiap gram lemak menghasilkan 9 kalori, 1 gram karbohidrat dan protein menghasilkan 4 kalori. Jadi yang dihasilkan tiap gram lemak adalah ”dua seperempat kali” kali yang dihasilkan tiap gram kedua bahan atau sumber pembentuk energi lainnya. Zat lemak di dalam tubuh terbentuk dari berbagai bahan makanan yang biasa dikonsumsi tiap harinya, untuk menentukan angka energi dari tiap harinya. Kandungan unsur-unsur pada lemak yaitu unsur-unsur organik karbon, oksigen dan hidrogen terikat dalam satu ikatan, disebut ikatan gliserida, kandungan unsur- unsur tersebut terdapat pula dalam karbohidrat dan protein. Apakah lemak itu merupakan lemak sederhana atau merupakan lemak campuran simpel or mixed fat macam asam lemak yang dikandungnya itu mempengaruhi sifat fisik dan kimiawinya, sedang sifat fisik lemak itu adalah sangat penting karena mempengaruhi proses pemanfaatan lemak itu adalah sangat penting karena mempengaruhi proses pemanfaatan lemak di dalam tubuh. Sebagai contoh dari sangat pentingnya sifat lemak itu sehubungan dengan pengaruhnya terhadap proses pemanfaatan lemak di dalam Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009. tubuh. Jika sekiranya lemak yang diterima tubuh merupakan lemak yang sudah teremulsi, maka lemak tersebut akan lebih mudah dicerna dibanding lemak yang tidak teremulsi. Lemak yang tidak atau belum teremulsi dapat dicerna lebih lanjut dalam tubuh sangat memerlukan cairan empedu Kartasapoetra, 2008.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Variasi Konsentrasi Surfaktan pada Ukuran Partikel dan Efisiensi Penjerapan Niosom yang Mengandung Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Nangka (Artocarpus Heterophyllus)

11 34 69

Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Pada Pembuatan Bioetanol dari Biji Nangka (Arthocarpus Heterophyllus,Lmk)

7 35 84

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK YOGHURT TEMPE DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK BUAH NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DAN Uji Kadar Protein Dan Organoleptik Yoghurt Tempe Dengan Penambahan Ekstrak Buah Nangka (Artocarpus heterophyllus) Dan Konsentrasi Starte

0 2 16

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK YOGHURT TEMPE DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK BUAH NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DAN Uji Kadar Protein Dan Organoleptik Yoghurt Tempe Dengan Penambahan Ekstrak Buah Nangka (Artocarpus heterophyllus) Dan Konsentrasi Starte

0 4 12

Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Pada Pembuatan Bioetanol dari Biji Nangka (Arthocarpus Heterophyllus,Lmk)

0 0 16

Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Pada Pembuatan Bioetanol dari Biji Nangka (Arthocarpus Heterophyllus,Lmk)

0 0 2

Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Pada Pembuatan Bioetanol dari Biji Nangka (Arthocarpus Heterophyllus,Lmk)

0 0 7

Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Pada Pembuatan Bioetanol dari Biji Nangka (Arthocarpus Heterophyllus,Lmk)

0 0 20

Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Pada Pembuatan Bioetanol dari Biji Nangka (Arthocarpus Heterophyllus,Lmk)

1 2 4

Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Pada Pembuatan Bioetanol dari Biji Nangka (Arthocarpus Heterophyllus,Lmk)

0 1 11