PEMBAHASAN Hubungan Pengetahuan dan Sikap Lansia Tentang Konsumsi Obat yang Aman Terhadap Perilaku Minum Obat di Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat

2. Jenis kelamin

Pada penelitian ini didapatkan jumlah responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki dengan jumlah sebanyak 59 responden perempuan 81,9, dibandingkan dengan laki-laki sebanyak 13 responden 18,1. Kemungkinan hal ini disebabkan populasi di Posbindu Cempaka, dari 88 orang lansia yang berada di wilayah Posbindu Cempaka, kelurahan Cempaka Putih, Ciputat, proporsi jenis kelamin perempuan jauh lebih besar daripada laki-laki. Hal ini sesuai dengan BPS RI - Susenas 2009, jumlah penduduk lanjut usia berdasarkan jenis kelamin jumlah lanjut usia perempuan sebesar 10,44 juta orang 8,96 dari seluruh penduduk perempuan, jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki yang hanya 8,88 juta orang 7,76 dari seluruh penduduk laki-laki. Dan juga Anna Woro 1999, melihat tingkat kesehatan dan kesejahteraan kian membaik maka angka harapan hidup penduduk Indonesia kian meningkat pula, khususnya perempuan di mana usia perempuan akan lebih panjang, sehingga rata-rata umur harapan hidup perempuan umumnya lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini sesuai juga dengan Azwar 1999 bahwa jenis kelamin juga mempengaruhi tingkat kesadaran berobat antara perempuan dan laki-laki, karena pada umumnya kaum perempuan memiliki kesadaran yang baik untuk berobat daripada kaum laki-laki. Sehingga menyebabkan perempuan lebih banyak datang keposbindu daripada laki-laki.

3. Pendidikan

Dilihat dari aspek pendidikan, jenjang pendidikan responden dalam penelitian ini dari 72 responden, yang tidak sekolah sebanyak 33 orang 45,8, pendidikan SD sebanyak 30 orang 41,7, pendidikan SMP sebanyak 5 orang 6,9, pendidikan SMA sebanyak 3 orang 4,2 dan yang tingkat pendidikannya sampai Sarjana ada 1 orang 1,4. Dari hasil penelitian ini, sebagian besar lanjut usia adalah berpendidikan dasar, dan sebagian besar lagi belum pernah sekolah . Rendahnya tingkat pendidikan pada lanjut usia ini mungkin disebabkan karena mereka lahir pada kurang lebih 60 tahun silam, dimana bangsa Indonesia baru saja merdeka dan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan pada masa itu masih sangat terbatas. Kondisi ini berbeda dengan situasi saat ini dimana fasilitas pendidikannya sudah jauh lebih baik. Hal ini sesuai dengan data dari BPS-RI Susenas 2009 yang memperlihatkan pendidikan penduduk lansia yang relatif masih rendah, yaitu tidakbelum pernah sekolah dan tidak tamat SD. Rendahnya tingkat pendidikan ini, mayoritas terjadi pada perempuan, hal ini mengindikasikan bahwa budaya patriarkhi masih sangat terasa di dalam pendidikan pada era tahun 45-an, dimana orang tua lebih mengutamakan pendidikan bagi anak laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa sebagian besar responden adalah perempuan dan berpendidikan rendah.

4. Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat diperoleh hasil sebanyak 50 responden 69,4 tidak bekerja sedangkan lansia yang mempunyai status pekerjaan bekerja sebanyak 22 orang 30,6. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kreager 2003 bahwa lebih banyak lansia yang tidak bekerja 55,9 daripada yang bekerja 44,1. Hal ini kemungkinan karena faktor umur yang menyebabkan lansia banyak yang tidak bekerja lagi, sebab sudah berkurangnya fungsi fisiologis tubuh, sehingga lebih sulit untuk melakukan aktifitas dan juga karena sebagian besar responden adlah perempuan yang kebayakan sebagai Ibu rumah tangga. Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rustika dan Woro 2000 yaitu status pekerjaan lansia yang tidak bekerja lebih sedikit yaitu 48,3 daripada yang bekerja 51,7. B. Hasil Analisis Univariat 1. Gambaran pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 63 lansia 87,5 memiliki pengetahuan baik tentang konsumsi obat yang aman sedangkan lansia yang memiliki pengetahuan kurang baik tentang konsumsi obat yang aman sebanyak 9 lansia 12,5. Hal ini kemungkinan karena responden mempunyai cukup banyak waktu untuk bertukar pikiran dan mencari informasi, sebab kebanyakan responden tidak bekerja. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo 2003, lingkungan juga dapat mempengaruhi pengetahuan, lingkungan memiliki fungsi sebagai alat pergaulan dan bertukar informasi yang dalam hal ini mengenai konsumsi obat yang aman, sehingga dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan. Hasil penelitian ini bertentangan dengan Nugroho 2000 dan Ariati 2005, umumya setelah seseorang memasuki tahap lansia maka akan mengalami penurunan fungsi kognitif proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, dan lain- lain. Lansia umumnya mempunyai kemampuan daya ingat yang menurun, sehingga mudah melupakan apa yang baru disampaikan dan ini berdampak pada pemahaman para lansia yang mulai lambat memahami suatu informasi dan badan POM 2008 pengetahuan lansia terkait cara-cara penggunaan obat yang benar, tepat, dan rasional masih kurang untuk itu diperlukan sistem pengawasan dan peningkatan kesadaran dan peningkatan pemahaman. Masih banyaknya lansia yang tidak mengetahui bahwa setiap obat memiliki efek samping Rahmawati, 2008, hal ini sesuai dengan hasil penelitian walaupun pengetahuan lansia baik. Dari hasil penelitian hanya 76,3 masyarakat yang menyatakan pergi ke dokter jika dalam dua hari gejala tidak membaik Rakhmawatie dan Anggraini, 2010 hal ini sesuai dengan hasil penelitian pengetahuan lansia yaitu apabila obat telah diminum berkali-kali, tetapi penyakit belum sembuh, perlu ke dokter dengan nilai pengetahuan baik sebesar 87,5. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Modig et al, 2008 bahwa setidaknya 75 dari obat-obatan dapat dikenal 71 oleh lansia dan hasil penelitian Jaye Cet al, 2002 dalam Modig et al, 2008, bahwa praktik umum lansia di Selandia Baru, persentase jawaban yang benar mengenai indikasi, dosis dan tujuan pengobatan adalah 87.

2. Gambaran sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sebanyak 42 lansia 58,3 memiliki sikap baik terhadap konsumsi obat yang aman sedangkan lansia yang memiliki sikap kurang baik terhadap konsumsi obat yang aman sebanyak 30 lansia 41,7. Hal ini kemungkinan karena lansia di posbindu ini berpengetahuan baik 87,5, sehingga sikap lansia di Posbindu ini juga baik dalam hal konsumsi obat yang aman 58,3. Sikap berada di dalam fikiran manusia, dan hanya dapat disimpulkan dari tanggapan mereka Fazio Olsson 2003. Sesuai dengan penelitian ini responden menjawab sesuai dengan pendapat mereka yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Lansia di posbindu Cempaka telah menggunakan obat secara rasional dengan hasil penelitian ini sebanyak 42 lansia 58,3 memiliki sikap baik, hal ini sesuai dengan kriteria penggunaan obat rasional yaitu tepat diagnosis, tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis, Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, 2008. Hal ini sesuai dalam penelitian Modig et al, 2008 mengungkapkan keyakinan yang kuat dalam manfaat dari obat, yang bearti mempunyai sikap yang baik dalam pengobatan, dan bertentangan dengan hasil penelitian Horne et al dalam Modig et al, 2008 bahwa sikap lansia kurang dalam hal pengobatan. Pada penelitian ini lansia meminum obat tepat dengan keluhan yang dirasakannya, hal ini bertentangan dengan badan POM 2008 pada pasien yang sangat tua, manifestasi dari ketuaan secara normal dapat menyebabkan kesalahan dalam mendefinisikan penyakit dan dapat mengantarkan pada peresepan yang tidak tepat, sehingga terkadang saat lansia meminum obat yang tidak tepat dengan keluhannya.

3. Gambaran perilaku lansia dalam minum obat

Gambaran perilaku lansia dalam minum obat di Posbindu Cempaka sebanyak 40 lansia 55,6 memiliki perilaku baik dalam minum obat sedangkan lansia yang memiliki perilaku kurang baik dalam minum obat sebanyak 32 lansia 44,4. Hal ini kemungkinan pengaruh dari pengetahuan lansia yang baik 87,5 dan sikap lansia yang baik 58,3, sehingga membentuk perilaku menjadi baik juga 55,6. Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain apabila sakit atau terkena masalah kesehatan, dan salah satunya adalah perilaku minum obat. Menurut badan POM 2008 Pengobatan sendiri dengan menggunakan produk obat bebas obat bebas terbatas atau mengkonsumsi obat yang diresepkan untuk penyakit-penyakit sebelumnya bahkan mengkonsumsi obat untuk orang lain banyak dilakukan oleh lansia, dan didukung dengan hasil BPS 2001 Perilaku pencarian pengobatan yang dilakukan oleh penduduk Indonesia yang mengeluh sakit persentase terbesar adalah pengobatan sendiri 58,78 dan menurut Direktorat Jenderal POM 1993 golongan obat yang digunakan responden dalam pengobatan sendiri adalah obat bebas sebesar 90,17 dan obat resep 9,83, hal ini sejalan dengan penelitian bahwa banyak yang membeli obat ke apotik tanpa resep ataupun membeli obat sendiri di warung walaupun hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku lansia dalam mengkonsumsi obat baik. Pada hasil penelitian banyak lansia yang menggunakan obat lebih dari 3 macam, walaupun perilaku lansia baik, hal ini mungkin karena petugas kesehatan di Posbindu Cempaka dalam memberikan obat 3-4 macam bahkan lebih, hal ini sesuai dengan info POM 2008 peresepan obat pada lansia berkisar sepertiga dari semua peresepan dan separuh dari obat yang dibeli tanpa resep digunakan oleh lansia. Secara keseluruhan, 80 dari lansia setiap hari menggunakan paling sedikit satu jenis obat, dan juga dari hasil penelitian menunjukkan 78 usia lanjut menderita tidak kurang dari 4 macam penyakit, 38 menderita lebih dari 6 macam penyakit, dan 13 menderita lebih dari 8 macam penyakit mustofa, 1995 dan selama periode 2005- 2008, prevalensi polifarmasi DP ≥ 5 meningkat sebesar 8,2 0,102- 0,111, dan prevalensi polifarmasi berlebihan DP ≥ 10 meningkat sebesar 15,7 0,021-0,024 Bo Hovstadius et al, 2008. Banyaknya jenis obat dan rumitnya tata cara pengobatan membuat pasien usia lanjut, yang kemampuan kognitif dan fisiknya sudah mengalami penurunan, menjadi tidak patuh terhadap tata cara pengobatan yang telah ditetapkan Retno, 2010, dan hasil penelitian ketidakpatuhan lansia dengan kondisi kronis dari 40 menjadi 75 Doggrell 2010, dan juga menurut sebuah studi oleh Okuno et al dalam Modig et al, 2008, 25 dari lansia berusia 80 tahun ke atas. tidak mengambil obat mereka seperti yang ditentukan hal ini bertentangan dengan hasil penelitian di Posbindu Cempaka yaitu lansia tidak menghentikan minum obat sampai selesai program pengobatan. C. Hasil Analisis Bivariat 1. Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat p=0,021. Hal ini bisa disebabkan karena untuk berperilaku kesehatan seperti perilaku minum obat yang aman bagi lansia, diperlukan pengetahuan lansia tentang manfaat minum obat yang aman bagi kesehatan lansia itu sendiri. Oleh sebab itu bila pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman baik maka akan mempengaruhi perilaku lansia juga menjadi baik pula. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo 2003 pengetahuan merupakan pedoman penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, apabila perilaku tersebut didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif maka perilaku tersebut bersifat positif, oleh sebab itu, pengetahuan yang baik akan membentuk perilaku yang baik. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Kristina dkk 2008 Keeratan hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pengobatan sendiri adalah lemah r =0,253. Semakin baik tingkatan pengetahuan lansia maka semakin baik pula perilaku minum obat lansia tersebut. Jadi dengan pengetahuan yang baik dapat meningkatkan perilaku minum obat pada lansia. Hal ini sesuai dengan Joyce Evelyn 1996 sebab-sebab terjadinya ketidakpatuhan lansia dalam minum obat menurut salah satunya yaitu tidak mengerti tujuan atau alasan pemakaian obat. Jadi lansia yang telah mengetahui tentang manfaat perilaku minum obat yang aman, maka dia akan menimbang-nimbang baik buruknya bagi dirinya dan berperilaku sesuai dengan kesadaran, pengetahuan dan sikapnya terhadap konsumsi obat yang aman. Pada hasil penelitian nilai OR sebesar 0,129 yang berarti bahwa lansia yang memiliki pengetahuan baik tentang konsumsi obat yang aman memiliki peluang sebesar 0,13 lebih besar lansia tersebut berperilaku baik dalam minum obat daripada lansia yang memiliki pengetahuan kurang baik tentang konsumsi obat yang aman. Padahal hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Hal ini mungkin bisa disebabkan walaupun pengetahuan lansia baik tetapi belum tentu semua lansia sikapnya baik juga, tergantung dari individu masing-masing lansia. Hal ini sesuai dengan Chandra 2009 nilai OR diketahui sebesar 0,129 menunjukkan bahwa apabila nilai OR 1, diperkirakan terdapat asosiasi negatif antara faktor risiko dan penyakit.

2. Hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan

perilaku minum obat Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, kelurahan Cempaka Putih, Ciputat p=0,128. Jadi walaupun sikap lansia dalam konsumsi obat yang aman baik, belum tentu dapat mempengaruhi perilaku dalam minum obat menjadi baik pula. Sikap juga dapat mendorong atau menghambat lansia untuk minum obat yang aman, misalnya lansia bersikap bahwa bila minum obat lebih banyak maka akan lebih cepat sembuh, hal ini dapat menghambat lansia untuk minum obat yang aman. Selain sikap dan pengetahuan yang dapat mempengaruhi perilaku lansia ada juga faktor pendukung Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi lansia dan faktor pendorong Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku lansia tersebut. Sehingga suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan support dari pihak lain. Hal lain mungkin juga disebabkan oleh kurangnya interaksi antara lansia dan petugas kesehatan di Posbindu Cempaka, jarangnya petugas kesehatan menanyakan bagaimana perilaku lansia dalam minum obat ataupun petugas kesehatan melakukan observasi, dan kurang aktifnya kader dalam melihat perilaku lansia dalam minum obat dan bisa juga dari lansia sendiri yang tidak mau berperilaku minum obat yang baik, jarangnya datang ke Posbindu untuk mendiskusikan masalah konsumsi obat yang aman kepada petugas kesehatan. Pada hasil penelitian dari Wismanto 2004 menunjukkan bahwa korelasi antara sikap dengan perilaku sebesar 0.366. Hasil tersebut dapat diartikan bahwa variansi perilaku 13,39 dapat dijelaskan dari sikap dari orang yang berperilaku tersebut. Hasil ini relatif kecil, hal ini kemungkinan disebabkan bahwa antara sikap dan perilaku tidak berhubungan secara langsung, akan tetapi masih terdapat variabel antara yaitu kehendak atau niat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian tidak ada hubungan antara sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat. Hal ini tidak sesuai dengan Notoatmodjo 2007, sikap dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu pengetahuan, pemberian respon dan persepsi, maka dari itu, pengetahuan saja tidak cukup tetapi diperlukan sikap lanjut lansia yang mendukung terbentuknya perilaku dalam minum obat. Dan juga bertentangan dengan hasil penelitian Kristina dkk 2008 Keeratan hubungan antara sikap denganperilaku pengobatan sendiri adalah sedang r =0,346. Pola kedua hubungan tersebut adalah positif. Artinya, semakin baik pengetahuan,sikap tentang pengobatan sendiri maka semakin rasional pula perilaku pengobatan sendirinya, demikian juga sebaliknya. Hasil penelitian ini di dukung dengan hasilpenelitian Supardi, dkk.2002 dalam Kristina dkk 2008 yang menyatakan bahwa pengetahuan dan sikap berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri. Dharmasari 2003 dalam Kristina dkk 2008 juga menyatakan bahwa pengetahuan dan sikap berhubungan dengan pengobatan sendiri yang aman, tepat, dan rasional. Pada hasil penelitian nilai OR diketahui sebesar 2,354 yang berarti bahwa lansia yang memiliki sikap baik terhadap konsumsi obat yang aman memiliki peluang sebesar 2,3 kali lebih besar lansia tersebut berperilaku baik dalam minum obat daripada lansia yang memiliki sikap kurang baik terhadap konsumsi obat yang aman. Padahal hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka. Hal ini mungkin bisa disebabkan dengan sikap lansia yang baik dapat juga mempengaruhi perilaku lansia menjadi baik pula, hal ini juga tergantung dari individu masing-masing lansia. Hal ini sesuai dengan Chandra 2009 nilai OR diketahui sebesar 2,354 menunjukkan bahwa apabila nilai OR 1, diperkirakan terdapat asosiasi positif antara faktor risiko dan penyakit. D. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam proses pelaksanaannya. Adapun keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini adalah: 1. Responden mengetahui bahwa dirinya sedang diteliti, sehingga dapat mempengaruhi jawaban responden, sehingga cenderung lansia mengisi jawaban yang terbaik menurutnya dan terkadang lansia lupa jadi hanya asal menjawab saja. 90

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menyimpulkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, serta saran yang dapat digunakan oleh instalansi terkait dan peneliti selanjutnya.

A. Kesimpulan

1. Gambaran karakteristik responden yakni lansia di Posbindu Cempaka, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat adalah : a. Rata-rata usia lansia adalah 64 tahun dan jenis kelamin paling banyak adalah prempuan. b. Tingkat pendidikan paling banyak adalah tidak sekolah. c. Status pekerjaan lansia paling banyak adalah tidak bekerja. 2. Gambaran umum pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman di Posbindu Cempaka, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat adalah berpengetahuan baik 87,5. 3. Gambaran umum sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman di Posbindu Cempaka, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat adalah bersikap baik 58,3. 4. Gambaran umum perilaku lansia dalam minum obat di Posbindu Cempaka, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat adalah berperilaku baik 55,6. 5. Ada hubungan antara pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat p=0,021. 6. Tidak ada hubungan antara sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat p=0,128.

B. Saran

1. Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk pengembangan keperawatan, khususnya di bidang keperawatan gerontik tentang minum obat pada lansia yang meliputi pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman serta perilaku minum obat. Meningkatkan kemampuan perawat dalam memberikan pembinaan dikomunitas terkait dalam meminum obat, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang holistic.

2. Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat

a. Diharapkan Puskesmas Ciputat untuk lebih peduli terhadap kesehatan di Posbindu Cempaka RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat yaitu lebih mengoptimalkan peran perawat dalam membantu Posbindu bukan hanya bidan saja. b. Untuk dilakukannya pengontrolan minum obat bisa dengan cara diadakan kunjungan ke rumah yang dapat dilakukan oleh kader dan