Perubahan Fisiologis Pada Lansia

seseorang Busse,1987; J.C Horn Meer,1987 dalam Papalia, Olds Feldman, 2005. Banyak perubahan yang dikaitkan dengan proses menua merupakan akibat dari kehilangan yang bersifat bertahap gradual loss. Watson 2003 mengungkapkan bahwa lansia mengalami perubahan- perubahan fisik diantaranya perubahan sel, sistem persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem pengaturan suhu tubuh, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem genitourinari, sistem endokrin, sistem muskuloskeletal, disertai juga dengan perubahan- perubahan mental menyangkut perubahan ingatan memori. Berdasarkan perbandingan yang diamati secara potong lintang antar kelompok usia yang berbeda, sebagian besar organ tampaknya mengalami kehilangan fungsi sekitar 1 persen per tahun, dimulai pada usia sekitar 30 tahun Setiati, Harimurti Roosheroe, 2006.

4. Perubahan Fisiologis Pada Lansia

Perubahan fisiologis bervariasi pada setiap lansia yang umumnya diantisipasi oleh lansia. Perubahan ini bukan proses patologis, perubahan ini terjadi pada semua orang tetapi pada kecepatan yang berbeda dan tergantung pada kehidupan. Perubahan-perubahan fisiologis tersebut mempunyai efek utama dalam terapi obat, seperti: pada gastrointestinal, akan terjadi peningkatan Ph asam lambung, penurunan peristaltik yang menyebabkan terhambatnya waktu pengosongan usus halus. Sistem vaskuler akan terjadi penurunan curah jantung dan penurunan aliran darah. Hati akan terjadi penurunan fungsi enzim dan penurunan aliran darah. Ginjal akan terjadi penurunan aliran darah, penurunan nefron-nefron yang berfungsi sel-sel ginjal, dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Pada lansia, obat-obat yang bersifat asam kurang diserap karena sekresi lambung yang basa, dan obat-obat lebih lama berada di dalam saluran gastrointestinal karena berkurangnya motilitas lambung. Lansia mengalami penurunan curah jantung dan penurunan aliran darah, sehingga mempengaruhi aliran darah kehati dan ginjal, menyebabkan setelah usia 65 tahun, fungsi nefron berkurang sampai 35, dan setelah usia 70 tahun, aliran darah ke ginjal berkurang sampai 50. Disfungsi hati dapat dialami oleh lansia akibat menurunnya fungsi enzim, dan juga menurunnya kemampuan hati untuk memetabolisir dan mendetoksikasi obat- obat, sehingga meningkatkan risiko toksisitas obat Joyce Evelyn, 1996. Dengan adanya disfungsi hati dan ginjal, efektivitas dari suatu dosis obat biasanya berkurang. Pemakaian obat yang banyak dapat meningkatkan efek obat dan ekskresi obat pada orang lansia. Hati dan ginjal adalah 2 organ utama yang bertanggung jawab untuk klirens bersihan obat dari tubuh. Jika efisiensi kedua sistem tubuh ini berkurang, maka waktu paruh obat diperpanjang dan toksisitas obat mungkin terjadi. Perawat perlu menilai fungsi ginjal dan memantau keluaran urin dan nilai-nilai laboratorium dari nitrogen urea darah BUN=Blood Urea Nitrogendan kreatinin serum Cr. Untuk menilai fungsi hati, enzim-enzim hati perlu diperiksa. Kadar yang meningkat menunjukkan adanya kemungkinan disfungsi hati. Faktor-faktor yang menunjang terjadinya reaksi yang merugikan pada orang lansia adalah berkurangnya tempat pengikatan pada protein, yang meningkatkan jumlah obat bebas yang bersirkulasi, berkurangnya metabolisme dalam hati, dan waktu paruh obat yang memanjang akibat menurunnya fungsi hati dan ginjal. Interval waktu antara dosis suatu obat mungkin perlu ditambah untuk klien lansia. Penilaian untuk efek-efek yang merugikan merupakan proses yang terus-menerus dalam merawat orang lansia Joyce Evelyn, 1996.

B. Masalah Obat Pada Lansia