Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Medicines WHO, 2000 yang menyatakan bahwa untuk hewan pengerat masing- masing kelompok perlakuan setidaknya terdiri dari 5 ekor. Hewan uji kemudian
diaklimatisasi selama 3 minggu agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
Pemberian ekstrak dilakukan secara peroral dengan menggunakan sonde kepada hewan uji setiap hari selama 48 hari, sesuai dengan tahapan
spermatogenesis. Sebelum pemberian suspensi, dilakukan penimbangan tikus, hal ini dilakukan untuk mengetahui berapa banyak suspensi yang akan diberikan.
Parameter diamati pada penelitian ini adalah kualitas sperma dan densitas sel spermatogenik. Kedua faktor tersebut merupakan indikator untuk mengontrol
fertilitas dari suatu individu Solihati et al., 2013. Kualitas spermatozoa ditentukan berdasarkan pada konsentrasi, motilitas, dan morfologi spermatozoa
Akmal et al., 2008. Pada penelitian ini parameter kualitas sperma yang diukur adalah konsentrasi dan morfologi spermatozoa. Densitas sel spermatogenik dinilai
dari diameter tubulus seminiferus dan tebal sel germinal. Pada penelitian ini indikator lain yang diukur adalah bobot testis dengan tujuan untuk melihat adanya
aktivitas pertumbuhan sel dan aktivitas sekresi endokrin. Pada hari ke 49 hewan uji dikorbankan dengan cara membiusnya
menggunakan eter. Kemudian dilakukan pembedahan dan diambil testis serta kauda epididimisnya sehingga pada akhirnya didapatkan data konsentrasi
spermatozoa, morfologi sperma yang abnormal, diameter tubulus seminiferus, tebal sel germinal, dan bobot testis. Data yang diperoleh kemudian diolah
menggunakan SPSS 20, dimana dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. dilanjutkan dengan uji one way ANOVA dan Kruskal Wallis yang selanjutnya
dilakukan uji LSD. Kualitas sperma dilihat melalui parameter konsentrasi dan morfologi.
Hasil analisis data konsentrasi spermatozoa menunjukkan ada perbedaan bermakna p 0,05 antara kelompok kontrol dengan kelompok dosis sedang dan
dosis tinggi serta juga terdapat perbedaan bermakna antara dosis rendah terhadap dosis sedang dan dosis tinggi. Artinya dengan pemeberian ekstrak Mastigophora
diclados dapat meningkatkan konsentrasi spermatozoa pada dosis sedang dan tinggi.
Analisis data morfologi sperma yang abnormal menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna p 0,05 antara kelompok kontrol dan kelompok yang
diberikan ekstrak Mastigophora diclados baik dosis rendah, dosis sedang maupun
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dosis tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pemberian ekstrak Mastigophora dapat menurunkan persentase sperma yang abnormal. Sejalan
dengan bertambahnya dosis ekstrak yang diberikan semakin kecil persentase sperma yang abnormal. Persentase morfologi sperma yang abnormal pada
kelompok kontrol sebesar 9,08. Batasan fertil adalah bila lebih dari 12 morfologi spermatozoa yang normal Guzick et al., 2001. Jadi, kelompok kontrol
masih termasuk kedalam kategori fertil sehingga dapat dijadikan acuan, yang mana lebih dari 12 morfologi spermatozoa yang normal.
Pada penilaian densitas sel spermatogenik, parameter yang dinilai adalah diameter tubulus seminiferus dan tebal sel germinal. Hasilnya menunjukkan
adanya peningkatan diameter tubulus seminiferus dari kelompok kontrol ke kelompok dosis tinggi dan se
dang tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna p ≥ 0,05. Pada tebal sel germinal terdapat peningkatan antar setiap kelompok.
Peningkatannya berbanding lurus dengan dosis yang diberikan namun peningkatan ini
tidak terdapat perbedaan yang bermakna p ≥ 0,05. Pada hasil analisis diameter dan tebal sel germinal ada peningkatan tetapi tidak bermakna,
hal ini mungkin dikarenakan belum tercapainya dosis ekstrak Mastigophora diclados yang paling optimal untuk meningkatkan parameter ini secara bermakna.
Selanjutnya, hasil analisis dari data bobot testis menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna p ≥ 0,5 antara bobot testis kelompok kontrol dibandingkan dengan
kelompok yang diberikan ekstrak. Jadi, dengan pemberian ekstrak Mastigophora diclados selama 48 hari
terdapat perbaikan dalam konsentrasi dan morfologi sperma, diameter tubulus seminiferus, serta tebal sel germinal hal ini diduga disebabkan adanya pencegahan
produksi radikal bebas oleh antioksidan yang dimiliki oleh lumut hati Mastigophora diclados. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Turk
et al. 2007 bahwa dengan pemberian jus delima yang memiliki aktivitas antioksidan, dapat meningkatkan kualitas sperma dan densitas sel spermatogenik.
Sedangkan pada bobot testis tidak ada perbedaan bermakna antara setiap kelompok, hal ini didukung oleh penelitian Wu et al. 1873 yang mengatakan
bahwa senyawa antioksidan kemungkinan kurang berpengaruh terhadap bobot testis, tetapi lebih berpengaruh pada struktur spermatozoa.