Biografi Quraish Shihab M. Quraish Shihab

mempunyai perkembangan yang segnifikan. Baik di pesantren atau diperguruan tinggi.Keadaan kian diperburuk oleh kecenderungan menghakimi pendapat yang berbeda, terkadang sampai menghakimi kafir kepada segolongan orang. Di dalam kajian tafsir ada geliat yang cukup menarik. Dalam lima dekade terkhir ini ada dua tafsir yang ditulis oleh sarjana Indonesia, yakni tafsir al-Azhar karya Buya Hamka, dan tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab. Kedua tafsir ini patut mendapat apresiasi karena tafsir ini mencerminkan perkembangan mutakhir dalam pendekatan terhadap al- Qur’an. Dalam rangka memahami aspek-aspek Aqidah, Syari’ah, dan akhlak yang terkandung dalam al-Qur’an, Quraish Shihab menggunakan pendekatan melalui ketelitian dan keindahan redaksi al- Qur’an, isyarat ilmiah, dan pemberitaan hal gaib masa lalu dan masa mendatang. Ketiga pendekatan ini sangat dominan mewarnai penafsiran yang dilakukan. Tema yang diusung oleh tafsir ini adalah Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an. 23

3. Metode dan Corak Penulisan

Tafsir al-Mishbah merupakan tafsir yang didasarkan pada karya-karya ulama modern dan kontemporer. Seperti Sayyid Muhammad Thanthawi pemimpin tertinggi al-Azhar, Syekh Mutawalli asy- Sya’rawi, Sayyid Qutb, Muhammad Thahir ibn Asyur, Sayyid Muhammad Hussein at penafsih- Thabathaba’i, dan beberapa mufasir lainnya. Selain itu penafsiran yang dilakukan oleh Quraish Shihab berdasarkan pada pemikirannya sendiri. Maka bisa disebut bahwa tafsir al-Mishbah merupakan tafsir bi al- ra’yi. 24 Kata al- ra’yu berarti kebebasan pemikiran, cenderung berkonotasi pada rasionalitas ijtihad terhadap bayan al- Qur’an. Al-Qur’an dianggap sebagai teks 23 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 276 24 Quraish Shihab, Muqaddimah Tafsir al-Mishbah, h. xiii yang fleksibel yang memberi ruang gerak secara bebas bagi mufassir untuk menentukan dan memberi bayan sesuai dengan kepentingannya. Kemampuan tata bahasa, retorika, etimologi, konsep yurisprudensi, dan pengetahuan tentang hal- hal yang berkaitan dengan wahyu dan aspek-aspek lainnya menjadi pertimbangan para mufasir. Dengan demikian latar belakang pendidikan mufasir sangat mempengaruhi. Tafsir bi al- ra’yi mempunyai ranah yang cukup luas jika dibandingkan dengan tafsir bi al ma’tsur. Hal ini disebabkan landasan dan pijakan jenis tafsir ini adalah ijtihad, tafakkur, dan istinbath yang ada pada masing-masing mufasir. Menafsirkan al- Qur’an dengan metode ini dikenal juga dengan tafsir al-Qur’an bi al-Lughah. Sebab al- Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab, sehingga pemahaman yang kuat terhadap bahasa arab menjadi mutlak dibutuhkan. Tetapi tidak cukup dengan hal itu. Para ulama tafsir telah menyimpulkan berbagai kaidah untuk model penafsiran ini agar tidak menyimpang dari semestinya. Salah satunya adalah menjadikan asbab al-Nuzul sebagai panduan dalam memahami teks al- Qur’an. 25 Metodologi tafsir yang digunakan tafsir ini adalah metode tahlili, yaitu menafsirkan ayat demi ayat sesuai dengan susunannya dalam setiap surat. Penekanan dalam uraian tafsir itu adalah pada pengertian kosa kata dalam ungkapan al- Qur’an dengan merujuk kepada pandangan pakar bahasa dan ulama tafsir, kemudian memperhatikan bagaimana kosa kata atau ungkapan itu digunakan. Metode ini sengaja dipilih oleh Quraish Shihab karena ia ingin 25 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 281 mengungkapkan isi al- Qur’an secara rinci agar petunjuk-ptunjuk yang tergantung di dalamnya dapat dijelaskan dan dipahami pembacanya. 26 Dengan demikian yang dimaksud dengan metode tahlili atau analisis adalah penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat al- Qur’an dari sekian banyak seginya yang ditempuh oleh mufasir dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutannya di dalam mushaf melalui penafsiran kosa kata. Penjelasan asbab al- nuzul, munasabah, serta kandungan ayat tersebut sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir.Tafsir al-Mishbah tidak menitikberatkan kepada sebuah madzhab penafsiran saja. Dalam arti bahwa Quraish Shihab sepertinya ingin tampil dengan gaya penafsiran baru, tafsir madzhab Indonesia. 27 Menyadari kelemahan dari metode tahlili, maka Quraish Shihab memberikan tambahan lain dalam metode tafsrinya, yaitu dengan metode maudhu’i. Menurutnya metode ini memiliki keistimewaan yaitu menghindarkan yang terdapat pada metode lain. Dengan dasar tersebut Qurasih Shihab berusaha menghidangkan bahasan tiap surat dengan menjelaskan tujuan dan tema surat. 28 Secara umum dapat dikatakan tafsir di Indonesia banyak terpengaruh oleh corak tafsir dari Mesir, yaitu banyak memakai corak tafsir adabi ijtima’i sastra- kemasyarakatan. Corak ini pertama kali dipandang sebagai corak tafsir kontemporer. Tafsir dengan corak ini digunakan agar al- Qur’an lebih dekat dengan masyarakat dan juga dapat menjawab problematika yang umat rasakan. 26 Hamdani Anwar, Telaah Kritis Terhadap Quraish Shihab dalam Mimbar Agama dan Budaya, h. 182 27 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 286 28 M. Quraish Shihab, Membumikan al- Qur’an, h. 117