Nilai Historis PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN

kemenyan “duramen” dengan kisaran harga antara Rp. 30.000,- sampai dengan Rp. 45.000,- perkilogramnya. Selanjutnya para toke menjual kemenyan yang telah dibeli dari masyarakat dijual ke penampung yang ada di Kota Dolok Sanggul. Dari Kota Dolok Sanggul, menurut informasi dari para toke, kemenyan tersebut langsung di ekspor keluar negeri. Beberapa negara tujuan ekspor kemenyan adalah; Mesir, Arab Saudi dan beberapa negara yang ada di Benua Eropa. Adapun kegunaannya adalah sebagai salah satu bahan untuk pencampur pembuatan parfum. Bab IV KEARIFAN TRADISIOANAL DALAM PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN

4.1. Nilai Historis

Universitas Sumatera Utara Pada masyarakat di kec.Siempat Rube kemenyan merupakan salah satu mata pencaharian, sehingga kemenyan penting untuk diusahai dan dilestarikan. Pada zaman Belanda kemenyan sangat berharga nilai jual yang tinggi, hampir setara dengan emas. Petani kemenyan pada masa itu sukses dan menimbulkan persepsi bahwa penduduk yang memeiliki hutan kemenyan kebun yang luas dianggap kaya dan terhormat pada masa itu. Sehingga banyak penduduk yang menanam kemenyan dan mengusahainya, tetapi dengan kerumitan dan membutuhkan keterampilan yang khusus, tidak semua petani kemenyan dapat menghasilkan getah kemenyan. Kemenyan yang ada sekarang merupakan peninggalan nenek moyang mereka. Tidak adalagi yang ditanam atau dengan kata lain kemenyan tumbuh sendiri dengan baik di hutan dan tersebar hampir seluruh hutan yang berada di kec. Siempat rube. Hutan kemenyan yang diwarisi dari nenek moyangnya semua diusahai. Menurut petani kemenyan yang bernama s.tindaon mengatakan “ kenah rogi mo ko molo oda ijemah ko pinunkah ni pertua” kena rugi”musibah” la kau apa bila tidak mengerjakan lahan atau ladang yang diwariskan oleh orang tuamu. Apabila tidak diusahai akan menimbulkan dampak yang negatif pada keturunan yang tidak menjaga amanah nenek mereka. Sehingga petani atau pemilik lahan hutan kemenyan mengelola lahan miliknya dan apabila tidak di kelola sendiri delleng hutan kemenyan disewakan kepada orang yang ingin mengelola lahan tersebut. Petani yang menyewakan dellengnya biasanya mereka kurang paham dengan cara-cara pengelolaan hutan kemenyan. Dengan adanya ketidak mampuan tersebut sehingga menimbulkan adanya sisitem sewa tanah Menyewa. Besarnya harga sewa tergantung atas kesepakatan kedua belah pihak yang terlibat. Apabila pihak yang mempunyai lahan memiliki hubungan keluarga dengan pihak penyewa patron dan klien biasanya harga sewa lahan dapat berkurang dari kebiasaan yang berlaku. Sewa sedangkan masih ada keluarga yang tidak mempunyai lahan pertanian. Universitas Sumatera Utara Biasanya keluarga yang tidak mempunyai lahan adalah pendatang. Selai menyewa petani juga mengenal istilah memimjamkan. Sistem meminjamkan lahan sering juga terjadi diantara orang yang bersaudara. Contohnya seorang laki-laki yang berkeluarga mempunyai saudara perempuan yang berkeluarga, maka ia meminjamkan lahannya. Tetapi ada juga pihak pendatang yang bekerja sebagai buruh tani dan bekerja dalam waktu yang lama kepada salah seorang pemilik lahan yang luas, maka ia akan diberi kekuasaan atas lahan tersebut untuk dikelolanya sendiri.

4.2. Nilai Sosial Ekonomi