Pengolahan Lahan Pengelohan Hutan Kemenyan

adatKepala DesaPemerintah berwenang di tingkat desa atau kuta, mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh si keluarga yang akan menggunakan tanah ulayat tersebut. Setelah masyarakat mendapat izin dari pihak adat yang berwenang, maka pemberian izin tersebut juga harus diberitahukan kepada masyarakat adat yang ada. Bahwa tanah ulayat telah atau ada masyarakat yang mengusahakan. Hal ini untuk menghindari adanya pengelolaan atau pengusahaan akan tanah adat secara ganda. Agar masyarakat tahu bahwa satu keluarga atau seseorang telah menggunakan tanah ulayat tersebut diharuskan memberi makan pada masyarakat atau sejenis jamuan masyarakat. Selanjutnnya masalah batas tanah di tentukan berdasarkan kondisi tanah yang akan dikelola. Adapun bentuk batasnya diharapkan adanya batas yang ditandai oleh alam. Seperti sungai, bukit dan lembah. Namun, terkadang jika tidak bisa semua batas ditandai dengan bentang alam, maka akan dibuat sendiri berdasarkan kesepakatan bersama antara tokoh adat, orang yang akan mengelola dan anggota masyarakat. Adapun jika telah ada seperti sungai dan bukit atau lembah di sisi lain, maka akan ditambahkan tanaman bambu dan pembuatan parit di sisi batas lain. Sebagai contoh; jika satu keluarga dapat tanah yang luas dan datar, maka itulah jadi lahan untuk dikelola serta juga berdasarkan permintaan si pengelola dan di setujui oleh tokoh adat. Namun yang perlu diingat bahwa tanah adat tersebut hanya bisa diolah dan diambil hasilnya saja atau hak guna usaha HGU. Tanah ulayat tersebut tidak bisa dipindah- tangankan seperti tanah pribadi jika tak terpakai lagi. Jika tanah ulayat tersebut tidak terpakai atau tidak diusahakan lagi pengelolaannya, maka tanah tersebut dikembalikan pada adat agar dapat digunakan oleh masyarakat lainnya.

3.2.2. Pengolahan Lahan

Universitas Sumatera Utara Petani kemenyan di Kecamatan Siempat Rube tidak ada melakukan pengelolaan lahan yang intensif terhadap tenaman kemenyan. Petani melakukan pengelolaan berdasarkan proses yang biasa dilakukan dalam pertanian. Dalam pengelolaan lahan petani mengenal dua cara yaitu 1. Menggunakan lahan sebagi lahan pertanian. 2. Cara alamiah 1. Menggunakan lahan sebagai lahan pertanian terlebih dahulu buatan. Dalam pembukaan lahan masyarakat mempunyai tahapan-tahapan yang rutin dilakukan oleh petani untuk membuka lahan baru ataupun lahan yang sudah dikelola buatan sebelum dikembalikan jadi hutan lagi. Adapun tahapan-tahapannya adalah: • Tahapan pertama dinamakan merabi Tahap awal untuk membersihkan tumbuhan-tumbuhan kecil agar mempermudah menebang pohon-pohon besar untuk dijadikan lahan pertanian atau biasa juga disebut mengerintis. • Tahapan kedua dinamakan mertaba tumabah Pada tahapan ini kayu-kayu atau pohon yang besar-besar ditebang lalu dipotong- potong selanjut disingkirkan ataupun dibawa pulang ke rumah untuk dijadikan kayu bakar. • Tahapan ketiga dinamakan menunutung Membakar sisa kayu yang tertinggal seperti ranting, dahan dan tumbuh-tumbuhan lainnya yang tidak bisa dijadikan kayu bakar. • Tahapan keempat dinamakan mengkais Sisa pembakaran dibersihkan atau dikumpulkan pada satu tempat yang kelak akan digunakan sebagai kompos untuk tanaman palawija yang akan ditanam di lahan tersebut. Tujuan utama mengkais adalah agar lahan menjadi bersih. Setiap tahapan yang satu ke tahapan selanjutnya mempunyai rentang waktu. Rentang waktu dari merabimengenritis ke mertaba adalah selama lebih kurang memakan waktu Universitas Sumatera Utara selama dua minggu. Tahapan mertaba ke tahapan menutung selama lebih kurang tiga minggu, tahapan menutung ke mengkais biasanya selama lenih kurang dua minggu. Jadi secara keseluruhan waktu dari pembukaan lahan sampai penanaman memakan waktu kurang lebih tujuh minggu. Jenis tanaman yang dibuat petani sebelum mengembalikan lahan yang mereka buaka menjadi hutan kembali tentu tidak sama setiap petani. Petani biasanya menanam tanaman muda atau palawija yang dapat di panen maksimal 2x dalam setahun untuk membantu perekonomian keluarga. Jenis-jenis tanaman tersebut adalah: kopi, jeruk, jagung, nilam, gambir, dan yang lainya. Selain dari pada tanaman tersebut, petani juga menyisipkan bibit kemenyan dengan jarak 2 m setiap batang yang di dapat dari hutan. Setelah bibit kemeyan besar maka lahan tersebut dibiarkan dan tidak dikelolah lagi. Sehingga pertumbuhan kemenyan tidak terganggu dan dapat dikelolah lagi pengambilan getah kemnyan. 2. Secara alami atau lahan hutan Petani tidak membuka hutan untuk dijadikan lahan penanaman kemenyan tetapi petani telah mendapatkan kemenyan yang berada di hutan yang berada di sekitar penduduk, hanya tinggal mengelolah saja. Karena hutan tersebut bukan milik pribadi melainkan milik marga. Sehingga bibit yang didapat tidak ada yang dilakukan pembibitan khusus melainkan diperoleh dari alam. Petani biasanya hanya mengatur jarak pohon kemenyan karena pohon kemenyan kurang bagus apabiala jarak terlalu dekat, atau petani menebang bibit tersebut agar tidak tumbuh lagi apa bila pohon kemenyan yang produktif masih banyak.

3.3. Pengelolaan kemenyan