Ulama dan Politik Tokoh Agama Ulama sebagai Elit Lokal

perang melawan penjajahan, maka, pasca-kemerdekaan mereka terjun ke dunia politik melalui partai politik.Hal ini dapat dilihat pada pemilu pertama tahun 1955 sampai pemilu terakhir tahun 2014 yang lalu. Panggung politik nasional selalu diramaikan dengan para Ulama yang wira-wiri masuk dalam partai politik. Hal ini tentunya semakin menambah meriah pesta demokrasi lima tahunan di Indonesia. Hal ini dikarenakan, Ulama memiliki pengikut yang setia seperti fans dalam dunia hiburan. Lebih lanjut, kharisma Ulama selalu dapat menarik simpati konstituen, karena mereka dianggap orang suci dan doanya selalu makbul diterima oleh Tuhan. 64 Ada tiga periode dimana elit agama Ulama berpengaruh dalam percaturan politik nasional. Pertama, adalah periode 1945 sampai dengan periode tahun 1965, ketika para politisi dengan basis agama masih bisa berkiprah secara relatif bebas dalam perpolitikan nasional. Dalam periode ini para elit agama Ulama yang menjadi politisi, selanjutnya disebut sebagai politisi Islam bisa menjadi pelaku aktif atau subyek dari permainan politik Indonesia Kedua, adalah masa-masa dimana politisi Islam lebih berperan sebagai obyek yang dibelenggu oleh sistem maupun rezim pemerintahan otoriter Orde Baru yang menganggap kekuatan Islam sebagai musuh besar negara dan karena itu para elitnya harus dikooptasi sedemikian rupa sehingga bisa meminimalisir semua potensi perlawanan dan pembangkangan terhadap dominasi negara. Periode kedua ini berlangsung cukup lama, biasanya dikenal dengan 32 tahun masa kejayaan Orde Baru antara tahun 1966 sampai dengan 1998. Ketiga, adalah periode antara tahun 1998-2014 yang ditandai dengan kembalinya kebebasan 64 Abdul Qadir Jailani, Peran Ulama dalam Perjuangan Politik Islam di Indonesia Surabaya: Bina Ilmu, 1994, hlm.135. 75 untuk mengekspresikan hak-hak politik warga negara termasuk ekspresi politik para elit Islam. Sejak tahun 1998 kita telah menyaksikan sedemikian banyak peristiwa politik yang melibatkan para politisi Islam dari berbagai jenis massa. Selama periode ketiga ini pula kita menyaksikan perilaku dan wajah politik yang ternyata tidak tunggal, ada yang bopeng tetapi banyak juga yang mulus. 65 Kiprah politik Ulama secara perseorangan tidak lepas dari kewibawaan dan kemampuan memanfaatkan peluang serta meminimalkan berbagai kendala. Di samping itu kemampuan Ulama sebagai enterprenuer politik pada posisinya sebagai cultural broker, menghasilkan strategi politik Ulama yang aktualisasinya dapat diterima oleh umat.Penerimaan oleh umat menjadi faktor penting karena tanpanya dapat mereduksi kewibawaan yang dimiliki oleh Ulama tersebut. Retorika politik Ulama dalam menggunakan simbol-simbol agama perlu dibuktikan secara nyata dalam kerja-kerja politik yang lebih riil.Ulama juga lebih bisa berperan mencerdaskan umat melalui komunikasi politik dan bahasa politik.Ketika misi Ulama berpolitik adalah amar ma’ruf nahi munkar, maka kerja Ulama lebih fokus pada strategi menyelesaikan kemungkaran yang bisa dirasakan bagi umat. Sebab apabila bahasa simbol agama yang lebih dikedepankan tanpa kerja-kerja politik yang lebih riil, akan menciptakan suatu fanatisme berlebihan terhadap diri Ulama oleh umat. 66 “bapak ismail menyatakan: ketika pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang lalu, ada datang calon Wakil Presiden Hatta Radjasa beserta tim sukses Prabowo yang kalau saya tidak salah ingat ada pak ahmad muzani bertemu dengan Tuan Guru Babussalam,pertemuan itu dengan Tuan Guru Babussalam bermaksud untuk meminta 65 ibid 66 ibid 76 doa dan dukungan kepada Tuan Guru Babussalam. ucapan Tuan Guru Babussalam sangat didengar oleh masyarakat besillam ketika untuk menentukan pilihannya pada pemilihan Presiden dan Wakil presiden yang lalu”. 67 Selain bapak ismail penulis juga mewawancari salah satu tokoh agama yang berada di desa besilam yakni Bapak H.Musaddaq. ”Bapak H.Musaddaq mengatakan saya pernah melihat kedatangan dari calon Wakil Presiden Hatta Radjasa bersama bapak Ahmad Muzani bertemu dengan Tuan Guru Babussalam,pertemuan antara Tuan Guru Babussalam dengan Hatta Radjsa dan Ahmad Muzani untuk meminta Tuan Guru Babussalam mendoakan mereka untuk memenangkan pemilihan Presiden dan Wakil presiden yang lalu, Tuan Guru Babussalam mendukung calon tersebut tidak langsung turun kampanye,dukungan dari Tuan Guru Babussalam untuk mengajak jamaahnya untuk milih dengan cara memasang foto-foto Prabowo-Hatta didalam madrasah tempat kediaman Tuan Guru”. 68 Untuk mengkonfirmasi semua informasi yang diberikan dalam wawancara kepada narasumber maka peneliti juga melakukan wawancara langsung kepada Tuan Guru Babussalam, tokoh ulama yang menjadi sumber utama penelitian dari peneliti. Tuan Guru Babussalam mengatakan, ”atok ada didatangi Hatta Radjasa dan rombongan tim sukses Prabowo, antara rombongan tim sukses Prabowo ada juga datang Ahmad Muzani,mereka menjumpai atok dengan hajatan minta doa dan dukungan dari atok. Atok pun membacakan doa agar mereka dapat memenangkan pemilu tetapi atok gak pernah ikut kampanye dari calon yang datang bersama atok, bentuk dukungan atok secara pribadi dengan cara memasang jam-jam yang ada gambar pasangan Prabowo- Hatta di Madrasah.” 69 67 Hasil Wawancara dengan salah satu masyarakat Bapak Ismail yang berada di Besilam Pada Tanggal 11 juli 2015 68 Hasil Wawancara dengan salah satu tokoh agama Bapak H.Musaddaq yang berada di Besilam Pada Tanggal 11 juli 2015 69 Hasil Wawancara dengan Tuan Guru Babussalam Pada Tanggal 11 juli 2015 77 Penjelasan dari Tuan Guru Babussalam menunjukkan suatu fakta penting terkait relasi yang kuat antara ketokohan ulama dengan suatu dimensi utama politik yakni kekuasaan di daerah Besilam. Hal ini tak lain merujuk kepada dirinya sebagai ulama besar yang dapat memberikan pengaruh dalam konteks preferensi politik masyarakat di daerah tersebut.

3.5. PERAN ULAMA DALAM PANDANGAN MASYARAKAT

Penelusuran pemikiran teologis Ulama dalam hal ini dilakukan dengan merujuk pada konsep iman. Iman yang berakar pada corak teologis tertentu pada dasarnya bersifat individual. Namun demikian, para pemeluk agama juga sesungguhnya tidak bisa berdiri sendiri, sebagai pribadi-pribadi yang terpisah dari individu lainnya. Mereka membentuk komunitas tertentu yang apabila telah mapan atau melembaga dalam suatu masyarakat akan terbentuk apa yang disebut pranata baru. Pada saat terjadinya pranata baru inilah dalam masyarakat kemudian muncul elit sosial tertentu yang menjadikan iman sebagai habatus ciri yang menjadi identitas suatu kelompok. Di dalam masyarakat Islam. 70 Ulama merupakan salah satu elit yang mempunyai kedudukan sangat terhormat dan berpengaruh besar pada perkembangan masyarakat tersebut. Kyai menjadi salah satu elit strategis dalam masyarakat karena ketokohannya sebagai figur yang memiliki pengetahuan luas dan mendalam mengenai ajaran Islam. Lebih dari itu, secara teologis ia juga dipandang sebagai sosok pewaris para Nabi waratsat al-anbiya. Tidak mengherankan jika Ulama kemudian menjadi sumber legitimasi dari berbagai keagaman, tapi juga hampir dalam semua aspek 70 Martin van Bruinessen. 1998. Rakyat Kecil, Islam dan Politik. Yogyakarta: Bentang Budaya. hlm. 40 78 kehidupannya. Pada titik inilah kita dapat melihat peran-peran strategis Ulama, khususnya dalam aspek kehidupan sosial politik di Indonesia. Oleh karena itu, perbincangan seputar peran sosial politik kyai dalam sosial politik yang tumbuh dan berkembang khususnya pada masyarakat Indonesia, akan selalu melibatkan persinggungan wacana antara agama dan politik. Selain itu, kenyataan emperik juga mengilustrasikan perpaduan antara agama dan politik ini seperti terlihat pada peran-peran yang dimainkan sejumlah Ulama dalam panggung politik praktis paling tidak selama beberapa dekade terakhir. Di antara efek sosial dari peran ganda yang ditimbulkannya adalah adanya pergeseran kecenderungan masyarakat dalam menetapkan figur kepemimpinan informal, khususnya Ulama. Bersamaan dengan itu, masyarakat masih kuat beranggapan bahwa secara normatif, Ulama tetap dipandang sebagai sosok kharismatik yang memainkan peran-peran sosialnya secara signifikan. Ia masih ditempatkan sebagai sumber “fatwa” terakhir ketika masyarakat berada di simpang jalan di antara pilihan- pilihan politik yang membingungkan. Sementara di sisi lain, fenomena perubahan-perubahan struktur kognisi Ulama berkenaan dengan peran-peran sosial politik tersebut berkaitan erat dengan persepsi teologis yang dianutnya. Oleh karena itu, untuk memahami tarik-menarik antara peran ganda Ulama dalam rentang kehidupan sosial-politik dan agama, pada akhirnya tidak bisa dilepaskan dari usaha penelurusan akar teologis yang menjadi kerangka dasar perilaku sosial politik yang diperankannya. Berkaitan dengan aspek agama ini, hal menarik dari masyarakat yang paling signifikan dalam menentukan pilihan-pilihan politik berdasarkan 79