Riwayat Penulisan Tafsir al-Mishbah
mengungkapkan isi al- Qur’an secara rinci agar petunjuk-ptunjuk yang tergantung
di dalamnya dapat dijelaskan dan dipahami pembacanya.
26
Dengan demikian yang dimaksud dengan metode tahlili atau analisis adalah penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat al-
Qur’an dari sekian banyak seginya yang ditempuh oleh mufasir dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai
urutannya di dalam mushaf melalui penafsiran kosa kata. Penjelasan asbab al- nuzul, munasabah, serta kandungan ayat tersebut sesuai dengan keahlian dan
kecenderungan mufasir.Tafsir al-Mishbah tidak menitikberatkan kepada sebuah madzhab penafsiran saja. Dalam arti bahwa Quraish Shihab sepertinya ingin
tampil dengan gaya penafsiran baru, tafsir madzhab Indonesia.
27
Menyadari kelemahan dari metode tahlili, maka Quraish Shihab memberikan tambahan lain dalam metode tafsrinya, yaitu dengan metode
maudhu’i. Menurutnya metode ini memiliki keistimewaan yaitu menghindarkan yang terdapat pada metode lain. Dengan dasar tersebut Qurasih Shihab berusaha
menghidangkan bahasan tiap surat dengan menjelaskan tujuan dan tema surat.
28
Secara umum dapat dikatakan tafsir di Indonesia banyak terpengaruh oleh corak tafsir dari Mesir, yaitu banyak memakai corak tafsir
adabi ijtima’i sastra- kemasyarakatan. Corak ini pertama kali dipandang sebagai corak tafsir
kontemporer. Tafsir dengan corak ini digunakan agar al- Qur’an lebih dekat
dengan masyarakat dan juga dapat menjawab problematika yang umat rasakan.
26
Hamdani Anwar, Telaah Kritis Terhadap Quraish Shihab dalam Mimbar Agama dan Budaya, h. 182
27
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 286
28
M. Quraish Shihab, Membumikan al- Qur’an, h. 117
Paham progresif dan modernis inilah yang kemudian muncul di Indonesia yang ketika itu Indonesia sedang mengalami penjajahan oleh Belanda dan Jepang.
29
Begitu juga dengan kitab tafsir al-Mishbah yang mempunyai lima belas jilid ini mempunyai corak
adabi ijtima’i. Dikatakan juga bahwa tafsir ini memiliki kecenderungan lughawi. Hal ini didasarkan pada banyaknya pembahasan tentang
kata. Contohnya seperti ketika dalam menjelaskan kara ilah Tuhan. Kata yang darinya terbentuk kata Allah ini berakar dari kata al-Ilahah, al-Uluhah, dan al-
Uluhuyyah yang semuanya bermakna ibadah atau penyembahan. Sehingga Allah secara harfiyah bermakna yang disembah.
Sementara ada seorang peneliti yang menulis dalam artikelnya bahwa corak yang diikuti oleh Muhammad Quraish Shihab dalam corak tafsirnya adalah
tafsir adabi ijtima’i yaitu corak penafsiran al-Qur’an yang tekanannya bukan
hanya tafsir lughawi, tafsir fiqhi, tafsir ilmi, dan tafsir isyari, akan tetapi arah penafsirannya ditekankan pada kebutuhan sosial masyarakat, yang kemudian
disebut corak tafsir adabi ijtima’i.
30
29
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 282
30
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 283