Biografi Tuan Guru Babussalam
pertalian darah dengan Sultan Langkat. Syekh Abdul Wahab meninggal pada usia 115 tahun pada 21 Jumadil Awal 1345 H atau 27 Desember 1926 M.
36
Masa remaja Syekh Abdul Wahab, lebih banyak dipenuhi dengan mencari dan menambah ilmu pengetahuan. Pada awalnya ia belajar dengan Tuan Baqi di
tanah kelahirannya Kampung Danau Runda, Kampar, Riau. Kemudian ia menamatkan pelajaran Alquran pada H.M. Sholeh, seorang ulama besar yang
berasal dari Minangkabau. Setelah menamatkan pelajarannya dalam bidang al- Quran, Syekh Abdul Wahab melanjutkan studinya ke daerah Tambusei dan
belajar pada Maulana Syekh Abdullah Halim serta Syekh Muhammad Shaleh Tembusei. Dari kedua Syekh inilah, ia mempelajari berbagai ilmu seperti tauhid,
tafsir dan fiqh. Disamping itu ia juga mempelajari “ilmu alat” seperti nahwu, sharaf, balaghah, manthiq dan ‘arudh. Diantara Kitab yang menjadi rujukan
adalah Fathul Qorib, Minhaj al–Thalibin dan Iqna’. Karena kepiawaiannya dalam menyerap serta penguasaannya dalam ilmu-ilmu yang disampaikan oleh guru-
gurunya, ia kemudian diberi gelar “Faqih Muhammad”, orang yang ahli dalam bidang ilmu fiqh.
37
Syekh Abdul Wahab kemudian melanjutkan pelajarannya ke Semenanjung Melayu dan berguru pada Syekh Muhammad Yusuf Minangkabau. Ia menyerap
ilmu pengetahuan dari Syekh Muhammad Yusuf selama kira-kita dua tahun, sambil tetap berdagang di Malaka. Hasrat belajarnya yang tinggi, membuat ia
tidak puas hanya belajar sampai di Malaka. Ia seterusnya menempuh perjalanan panjang ke Mekah dan menimba ilmu pengetahuan selama enam tahun pada guru-
guru ternama pada saat itu. Di sini pulalah ia memperdalam ilmu tasawuf dan
36
ibid
37
ibid
42
tarekat pada Syekh Sulaiman Zuhdi sampai akhirnya ia memperoleh ijazah sebagai “Khalifah Besar Thariqat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah”
Pada saat belajar di Mekah, Syekh Abdul Wahab dan murid-murid yang lain pernah diminta untuk membersihkan wc dan kamar mandi guru mereka. Saat
itu, kebanyakan dari kawan-kawan seperguruannya melakukan tugas ini dengan ketidakseriusan bahkan ada yang enggan. Lain halnya dengan Syekh Abdul
Wahab. Beliau melaksanakan perintah gurunya dengan sepenuh hati. Setelah semua rampung, Sang Guru lalu mengumpulkan semua murid-muridnya dan
memberikan pujian kepada Syekh Abdul Wahab sambil mendoakan, mudah- mudahan tangan yang telah membersihkan kotoran ini akan dicium dan dihormati
oleh termasuk para raja. Setelah kurang lebih enam tahun di Mekah, beliau kembali ke Riau. Di
sana, ia yang saat itu berusia 58, mendirikan Kampung Mesjid. Dari sana, ia mengembangkan syiar agama dan tarekat yang diamalnya, hingga Sumatra Utara
dan Malaysia. Namanya pun semerbak. Raja di berbagai kerajaan di Riau dan Sumatra Utara mengundangnya. Suatu ketika, Sultan Musa Al-Muazzamsyah dari
Kerajaan Langkat, gundah. Putranya sakit parah dan akhirnya wafat. Rasa kehilangan ini tak terperikan. Syekh H M Nur yang sahabat karib Wahab saat di
MAkkah menjadi pemuka agama di kerajaan, menyarankan agar Sultan bersuluk di bawah bimbingan Wahab. Sultan menyetujui dan mengundang Wahab.
Beliau pun datang ke Langkat. Ia mengajarkan tarekat Naqsyahbandi dan bersuluk kepada Sultan. Setelah berulang bersuluk, Sultan Musa yang belakangan
melepaskan tahtanya dan memilih menekuni agama memenuhi saran Wahab, menunaikan ibadah haji, sekaligus bersuluk kepada Sulaiman Zuhdi di Jabal
43
Kubis. Berkat kekariban hubungan guru-murid, Sultan Musa menyerahkan sebidang tanah di tepi Sungai Batang Serangan, sekitar 1 km dari Tanjung Pura.
Sultan berharap gurunya dapat mengembangkan syiar agama dari tanah pemberiannya. Wahab menyetujui dan menamakan kampung itu Babussalam
pintu keselamatan. Maka pada 15 Syawal 1300 H, ia bersama ratusan pengikutnya, menetap di sana.
38
Babussalam berkembang menjadi kampung dengan otonomi khusus. Menjadi basis pengembangan tarekat Naqsyahbandiyah di Sumatra Utara, Wahab
membentuk ‘pemerintahan’ sendiri di kampung itu. Perangkatnya antara lain dengan membuat Lembaga Permusyawaratan Rakyat Babul Funun. Hingga kini,
kampung itu terjaga sebagai pusat pengembangan tarekat Naqsyahbandiyah. Tetap mendapatkan perlakuan khusus dari Pemda setempat, aktivitas sehari-hari ditandai
dengan kegiatan suluk setiap hari dipimpin khalifah. Saat ini khalifah kesepuluh Syekh H Hasyim yang memimpin.
Salah satu kekhasan Syekh Abdul Wahab dibanding dengan sufi-sufi lainnya adalah bahwa ia telah meninggalkan lokasi perkampungan bagi anak cucu
dan murid-muridnya. Daerah yang bernama “Babussalam” ini di bangun pada 12 Syawal 1300 H 1883 M yang merupakan wakaf muridnya sendiri Sultan Musa
al-Muazzamsyah, Raja Langkat pada masa itu. Disinilah ia menetap, mengajarkan Tarekat Naqsyabandiyah sampai akhir hayatnya. Di sela-sela kesibukannya
sebagai pimpinan Tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Abdul Wahab masih menyempatkan diri untuk menuliskan pemikiran sufistiknya, baik dalam bentuk
38
ibid
44
khutbah-khutbah, wasiat, maupun syair-syair yang ditulis dalam aksara Arab Melayu.
39
Tercatat ada dua belas khutbah yang ia tulis dan masih terus diajarkan pada jamaah di Babussalam. Sebagian khutbah-khutbah tersebut -enam buah
diantaranya- diberi judul dengan nama-nama bulan dalam tahun Hijriyah yakni Khutbah Muharram, Khutbah Rajab, Khutbah Sya’ban, Khutbah Ramadhan,
Khutbah Syawal, dan Khutbah Dzulqa’dah. Dua khutbah lain tentang dua hari raya yakni Khutbah Idul Fitri dan Khutbah Idul Adha. Sedangkan empat khutbah
lagi masing-masing berjudul Khutbah Kelebihan Jumat, Khutbah Nabi Sulaiman, Khutbah Ular Hitam, dan Khutbah Dosa Sosial.
Wasiat atau yang lebih dikenal dengan nama “44 Wasiat Tuan Guru” adalah kumpulan pesan-pesan Syekh Abdul Wahab kepada seluruh jamaah
tarekat, khususnya kepada anak cucu dzuriyat-nya. Wasiat ini ditulisnya pada hari Jumat tanggal 13 Muharram 1300 H kira-kira sepuluh bulan sebelum
dibangunnya Kampung Babussalam. Karya tulis Syekh Abdul Wahab dalam bentuk syair, terbagi pada tiga bagian yakni Munajat, Syair Burung Garuda dan
Syair Sindiran. Syair Munajat yang berisi pujian dan doa kepada Allah, sampai hari ini masih terus dilantunkan di Madrasah Besar Babussalam oleh setiap
muazzin sebelum azan dikumandangkan.
40
Dalam Munajat ini, terlihat bagaimana keindahan syair Syekh Abdul Wahab dalam menyusun secara lengkap silsilah Tarekat Naqsyabandiyah yang
diterimanya secara turun temurun yang terus bersambung kepada Rasulullah Saw. Sedangkan Syair Burung Garuda berisi kumpulan petuah dan nasehat yang
39
ibid
40
ibid
45
diperuntukkan khusus bagi anak dan remaja. Sayangnya, sampai saat ini Syair Burung Garuda tidak diperoleh naskahnya lagi. Sementara itu, naskah asli Syair
Sindiran telah diedit dan dicetak ulang dalam Aksara Melayu Indonesia oleh Syekh Haji Tajudin bin Syekh Muhammad Daud al-Wahab Rokan pada tahun
1986. Selain khutbah-khutbah, wasiat maupun syair-syair, Syekh Abdul Wahab
juga meninggalkan berbait-bait pantun nasehat. Pantun-pantun ini memang tidak satu baitpun tertulis namun sebagian diantaranya masih dihafal oleh sebagian
kecil anak cucunya secara turun temurun. Menurut Mualim Said, -salah seorang cucu Syekh Abdul Wahab yang menetap di Babussalam saat ini- ia sendiri masih
hafal beberapa bait pantun tersebut, seperti halnya dengan Syekh H. Hasyim Al- Syarwani, Tuan Guru Babussalam sekarang. Dalam karya-karya tulisnya inilah,
akan terlihat pemikiran-pemikiran sufistik Syekh Abdul Wahab seperti yang akan dijelaskan lebih lanjut.
41
Setelah Tuan Guru Babussalam Syekh Abdul Wahab Rokan wafat Babussalam pada saat ini dipimpin oleh Syekh Abdul Hasyim Al Syarwani atau
dikenal dengan sebutan Tuan Guru Babussalam, beliau dilahirkan pada tanggal 22-Agustus-1942 di desa Besilam. Semasa kecil Tuan Guru Babussalam sekolah
disalah satu sekolah yang bernama Sd Syanawiah Qus’wali selama tiga tahun mulai dari tahun 1954 – tahun 1957, setelah tamat dari Sd pada tahun 1958 Tuan
Guru Babussalam melanjutkan sekolah ke salah satu SMP di Padang Tualang, setelah itu Tuan Guru Babussalam melanjutkan sekolah dimedan pada tahun 1960.
Setelah menyelesaikan sekolahnya Tuan Guru Babussalam ikut dalam sebuah
41
ibid
46
organsisasi yang pada saat itu bernama Perkapen PGRI Golkar. Setelah selesai mengikut organisasi Tuan Guru Babussalam mendalami agama islam dengan
selalu belajar membaca Al Qur’an dan mengikuti suluk yang pada saat ini menjadi ajaran yang harus dilakukan setiap orang yang ingin menjadi Tuan Guru
Babussalam. Sebelum menjadi Tuan Guru Babussalam beliau adalah seorang Guru
disalah satu madrasah yang berada di lingkungan Tuan Guru Babussalam. Pada Tahun 1971-1982, Tuan Guru Babussalam ikut bergabung disalah satu partai
politik yaitu partai Golkar, setelah itu Tuan Guru Babussalam mendalami ajaran tarekat Naqsyabandiyah, selama mendalami ajaran tarekat Naqsyabandiyah Tuan
Guru Babussalam melakukan suluk.
42
Menurut KBBI suluk merupakan suatu kegiatan yan dilakukan seseorang demi mencapai ketahap jalan ke arah kesempurnaan batin, tasawuf, tarekat dan
mistik. Syekh Abdul Hasyim Al Syarwani yang lebih dikenal dengan sebutan
“Tuan Guru Babussalam” Besilam, adalah salah seorang ulama terkemuka dan pemimpin Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat. Sebahagian besar
hidupnya dihabiskan untuk menegakkan syiar agama. Murid-murid dan khalifah- khalifahnya hingga kini tersebar luas kesegenap penjuru baik didalam maupun di
luar negeri seperti Batu Pahat, Johor Bahru, Penang, Ipoh, Kuala Lumpur di Malaysia, dan Thailand.
Di perkampungan Babussalam saat ini terdapat dua tuan guru yang menjabat sebagai pimpinan mursyid. Kedua tuan guru ini memiliki tempat
42
Hasil wawancara dengan Bapak Silahuddin Harahap Pada Tanggal 28 juli 2015
47
persulukan yang berbeda lokasi di Babussalam. Keduanya memiliki hubungan yang erat karena masih satu garis keturunan dari Tuan Guru Syekh Abdul Wahab
Rokan. Hal ini terjadi karena adanya perselisihan antara Syekh Muhammad Daud
dan Syekh Pakih Tambah tentang kepemimpinan Babussalam pada tahun 1948. Sejak saat itu di Babussalam terdapat dua tempat persulukan yang dikenal dengan
Besilam Atas dan Besilam Bawah. Besilam atas atau yang menempati madrasah besar saat ini dipimpin oleh Syekh Hasyim Al Syarwani dan Besilam Bawah
dipimpin oleh Syekh H Tajuddin bin Muhammad Daud.
BESILAM ATAS
Tuan Guru I : Syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandy Menjabat dari tahun 1300-1345 H atau 1880-1926 M
Tuan Guru II : Syekh Yahya Afandi Menjabat dari tahun 1345-1351 H atau 1926-1932 M
Tuan Guru III : Syekh Abdul Manaf Menjabat dari tahun 1351-1354 H atau 1932-1935 M
Tuan Guru IV : Syekh Abdul Jabbar Menjabat dari tahun 1354-1360 H atau 1935-1942 M
Tuan Guru V : Syekh Muhammad Daud Menjabat 1360-1361 H atau 1942-1943 M
Tuan Guru VI : Syekh Fakih Tambah Menjabat dari tahun 1361-1392 H atau 1943-1972 M
Tuan Guru VII : Syekh Abdul Mu’im Menjabat dari tahun 1392-1401 H atau 1972-1981 M
48
Tuan Guru VIII : Syekh Maddayan Menjabat dari tahun 1401-1406 H atau 1981-1986 M
Tuan Guru IX : Syekh Pakih Sufi Menjabat daritahun 1406-1407 H atau 1986-1987 M
Tuan Guru X : Syekh Anas Mudawar Manjabat dari tahun 1407-1418 H atau 1987-1997 M
Tuan Guru XI : Syekh Hasyim Al Syarwani Menjabat dari tahun 1418 H atau 1997 M sampai dengan sekarang.
BESILAM BAWAH
Tuan Guru I : Syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandy Menjabat dari tahun 1300-1345 H atau 1880-1926 M
Tuan Guru II : Syekh Muhammad Daud Menjabat dari tahun 1366-1392 H atau 1948-1972 M
Tuan Guru III : Syekh H Tajuddin Menjabat dari tahun 1392 atau 1872 sampai sekarang.
43