Tabel 4.6 Hasil Uji One Way ANOVA
Sum of
Squares df
Mean Square
F Sig.
Between groups 1669.708
5 333.942
296.837 .000
Within groups 20.250
18 1.125
Total 1689.958
23
Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan bahwa nilai p0.05 yaitu 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
konsenterasi larvasida Bti terhadap jumlah kematian larva instar IIIIV. Interpretasi dari analisa tersebut menunjukkan adanya pengaruh larvasida
terhadap kematian
larva, dan
perbedaan konsentrasi
larvasida menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap jumlah kematian larva.
4.2.3 Uji Least Significance Difference LSD
Pada uji One Way ANOVA diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan. Untuk mengetahui kelompok mana yang terdapat
perbedaan yang signifikan, maka dilakukan post hoc test yaitu uji Least Significance Difference LSD. Didapatkan hasil bahwa pada semua
kelompok terdapat perbedaan yang signifikan. Lihat lampiran 1.
4.2.4. Analisa Regresi Linier
Uji ini dilakukan untuk mengukur derajat hubungan antara konsentrasi larvasida X dan kematian larva Y, yang dinyatakan dengan
nilai persentase dari r
2
sebagai koefisien korelasi. Tabel 4.7 Hasil Uji Regresi Linier
Regression Statistics Multiple R
0.940721 R Square
0.884957 Adjusted R Square
0.856196 Standard Error
0.005701 Observations
6
Berdasarkan nilai R
2
sebesar 0.885 maka nilai r didapatkan 0.9407, dimana nilai tersebut diantara nilai 0.8-1, yang dikategorikan bahwa
hubungan antara variabel independen konsentrasi Bti dan variabel dependen kematian larva instar IIIIV sangat kuat. Hal ini menyatakan
bahwa konsentrasi larvasida sangat kuat berpengaruh terhadap kematian larva nyamuk tersebut.
Grafik 4.2 Hasil regresi linier konsenterasi larvasida Bti terhadap jumlah kematian larva Culex quinquefasciatus
4.2.5 Analisa Probit
Analisa Probit ditujukan untuk menentukan efikasi larvasida terhadap kematian larva nyamuk yang dinyatakan dengan nilai konsentrasi
yang menyebabkan kematian 50 dan 90 yang dinyatakan dengan nilai LC 50 dan LC90.
Dari hasil uji probit lihat lampiran 1, didapatkan bahwa konsentrasi yang dapat mematikan 50 larva adalah 0.012 mgL dengan
interval antara 0.010 mgL dan 0.013 mgL. Sedangkan konsentrasi yang dapat mematikan 90 larva adalah 0.024 mgL dengan interval antara.
0.022 mgL dan 0.028 mgL.
y = 571,71x + 4,4071 R² = 0,885
5 10
15 20
25 30
0,01 0,02
0,03 0,04
0,05 K
e m
a ti
a n
l a
rv a
Cu le
x
q u
in q
u e
fa sc
ia tu
s
Konsentrasi Bti mgL
4.3 Pembahasan
Hasil bioassay dan analisa deskriptif menunjukkan persentase kematian 50 larva instar IIIIV pada konsentrasi 0,012 mgL dan
kematian larva 90 terdapat pada konsentrasi 0.024 mgL. Menurut WHO, larvasida dikatakan efektif jika dapat membunuh larva sebesar 10-
95 dari total larva uji. Pada penelitian ini didapatkan bahwa Bti efektif membunuh jentik nyamuk tersebut pada nilai interval LC
50
sebesar 0.010- 0.013 mgL dan interval LC 90 sebesar 0.022-0.028 mgL.
5,34
Pada penelitian Russell et al. 2003 dengan menggunakan Bti formulasi granul yang diujikan pada larva instar III dari 6 spesies larva
yang berbeda yaitu Aedes aegypti, Ochlerotatus vigilax, Ochlerotatus notoscriptus,
Culex sitiens,
Culex annulirostris
dan Culex
quinquefasciatus didapatkan bahwa Culex annulirostris dan Culex quinquefasciatus merupakan spesies larva yang paling sensitif terhadap Bti
formulasi granul dibandingkan spesies lainnya dengan LC 95 sebesar 0.019 mgL.
37
Nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian ini yang juga menggunakan formulasi granul. Ketika granul mengendap
dibawah permukaan air dan perilaku larva Culex memakan makanannya di bawah permukaan air maka semakin banyak toksin Bti yang dapat
memasuki tubuh larva tersebut.
38
Kristal protein dan spora yang diproduksi oleh Bti merupakan toksin yang akan larut dan aktif dalam suasana basa usus larva. Ikatan
antara toksin dengan reseptor cadherin menyebabkan rusaknya mikrovili usus, sel kolumnar, sel goblet serta lisisnya sel epitel lainnya, yang
berujung pada kematian larva.
8,39
Pada menit awal setelah pemaparan, larva bergerak lemah ketika berenang dan pada akhirnya mengambang di
permukaan air tidak memberikan respon, kemudian mati. Selain menyebabkan lisis epitel, toksin ini mengakibatkan
penurunan nafsu makan larva, sehingga larva menjadi tidak nafsu makan dan berhenti makan. Toksinnya juga mengakibatkan terbentuknya pori-