Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
4. Tempe berbau : Terlalu lama fermentasi amoniak atau alkohol, suhu terlalu tinggi, alat tidak bersih, kadar air terlalu tinggi.
5. Tempe pecah-pecah : Pencampuran laru tidak merata, pertumbuhan kapang tidak merata, suhu ruang inkubasi tidak merata, lubang aerasi dan pergerakan udara
dalam ruang tidak merata. 6. Tempe terlalu panas : pengatur suhu, kelembaban, ventilasi overheating tidak
baik, suhu terlalu tinggi, inkubasi terlalu tertutup, bahan terlalu banyak. 7. Tempe beracun : Bahan atau laru terkontaminasi mikroba patogen, bahan beracun,
laru terlalu lemah keaktifannyaterlalu sedikit sehingga justru mikroba berbahaya yang tumbuh, ruang dan alat tidak higienis. Rizal, Syarief;1999
2.2.2. Laru Tempe
Dalam pembuatan tempe dikenal beberapa macam laru atau inokulum yang dapat digunakan. Penggunaan laru atau inokulum yang baik sangat penting untuk
menghasilkan tempe dengan kualitas yang baik. Secara tradisional masyarakat Indonesia membuat laru tempe dengan menggunakan tempe yang sudah jadi. Tempe
tersebut diris-iris tipis, dikeringkan dengan oven pada suhu 40-45
o
C atau dijemur sampai kering, digiling menjadi bubuk halus dan hasilnya digunakan sebagai
inokulum bubuk. Disamping itu, dibeberapa daerah digunakan juga miselium kapang yang tumbuh dipermukaan tempe diambil dengan cara mengiris permukaan tempe
tersebut, kemudian irisan permukaan yang diperoleh dijemur, digiling dan digunakan sebagai inokulum bubuk.
Di Jawa tengah banyak digunakan inokulum tempe yang disebut usar. Secara tradisional usar dibuat dengan membiarkan spora kapang dari udara tumbuh pada
kedelai matang yang ditaruh diantara dua lapis daun waru hibiscus sp dan jati Tectona grandis. Permukaan bagian bawah kedua daun tersebut memiliki rambut-
rambut halus trikoma tempat spora dan miselium kapang dapat melekat.
Usar dibuat dengan cara sebagai berikut : Tempatkan daun waru atau daun jati diatas tampah bambu dengan permukaan bagian bawah menghadap keatas.
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
Kemudian ditiap permukaan daun disebarkan sejumlah kedelai matang dan lunak. Setelah itu masing-masing daun ditutup dengan daun lain yang berukuran sama
dengan permukaan bawahnya menutupi kedelai. Setelah itu masing-masing pasangan daun dibungkus dengan plastik berlubang dan dibiarkan terfermentasi selama 12-24
jam. Selama fermentasi kapang akan tumbuh pada kedelai dan permukaan bawah daun yang mempunyai trikoma. Setelah dikeringkan dijemur usar siap digunakan sebagai
inokulum.
Inokulum tempe merupakan kumpulan spora kapang yang memegang peranan penting dalam pembuatan tempe karena dapat memepengaruhi mutu tempe
yang dihasilkan. Jenis kapang memegang peranan utama dalam pembuatan tempe adalah Rhizophus oligosporus dan Rhizophus orizae, sedangkan jenis kapang lain
yang juga terdapat adalah Rhizophus stolonifer dan Rhizophus arrhizus.
Miselium Rhizophus oryzae jauh lebih panjang dari pada Rhizophus oligosporus sehingga tempe yang dihasilkan kelihatan lebih padat dari pada apabila
hanya Rhizophus oligosporus yang digunakan. Tetapi apabila diutamakan peningkatan nilai gizi protein kedelai, maka Rhizophus oligosporus memegang peranan tersebut.
Hal ini disebabkan selama proses fermentasi Rhizophus oligosporus mensintesis enzim protease pemecahan protein lebih banyak, sedangkan Rhizophus orizae lebih
banyak mensintesis enzim alfa-amilase pemecah pati. Oleh karena itu sebaiknya dipakai keduanya dengan kadar Rhizophus oligosporus lebih banyak 1:2.
Inokulum bubuk yang dibuat dari hancuran tempe kering dapat diperbanyak dengan cara sebagai berikut : Sebanyak 1 kg beras ditambah 1 liter air. Kemudian
diaron sampai semua airnya terserap oleh beras, lalu dikukus sampai matang dan dituangkan keatas tampah bambu dan dibiarkan sampai dingin. Setelah dingin ditaburi
dengan inokulum bubuk sebanyak 1 gram per 1 kg subsrat nasi, lalu diaduk merata. Untuk 1 kg substrat digunakan 4 buah tampah dengan diameter 50 cm. Tampah ini
kemudian ditutup dengan tampah lain, lalu dibungkus dengan kertas koran dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 3 hari. Selanjutnya substrat yang telah penuh
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
dengan spora tersebut dikeringkan dengan penjemuran dan dihancurkan ditumbuk hingga diperoleh inokulum bubuk.
Dalam pembuatan tempe melibatkan jumlah Rhizopus dan strains. Hesseltine, 1965 menjabarkan 40 strains yang termasuk kedalam 6 spesies yang diperoleh selama
pembuatan tempe. Keenam spesies itu adalah Rhizopus Oligosporus, Rhizopus Stolonifer, Rhizopus Arrhizus, Rhizopus Oryzae, Rhizopus Formoesaensis dan
Rhizopus Achlamydosporus. Rhizopus oligosporus lebih sering digunakan di Indonesia karakteristiknya tidak mempunyai striations irregularly shaped
sporangiospores. Sporangiosporanya pendek, tidak bercabang dan rhizoidnya tumbuh berlawanan dan kurang panjang.
Rhizopus Oligosporus menghasilkan protease yang menguraikan protein kedelai selama fermentasi. Protein kasar yang larut dalam air meningkat sepuluh kali
lipat sebagai hasil fermentasi Van Buren et al 1972. Menunjukkan akumulasi peptida dan asam amino bebas. Rhizopus Oligosporus menggunakan xilosa, glukosa,
galaktosa, triolosa, selobiosa dan pati terlarut tetapi tidak stasiosa, rapinosa atau sukrosa. Hemiselulosa menurun selama fermentasi. Jamur menunjukkan aktivitas
yang kuat 1,3 lipase. Pada akhirnya 30 dari trigliserida dihidrolisa selama 3 hari waktu fermentasi. Atas dasar ini aktivitas hidrolitik yang kuat asam amino dan asam
lemak relatif konstan selama fermentasi. Kandungan serat seharusnya meningkat dengan berkembangnya miselium. Tempe memiliki aktivitas antioksidan yang kuat
dihidroksi isoflavon dan trihidroksi isoflavon dihasilkan selama fermentasi dan juga vitamin E alami di dalam kacang kedelai.
Thiamine menurun sebagai hasil dari pemanasan dan pemanfaatan oleh Rhizopus Oligosporus. Ribiplavin, niasin dan vitamin B-6 dan vitamin B-12
meningkat. Tempe lebih mudah dicerna dari pada kedelai yang dimasak. Menurunnya kandungan dan meningkatnya terlarut. Ratio efisiensi protein menunjukkan sedikit
atau tidak ada perubahan selama fermentasi. Tempe sangat mudah rusak sehingga harus dikonsumsi setelah derajat
fermentasi tercapai. Amonia dihasilkan sebagai fermentasi lanjutan pada temperatur kamar menjadikan tempe mempunyai bau dan rasa yang tidak enak. Tempe diiris dan
digoreng dengan minyak dan dimakan panas-panas. Tempe juga bisa dipotong dalam
Salma Hayati : Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka Artocarpus Heterophyllus Dan Penentuan Kadar Zat Gizinya, 2009.
bentuk kotak dan digunakan sebagai pengganti daging dalam sop atau dapat juga dipanggang Larry R.B, 1987.
2.2.3. Pengolah Tempe