Menurut Khalafullah untuk mengkaji norma-norma moral dalam teks al- Qur‟an memiliki metode tersendiri. Pertama, pelarangan langsung terhadap
perilaku-perilaku amoral yang berlaku umum pada suatu kaum. Contohnya adalah kebiasaan mengurangi timbangan dan ukuran. Kedua, al-
Qur‟an menggunakan satu ungkapan keheranan dan pertanyaan negatif tentang suatu perbuatan tidak
bermoral yang nyaris menjadi kebiasaan suatu umat. Ketiga, menyampaikan kondisi moral kaum tertentu dengan menggunakan pemaparan umum. Hal ini bisa
dilihat dalam kisah Nabi Musa yang mendeskripsikan kondisi moral bangsa Yahudi dan pengikut Fir‟aun.
51
Khalafullah menyimpulkan bahwa taraf kehidupan sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian seseorang. Orang kaya akan cenderung sombong
dan semena-mena sementara orang miskin akan lebih sopan dan rendah hati. Ia juga mengatakan norma-norma yang menjadi dasar pesan kisah-kisah al-
Qur‟an sangat sedikit.
52
C. Kisah Nabi Yunus Dalam Penafsiran
1. QS. Yûnus ayat 98
Surat Yunus di dalam mushaf al- Qur‟an adalah urutan surat ke sepuluh,
yaitu setelah surat at-Taubah dan sebelum surat Hud. Surat Yunus ini tergolong surat makkiyah karena surat ini menjelaskan tentang teologi dan ideologi. Surat
yunus ayat 98 ini diklasifikasikan pada kelompok IX dari tafsir al-mishbah yaitu dimulai dari ayat 94 sampai 103. Kelompok ayat sebelum ini mengandung
peringatan dan ancaman kepada kaum musyrikin Mekkah agar mereka tidak mengalami seperti yang dialami oleh kaum nabi-nabi sebelumnya.Maka pada
51
Khalafullah, al- Qur’an Bukan Kitab Sejarah, h. 308
52
Khalafullah, al- Qur’an Bukan Kitab Sejarah, h. 309
kelompok ayat ini dijelaskan kepada mereka bahwa ancaman yang disampaikan itu benar, dan bukti kebenaran Nabi Muhammad saw. dapat mereka temukan pada
kesaksian ahl al-kitab.
53
Artinya: Dan Mengapa tidak ada penduduk suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? tatkala mereka
kaum Yunus itu, beriman, kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan kami beri kesenangan kepada
mereka sampai kepada waktu yang tertentu
54
Menurut Rasyîd Ridâ, ayat diatas berisi pelajaran yang Allah sampaikan kepada Nabi Muhammad Saw melalui kisah kaum Nabi Yunus yang diselamatkan
dari siksaan karena beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Yunus. Kata “laula” menunjukkan arti penyayangan yang meniscayakan adanya pengingkaran
atau perbedaan antara keinginan dan kenyataan. Sedangkan yang dimaksud redaksi Qaryah adalah penghuni atau penduduk desa, bukan desa sebagai salah
satu tempat tinggal.
55
2. QS. Al-Anbiyā’ ayat 87-88
Surat al- Anbiyâ’ adalah surat ke 21 yang berada setelah surat Tâhâ dan
sebelum surat al-Hajj.Pada permulaan surat al-Anbiya‟ ayat-ayatnya menjelaskan tentang kenabian yang kemudian dilanjutkan tentang keniscayaan hari kiamat.
Surat al- Anbiya‟ ayat 87-88 ini diklasifikasikan pada kelompok ayat ke IV yaitu
kelompok surat al- Anbiya‟ dari ayat 48 sampai 91. Kelompok ayat ini berbicara
tentang kenabian dengan menguraikan kisah kelompok nabi-nabi yang pernah
53
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh,Jakarta: Lentera Hati, 2002, jilid 6, h. 156
54
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid: 8, h. 162
55
Rasyid Ridâ, Tafsir al- Manâr, Bairut: Dar al- Ma‟rifah,t.t, jilid. 11, h. 482
diutus Allah SWT kepada umat manusia.
56
Demikian adalah QS. Al- Anbiya’ ayat
87 sampai 88:
Artinya: Dan ingatlah kisah Dzun Nun Yunus, ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa kami tidak akan
mempersempitnya menyulitkannya, Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci
Engkau, Sesungguhnya Aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. Maka kami Telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari
pada kedukaan. dan Demikianlah kami selamatkan orang-orang yang beriman.
Dzâ al-Nûn yang di maksud disini adalah Nabi Yunus. Al-Nûn bermakna al-Hût yang berarti ikan paus. Dan Dzâ bermakna memiliki atau ahli. Allah
menyandarkan Nabi Yunus dengan julukan tersebut karena ikan paus telah menelan Nabi Yunus.
57
Fa Z anna An Lan Naqdira ‘Alaih ayat tersebut di dalam tafsir ada dua
makna, dan keduan makna tersebut tidak saling bertentangan. Makna yang pertama adalah Allah tidak akan menyempitkan di dalam perut ikan. Kata Qadara
bermakna Ḏayiqa. Seperti yang terdapat dalam firman Allah.
﴿
yaitu Allah menyempitkan rizki atas segala sesuatu. Kemudian makna yang kedua adalahLan Naqdiya Allah tidak menetapkan. Qadara bermakna qaddara
dengan bertasydid. Seperti dalam firman Allah Fa al-Taqâ al- Mâu ‘Alâ Amru
56
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh, jilid 8, h. 463
57
Muhammad al-Amin Al-Syinqiti, Ad wa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an,
Qahrah: Maktabah Ibnu Taimiyah, t.t, jilid. 4, h. 745