Tabel 4.2 Hasil uji esterase pada larva instar IV Culex quinquefasciatus.
Nilai AV pada sumur ke- 1
2 3
4 5
F 1.257
1.483 1.508
1.333 1.240
G 1.311
1.479 1.369
1.347 1.310
Rata – rata nilai AV data diatas dengan ELISA adalah 1364 dan
1.363. Menurut Lee, 1990, nilai tersebut dikategorikan bersifat sangat resisten.
36
0 – 0,7 = sangat peka.
0,7 – 0,9 = resisten sedang.
0,9 = sangat resisten.
4.1.3 Uji bioassay larvasida Bti
Hasil kematian larva setelah 24 jam perlakuan pada uji utama dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Jumlah kematian larva Culex quinquefasciatus pada berbagai konsentrasi setelah 24 jam perlakuan pada uji utama.
Prinsip dasar uji bioassay adalah pemaparan larva nyamuk dalam batas perlakuan yang menggunakan konsentrasi dan waktu standar dengan
menggunakan insektisida yang dapat melumpuhkan larva nyamuk, kemudian mencatat kelumpuhan dan kematian larva nyamuk di akhir
pemaparan dan pada akhir periode pemulihan recovering time selama 24 jam.
34
Konsentrasi Jumlah kematian larva setelah 24 jam
pada ulangan ke Rata-rata
jumlah kematian
Persentase kematian larva
I II
III IV
0 mgL kontrol
0.0025 mgL 4
7 5
4 5
20 0.005 mgL
8 9
9 10
9 36
0.01 mgL 12
14 12
13 12.75
51 0.02 mgL
17 21
20 19
19.25 77
0.04 mgL 25
25 24
25 24.75
99
Pengamatan jumlah larva nyamuk yang mati dihitung setelah 24 jam dan bila persentase kematian pada kelompok kontrol berkisar 5-20,
maka untuk faktor koreksi digunakan rumus Abbott:
34
kematian nyamuk uji - kematian kontrol x 100 100 - kematian kontrol
Apabila kematian pada kontrol diatas 20 maka uji tersebut dinyatakan gagal dan harus mengulang kembali percobaan.
34
Pada tabel 4.3 diatas didapatkan bahwa pada konsentrasi 0 mgL kontrol tidak ditemukan kematian larva. Hal ini menyatakan bahwa
kondisi larva dalam keadaan baik dan dapat menyingkirkan adanya kemungkinan faktor lain atau faktor perancu yang menyebabkan kematian
larva pada kelompok perlakuan. Hasil uji pada kelompok perlakuan larvasida didapatkan kematian
terendah terdapat pada konsentrasi 0.0025 mgL dengan persentase kematian larva sebesar 20, sedangkan kematian tertinggi terdapat pada
konsentrasi 0.04 mgL dengan persentase kematian larva sebesar 99. Hasil ini sama dengan hasil uji pendahuluan pada tabel 4.1 di atas. Pada
tabel tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi semakin banyak larva yang mati. Hal ini tergambar dalam grafik di bawah ini.
Grafik 4.1 Hubungan antara konsenterasi larvasida Bti dengan persentase jumlah kematian larva Culex quinquefasciatus
20 36
51 77
99
20 40
60 80
100 120
0,0025 0,005
0,01 0,02
0,04 P
e rsent
a se
ju m
la h
ke m
a ti
a n
la rb
a
Konsentrasi larvasida Bti mgL
4.2. Analisis Data
4.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui distribusi data penelitian. Data yang baik untuk digunakan dalam penelitian adalah data
yang berdistribusi normal. Hal ini juga merupakan salah satu syarat untuk dapat dilakukannya uji One Way ANOVA. Dari hasil uji normalitas
Shapiro-Wilk didapatkan nilai p0.05. Hal ini menunjukan bahwa distribusi data normal.
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas
Statistic df
Sig. kematian
.926 24
.078
4.2.2. Uji One Way ANOVA
Syarat lain untuk dilakukannya uji One Way ANOVA adalah varians data homogen. Pada uji variasi data, didapatkan nilai p sebesar
0.082. Hal ini menunjukan bahwa nilai p0.05 yang artinya varians data penelitian ini homogen. Hasil dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini.
Tabel 4.5 Hasil Uji Variasi Data
Levene Statistic df1
df2 Sig.
2358 5
18 .082
Berdasarkan hasil sebelumnya bahwa data yang diperoleh berdistribusi normal dan varians data homogen, maka kedua syarat One
Way ANOVA terpenuhi. Uji One Way ANOVA dilakukan untuk melihat pengaruh perlakuan dan antar kelompok perlakuan terhadap kematian
larva.