Uji One Way ANOVA

4.3 Pembahasan

Hasil bioassay dan analisa deskriptif menunjukkan persentase kematian 50 larva instar IIIIV pada konsentrasi 0,012 mgL dan kematian larva 90 terdapat pada konsentrasi 0.024 mgL. Menurut WHO, larvasida dikatakan efektif jika dapat membunuh larva sebesar 10- 95 dari total larva uji. Pada penelitian ini didapatkan bahwa Bti efektif membunuh jentik nyamuk tersebut pada nilai interval LC 50 sebesar 0.010- 0.013 mgL dan interval LC 90 sebesar 0.022-0.028 mgL. 5,34 Pada penelitian Russell et al. 2003 dengan menggunakan Bti formulasi granul yang diujikan pada larva instar III dari 6 spesies larva yang berbeda yaitu Aedes aegypti, Ochlerotatus vigilax, Ochlerotatus notoscriptus, Culex sitiens, Culex annulirostris dan Culex quinquefasciatus didapatkan bahwa Culex annulirostris dan Culex quinquefasciatus merupakan spesies larva yang paling sensitif terhadap Bti formulasi granul dibandingkan spesies lainnya dengan LC 95 sebesar 0.019 mgL. 37 Nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian ini yang juga menggunakan formulasi granul. Ketika granul mengendap dibawah permukaan air dan perilaku larva Culex memakan makanannya di bawah permukaan air maka semakin banyak toksin Bti yang dapat memasuki tubuh larva tersebut. 38 Kristal protein dan spora yang diproduksi oleh Bti merupakan toksin yang akan larut dan aktif dalam suasana basa usus larva. Ikatan antara toksin dengan reseptor cadherin menyebabkan rusaknya mikrovili usus, sel kolumnar, sel goblet serta lisisnya sel epitel lainnya, yang berujung pada kematian larva. 8,39 Pada menit awal setelah pemaparan, larva bergerak lemah ketika berenang dan pada akhirnya mengambang di permukaan air tidak memberikan respon, kemudian mati. Selain menyebabkan lisis epitel, toksin ini mengakibatkan penurunan nafsu makan larva, sehingga larva menjadi tidak nafsu makan dan berhenti makan. Toksinnya juga mengakibatkan terbentuknya pori- pori kecil berukuran 0,5-1 nm sehingga terjadi gangguan permeabilitas cairan. Di sisi lain, bakteri ini terus berproliferasi dalam tubuh larva sehingga larva menjadi septik. Seluruh mekanisme ini turut berperan dalam kematian larva. Tubuh larva yang mati tampak berwarna kehitaman yang dimulai dari bagian anterior hingga posterior dan membengkak akibat terganggunya tekanan osmotik cairan. 8,9,39,40 Kematian larva pada penelitian ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor dari kondisi larva maupun faktor lingkungan. Ditinjau dari faktor kondisi larva, larva yang digunakan pada penelitian ini adalah larva instar IIIIV dimana pada stadium ini, sistem pencernaan larva sudah terbentuk dengan sempurna sehingga kristal protein dan spora pada Bti dapat bekerja optimum sebagai racun perut. Oleh karena itu, Bti kurang cocok digunakan untuk larva instar III. Begitupun larva yang telah berubah menjadi pupa, karena pada fase tersebut, pupa tidak memerlukan makanan lagi, 14 tetapi memerlukan oksigen yang didapatkan melalui tabung pernafasan breathing trumpet. 21 Faktor lain yang meningkatkan keefektifan larvasida ini dalam membunuh larva adalah pengujian Bti dilakukan di dalam laboratorium sehingga Bti tidak terpajan langsung oleh sinar ultraviolet yang dapat merusak Bti. Bti dapat bekerja efektif pada suhu 28-32ÂșC dan pH 6,8-7,2. Hal ini sesuai dengan kondisi suhu dan pH yang sama di laboratorium tempat penelitian. pH lebih dari 9 dapat menyebabkan rusaknya kristal protein Bti. 41,42 Nyamuk Cx. quinquefasciatus telah resisten terhadap insektisida golongan piretroid, organofosfat dan karbamat. Namun tidak resisten terhadap larvasida Bti. Bahkan suatu populasi larva yang telah diberikan Bti selama 20 generasi tidak menujukkan adanya resistensi. 28 Potensi toksisitasnya pun 300 kali lebih besar daripada piretroid sintetik. 9 Oleh karena itu, kemampuannya dipakai dalam mengatasi resistensi nyamuk tersebut terhadap insektisida kimiawi.