PETA POLITIK PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL

Di beberapa daerah Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Langkat, menjatuhkan lawan dengan membeberkan data dan fakta tentang rekam jejak seseorang ketika memerintah dan menjalani kariernya merupakan hal yang lumrah terjadi, dan biasa disebut negative campaign. Tujuan utamanya adalah memberikan citra negatif lawan di mata masyarakat sehingga dukungan yang seharusnya diberikan justru berbalik. Berbeda dengan negative campaign, maka bad campaign berkonotasi lebih buruk lagi. Kampanye yang biasa disebut kampanye hitam tersebut, dihembuskan ke masyarakat tanpa ada dasar dan fakta yang jelas di balik itu. Kampanye hitam identik dengan fitnah dan gosip yang belum atau tidak dapat dipastikan tentang kebenarannya. Fitnah atau gosip biasanya bagai pedang bermata dua. Di satu sisi, bisa menjadi senjata yang ampuh untuk menjatuhkan citra lawan politiknya, namun di sisi lain ternyata dapat memberi keuntungan bagi lawan politiknya tersebut. Pihak yang difitnah atau digosipkan akan mendapatkan keuntungan apabila ia dapat menunjukkan bukti bahwa fitnah tersebut tidak benar. Akibatnya, para pemilih bisa berbalik dan justru mendukung. Pasca ditetapkan keputusan KPU soal hasil perolehan nasional Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014 di Kabupaten Langkat, maka peta persaingan partai politik di Kabupaten Langkat mengharuskan adanya koalisi atau gabungan partai. Pasalnya, partai pemenang Pemilu 2014 di Kabupaten Langkat Partai Golkar tidak memiliki calon dalam pemilihan Presiden Tahun 2014, di Kabupaten Langkat sendiri partai Golkar yang dipimpin langsung oleh Bupati langkat memiliki massa yang banyak. 71 Pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Kabupaten Langkat pasangan Prabowo-Hatta hanya menang tipis dengan memperoleh suara sebesar 247.482 suara atau 51,98, sementara pasangan Jokowi memperoleh suara sebesar memperoleh 228.622 suara atau 48,02. Besarnya basis masa Golkar dikarenakan Bupati Langkat merupakan ketua DPD partai Golkar. Itu terlihat jelas peran dari Bupati Langkat dalam kontelasi politik pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Konstelasi politik pada pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Tahun 2014 di kabupaten langkat sama seperti di daerah lainnya yang ada di Sumatera Utara, kedua pasangan calon yang ingin bertarung dalam pemilihan Presiden Dan Wakil Presien Tahun 2014 memiliki jejak kehidupan yang berbeda, pada masa kampaye yang dilakukan oleh kedua pasangan calon memiliki cara yang berbeda dalam mengambil hati masyarakat yang berada di Kabupaten Langkat. Kampanye hitam yang dilakukan tim sukses dari pasangan calon Presiden Dan Wakil Presiden kepada masyarakat Kabupaten langkat demi memenangkan calonnya masing-masing, ada berita yang mengatakan bahwa calon Presiden nomor urut 2 Joko Widodo merupakan seorang yang beragama katholik, sementara untuk calon Presiden nomor 1 Prabowo Subianto merupakan seseorang tersangka dalam kasus pelanggaran HAM , berita itu semua terjadi pada pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Tahun 2014 di kabupaten Langkat. 72

3.4. Tokoh Agama Ulama sebagai Elit Lokal

3.4.1. Basis Kekuasaan

Elite lokal adalah seorang yang menduduki jabatan-jabatan strategis dan mempunyai pengaruh untuk memerintah orang lain daalm lingkungan masyarakat. Elit seperti ini sering disebut dengan elite non politik. Elit non politik ini seperti, elite keagamaan, elite organisasi kemasyarakatan, kepemudaan, profesi dan lain sebagainya. 62

3.4.2. Orientasi Politik Ulama

Digelarnya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung membawa dampak yang cukup serius terhadap perilaku politik di tingkat lokal. Para aktor politik lokal tiba-tiba mendapatkan arena bermain yang cukup luas untuk menyalurkan bakat-bakat politik mereka secara bebas. Tentu saja banyak yang tergagap dengan perubahan mendadak ini. Elit agama Ulama termasuk kelompok yang relitif belum siap menyikapi terbukanya kesempatan politik di tingkat lokal ini. Tampilnya para kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden dalam arena pilkada langsung mau tidak mau harus menyeret dukungan dari berbagai kekuatan yang memiliki basis massa yang kuat. Organisasi sosial keagamaan adalah lahan potensial yang menjadi lahan rebutan para kandidat Kepala Daerah Bupati, Walikota atau pun Gubernur maupun kandidat Presiden dan Wakil Presiden. 62 T.B. Bottomore,Kepemimpinan dalam Dimensi Sosia.l ,Jakarta, LP3ES1990 hlm.17 73 Orientasi politik setidaknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu pragmatis dan ideologis. Orientasi pragmatis adalah dimana Ulama memosisikan dirinya sebagai “elit lokal” yang mempunyai kekuatan untuk memenangkan hajatan lima tahunan ini. Dengan demikian, ia berhak mendapatkan hadiah atau imbalan setimpal dari apa yang telah dikerjakannya. Namun, orientasi pragmatis seperti tidaklah mudah dilihat dan diteliti. Hal ini dikarenakan, Ulama adalah figur sentral masyarakat, dan jika Ulama melakukan hal-hal yang sedikit saja melenceng dari norma masyarakat, ia akan dijauhi oleh masyarakat. Maka, dalam berpolitik Ulama tidak akan pernah menonjolkan hal tersebut. Namun, banyak Ulama tidak menampik kemungkinan jika ada calon yang memberikan sumbangan dana atas jerih payahnya selama ini. Orientasi ideologis adalah terjunnya Ulama ke gelanggang politik merupakan panggilan hati untuk mengawal proses demokratisasi agar tercipta masyarakat yang aman, tentram, adil dan makmur. Atau dengan bahasa agama, masuknya Ulama ke ranah politik sebagai bagian amar ma’ruf nahi munkar. Dan orientasi inilah yang paling menonjol dalam setiap aktifitas Ulama dalam ranah politik. 63

3.4.3. Ulama dan Politik

Keterlibatan Ulama dalam permainan Karir politik Ulama saat ini bukanlah hal yang baru.Keterlibatan Ulama dalam permainan politik sudah ada sejak zaman pra-kemerdekaan. Jika pada zaman pra-kemerdekaan mereka meneriakkan kemerdekaan melalui pesantren pendidikan, lobi kultural dan 63 Bambang Purwoko, “Perilaku Politik Elit Agama dalam Dinamika Politik Lokal”, hlm.30 74