Klasifikasi tanaman Crandall-Stotler et al., 2008

9 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang terdapat di daerah interstitial antara tubulus-tubulus seminiferus Heffner, 2008. Tubulus seminiferus tikus lebih tebal dari manusia yakni pada tikus 347±5 μm dan pada manusia 262˃9 μm, tetapi pembatas tubulus pada tikus jauh lebih tipis dibanding manusia yakni 1,4˃1 μm pada tikus dan 15,9˃3,4 μm pada tikus. Epitel seminiferus tikus mengandung 40 lebih sel spermatogenik dari volumenya, dua kali lebih banyak dari epitel seminiferus manusia Ilyas, 2007. Epididimis merupakan daerah penumpukan dan penyimpanan spermatozoa setelah meninggalkan testis. Secara umum epididimis memiliki fungsi utama, yaitu transportasi, pemekatan konsentrasi, pematangan dan penyimpanan spermatozoa Sherwood, 2001. Struktur epididimis yaitu berbentuk koma dapat menahan batas posterolateral testis. Epididimis dibentuk oleh saluran berkelok-kelok secara tidak teratur yang disebut duktus epididimis. Duktus epididimis diperkirakan mempunyai tiga regio: kaput kepala, korpus badan, dan kauda ekor. Duktus- duktus epididimis dari setiap testis menyatu untuk membentuk sebuah saluran berdinding tebal dan berotot yang disebut duktus vas deferens Fawcett, 2002. Duktus vas deferens berfungsi sebagai tempat penyimpanan spermatozoa yang penting. Hal ini disebabkan karena spermatozoa yang terkemas rapat relatif inaktif dan kebutuhan metabolit mereka juga rendah. Spermatozoa dapat disimpan dalam duktus deferens selama beberapa hari walaupun tidak mendapat pasokan nutrisi dari darah dan hanya mendapat makanan dari gula-gula sederhana yang terdapat disekresi tubulus Sherwood, 2001.

2.5 Spermatozoa

Spermatozoa merupakan hasil akhir dari proses spermatogenesis. Spermatozoa terdiri atas kepala berisi inti dan ekor. Panjangnya sekitar 60 μm dan merupakan sel yang bergerak aktif motil . Panjangnya sekitar 5 μm dan lebarnya sekitar 3 μm. Kepala terutama terdiri atas inti dengan kromatin yang menggumpal yang dua pertiga anteriornya dibungkus erat oleh akrosom Finn, 1994. Gambar 2.3 Spermatozoa tikus Sumber: Inveresk Research et al., 2000 10 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ekor spermatozoa memiliki penjang sekitar 55 μm dan ketebalannya menurun dari sekitar 1 μm dekat kepala menjadi 0,1 μm dekat ujungnya. Dengan menggunakan mikroskop yang baik maka ekor akan tampak terdiri atas leher, bagian tengah middle piece, bagian utama principal piece dan bagian ujung end piece Finn, 1994. Spermatozoa merupakan hal yang penting dalam pemeriksaan infertilitas pada pria. Untuk mengetahui kualitas dan kuantitas spermatozoa beserta cairan semen di sekitarnya dilakukan dengan suatu analisis semen. Dalam suatu penelitian dikatakan bahwa untuk mendiagnosis suatu infertilitas pada pria dapat ditentukan melalui pengukuran konsentrasi, motilitas, dan morfologi dari spematozoa. Batasan untuk subfertil adalah bila konsentrasi spermatozoa kecil dari 13,5x10 6 mL, sperma yang motil kecil dari 32, dan kecil dari dari 9 morfologi spermatozoa yang normal. Sedangkan untuk batasan fertil adalah bila konsentrasi spermatozoa lebih dari 48,0x10 6 mL, sperma yang motil lebih besar 63, dan lebih dari dari 12 morfologi spermatozoa normal Guzick et al., 2001.

2.6 Spermatogenesis Pada Tikus

Spermatogenesis adalah proses berkelanjutan dari pembelahan sel germinal untuk menghasilkan spermatozoa yang dimulai dari masa pubertas Patricia, 2007. Spermatogenesis terjadi di dalam semua tubulus seminiferus selama kehidupan seksual aktif sebagai akibat dari rangsangan hormon gonadotropin hipofisis anterior Guyton, 1996; Junquueira et al., 1997. Proses spermatogenesis dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu proliferasi mitotik, meiosis, dan spermiogenesis Sherwood, 2001. Pada tahap awal spermatogenesis, spermatogonia primitif berkumpul di tepi membran basal epitel germinativum yang disebut sebagai spermatogonia tipe A Guyton, 1996. Spermatogonia tersebut membelah menjadi sel yang sedikit lebih berdiferensiasi, yaitu spermatogonia tipe B. Pada tahap ini spermatogonia bermigrasi ke arah sentral di antara sel-sel sertoli. Dalam waktu kira-kira 24 hari setiap spermatogonium yang melewati lapisan pertahanan masuk ke dalam lapisan sel sertoli dimodifikasi secara berangsur-angsur dan membesar untuk membentuk spermatozit primer yang besar dengan 46 kromosom. Pada akhir hari ke-24, setiap spermatosit primer terbagi dua menjadi spermatosit sekunder, proses ini disebut sebagai meiosis pertama .

Dokumen yang terkait

Pengaruh Hormon Testosteron Undekanoat (TU) Dan Medroksiprogesteron Asetat (MPA) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Histologi Spermatogenesis Tikus Jantan (Rattus Novergicus L) Galur Sprague Dawley

4 46 157

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Herba Kemangi (Ocimum americanum L.) terhadap Kualitas Sperma Dan Densitas Sel Spermatogenik Tikus Sprague-Dawley Jantan secara In Vivo

2 24 100

Uji efek Antiinflamasi ekstrak n-heksan lumut hati Mastigophora diclados terhadap tikus putih jantan Strain Sprague Dawley

8 37 85

Uji Aktivitas Ekstrak Air Herba Kemangi (Ocimum Americanum L.) terhadap Kualitas Sperma Dan Densitas Sel Spermatogenesis Tikus Sprague-Dawley Jantan secara In Vivo

4 13 96

Uji Antifertilitas Ekstrak Etil Asetat Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

4 25 111

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. ex Web.) Nees secara In Vivo

0 12 94

Uji efek Antiinflamasi Ekstrak etil Asetat lumut hati Mastigophora diclados secara IN VIVO

1 23 100

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Herba Kemangi (Ocimum americanum L.) terhadap Kualitas Sperma Dan Densitas Sel Spermatogenik Tikus Sprague-Dawley Jantan secara In Vivo

1 12 100

Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees

3 22 57