MEMBANGUN BABUSSALAM PROFIL DESA BESILAM DAN BIOGRAFI TUAN GURU BABUSSALAM

beliau tempat tersebut kurang sesuai, maka Tuan Guru memohon agar diberikan sebidang tanah untuk perkampungan, dimana Tuan Guru Syekh Abd. Wahab dapat beribadah dan mengajar ilmu agama dengan leluasa. Kata-kata “ Babussalam “ berasal dari bahasa arab, terdiri dari dua buah kata, yaitu “ Bab “ artinya “ pintu “ dan “ Salam “ artinya “ keselamatan “ atau “ kesejahteraan “, semoga penduduknya memperoleh kesejahteraan dan keselamatan dunia dan akhirat. Pada saat itu Tuan Guru Syekh Abd. Wahab teringat kepada salah satu pintu Masjidil Haram, Mekah yang sering dilalui beliau. Berhubungan kegiatannya lebih banyak memimpin umat, sebagai guru agama, maka beliau lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru Besilam. Babussalam dibangun oleh Tuan Guru Syekh Abd. Wahab agar masyarakat Besilam menjalankan shalat berjamaah, suluk terus menerus dan wirid-wirid lainnya, seperti membaca yasin setiap malam jum’at. Setiap pagi dan sesudah shalat zuhur Tuan Guru Syekh Abd. Wahab mengajar mengaji semua masyarakat desa Besilam, semua kegiatan itu dipusatkan di Madarasah Besar, murid-muridnya dari hari ke hari semakin bertambah dan khalifah-khalifahnya semakin banyak. Kampung Babussalam yang kecil ini, diatur sedemikian rupa, sehingga merupakan suatu daerah yang berstatus etonomi. Ditetapkan suatu peraturan yang wajib ditaati oleh penduduk. Peraturan-peraturan itu termasuk dalam sebuah risalah “ peraturan-peraturan Babussalam “. Dalam menjalankan peraturan- peraturan ini, beliau tidak pilih kasih dan tidak pandang buluh. Siapa yang melanggar peraturan, dihukum, walaupun anak kandung sendiri. Adakalanya 39 orang yang melanggar peraturan itu disuruh tobat didepan Madrasah besar selama beberapa jam. Bila kesalahan itu agak berat, maka beliau mengusir orang tersebut dari Babussalam. Orang-orang yang tidak beragama islam, tidak dibenarkan tinggal menetap dikampung ini. termasuk larangan merokok didepan umum, berpangkas, berkopiah hitam atau peci, penduduk harus berkopiah putih atau bersorban. Wanita dilarang memakai perhiasan yang mencolok, penduduk tidak dibenarkan memakai tempat tidur besi dan tidak boleh mengutamakan kemewahan dunia, hingga rumah tidak boleh dibuat dari kayu keras. Hanya cukuplah lantai papan, dinding tepas, dan atap nipah. Karena menurut beliau semua harta didunia ini akan tinggal sesudah kita mati, beliau sendiri makan dalam piring kayu, atau upih dan minum dalam tempurung. 34 Setelah wafatnya sang Tuan Guru Babussalam Syekh Abdul Wahab Rokan pada hari Jumat 27 Desember 1926, ajaran Tarikat Naqsabandiyah yang diajarkannya kepada para murid dan pengikutnya masih terus diamalkan oleh para murid yang menggantikan peran Syekh Abdul Wahab Rokan sebagai penyiar Islam di tanah Langkat. Maka setelah wafatnya Syekh Abdul Wahab Rokan, kampung Besilam memiliki Tuan Guru Babussalam atau Tuan Guru Besilam lainnya yang terus mengajarkan ajaran Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan dan mendirikan syiar Islam. Begitupun setelah Tuan Guru lainnya wafat, maka akan ditunjuk Tuan Guru lainnya sebagai pemimpin umat. 34 H. Ahmad Fuad Said, ibid hal 46 40

2.5 Biografi Tuan Guru Babussalam

Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi, lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru Babussalam. Adalah seorang wali Allah, pemimpin thariqat Naqsyabandiah, ulama terkemuka dan pahlawan nasional, tergolong perintis kemerdekaan bangsa dan negara. Perjuangan menyebarkan ajaran-ajaran islam ke segenap penjuru baik di dalam maupun di luar negeri dan usaha- usahanya menegakkan kemerdekaan bangsa dan negara, tetap akan tercatat dengan tinta emas dalam lembaran sejarah. Selama perjalanan hidupnya dihabiskan untuk menegakkan syiar agama dan kejayaan negara. Beliau telah membuka dan membangun beberapa buah desa di Sumatera Utara dan Malaysia, dengan mendirikan perguruan, asrama latihan rohani, rumah ibadat, mushalla dan langgar, balai kesehatan, asrama sosial, untuk menampung fakir miskin, yatim piatu dan janda serta gedung serba guna lainnya untuk keperluan umum. 35 Syekh Abdul Wahab dilahirkan dan dibesarkan dikalangan keluarga bangsawan yang taat beragama, berpendidikan dan sangat dihormati. Ia lahir pada tanggal 19 Rabiul Akhir 1230 H di Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi, Rokan Tengah, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau dan diberi nama Abu Qosim. Ayahnya bernama Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tambusei, seorang ulama besar yang ‘abid dan cukup terkemuka pada saat itu. Sedangkan ibunya bernama Arbaiyah binti Datuk Dagi bin Tengku Perdana Menteri bin Sultan Ibrahim yang memiliki 35 ibid 41 pertalian darah dengan Sultan Langkat. Syekh Abdul Wahab meninggal pada usia 115 tahun pada 21 Jumadil Awal 1345 H atau 27 Desember 1926 M. 36 Masa remaja Syekh Abdul Wahab, lebih banyak dipenuhi dengan mencari dan menambah ilmu pengetahuan. Pada awalnya ia belajar dengan Tuan Baqi di tanah kelahirannya Kampung Danau Runda, Kampar, Riau. Kemudian ia menamatkan pelajaran Alquran pada H.M. Sholeh, seorang ulama besar yang berasal dari Minangkabau. Setelah menamatkan pelajarannya dalam bidang al- Quran, Syekh Abdul Wahab melanjutkan studinya ke daerah Tambusei dan belajar pada Maulana Syekh Abdullah Halim serta Syekh Muhammad Shaleh Tembusei. Dari kedua Syekh inilah, ia mempelajari berbagai ilmu seperti tauhid, tafsir dan fiqh. Disamping itu ia juga mempelajari “ilmu alat” seperti nahwu, sharaf, balaghah, manthiq dan ‘arudh. Diantara Kitab yang menjadi rujukan adalah Fathul Qorib, Minhaj al–Thalibin dan Iqna’. Karena kepiawaiannya dalam menyerap serta penguasaannya dalam ilmu-ilmu yang disampaikan oleh guru- gurunya, ia kemudian diberi gelar “Faqih Muhammad”, orang yang ahli dalam bidang ilmu fiqh. 37 Syekh Abdul Wahab kemudian melanjutkan pelajarannya ke Semenanjung Melayu dan berguru pada Syekh Muhammad Yusuf Minangkabau. Ia menyerap ilmu pengetahuan dari Syekh Muhammad Yusuf selama kira-kita dua tahun, sambil tetap berdagang di Malaka. Hasrat belajarnya yang tinggi, membuat ia tidak puas hanya belajar sampai di Malaka. Ia seterusnya menempuh perjalanan panjang ke Mekah dan menimba ilmu pengetahuan selama enam tahun pada guru- guru ternama pada saat itu. Di sini pulalah ia memperdalam ilmu tasawuf dan 36 ibid 37 ibid 42