Pengertian Obat Interaksi Obat Pada Lansia

waktu paruh obat yang memanjang akibat menurunnya fungsi hati dan ginjal. Interval waktu antara dosis suatu obat mungkin perlu ditambah untuk klien lansia. Penilaian untuk efek-efek yang merugikan merupakan proses yang terus-menerus dalam merawat orang lansia Joyce Evelyn, 1996.

B. Masalah Obat Pada Lansia

1. Pengertian Obat

Menurut Ansel 1985, obat adalah zat yang digunakan untuk mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI, 2005. Obat merupakan salah satu komponen yang tidak dapat tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan, karena selain merupakan komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi, peran obat secara umum adalah sebagai berikut dalam Sanjoyo 2005: a. Untuk pencegahan penyakit b. Menyembuhkan penyakit c. Memulihkan rehabilitasi kesehatan d. Peningkatan kesehatan e. Mengurangi rasa sakit

2. Obat yang Sering Diminum Lansia

Menurut Stanley Beare 2006 produk obat yang paling sering digunakan oleh lansia adalah : a. Analgesic aspirin, asetaminofen dan ibuprofen

b. Mineral dan Vitamin c. Laksatif

d. Preparat obat batuk dan Flu

Obat yang sering diresepkan pada lansia dalam Farklin 2009, yaitu:

a. Obat-obat sistem saraf pusat 1 Sedativa-hipnotika

Jenis obat diantaranya, Anesfer, Dormicum, Estalin, Sedacum, dan Sezolam. Efek yang dihasilkan untuk antidepresan, obat tidur dan anestesi. Efek samping obat yang ditimbulkan pada lansia, pasien merasa tidak enak badan setelah bangun tidur dapat terjadi sepanjang hari, sempoyongan, kekakuan dalam bicara dan kebingungan beberapa waktu sesudah minum obat. 2 Analgetika Jenis obat diantaranya, Acetram, Corsadol, Aspirin bayer, Pamol, Panadol dan Sanmol. Efek yang dihasilkan untuk meredakan nyeri seperti sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot dan demam. Dengan menurunnya fungsi respirasi karena bertambahnya umur, maka kepekaan terhadap efek respirasi obat-obat golongan opioid analgetika-narkotik juga meningkat. 3 Antidepresansia Jenis obat diantaranya, Deproz, Antiprestin, Ludios, Sandepril, dan Valdoxan. Efek yang dihasilkan untuk mengobati gejala-gejala depresi, insomnia. Sering menimbulkan efek samping pada lansia, antara lain berupa mulut kering, retensi urin, konstipasi, hipotensi postural, kekaburan pandangan, kebingungan, dan aritmia jantung. b. Obat-obat kardiovaskuler 1 Antihipertensi Jenis obat diantaranya, Cardura, Catapres, Captopril, dan Dopamet. Efek yang dihasilkan untuk mengatasi darah tinggi. Pengobatan hipertensi pada lansia sering menjadi masalah, tidak saja dalam hal pemilihan obat, penentuan dosis dan lamanya pemberian, tetapi juga menyangkut keterlibatan pasien secara terus menerus dalam proses terapi. Hal ini karena pengobatannya umumnya jangka panjang. 2 Obat-obat antiaritmia Jenis obat seperti Tiaryt. Efek yang dihasilkan untuk menekan dan mencegah terjadinya aritmia ventrikuler dan supraventrikuler yang membahayakan jiwa. Pengobatan antiaritmia pada lansia akhir-akhir ini semakin sering dilakukan mengingat makin tingginya angka kejadian penyakit jantung koroner pada kelompok ini. 3 Glikosida jantung Jenis obat diantaranya, Fargoxin, Digoxin, dan Indop. Digoksin merupakan obat yang diberikan pada penderita lansia dengan kegagalan jantung atau aritmia jantung. Gejala intoksikasi digoksin sangat beragam mulai anoreksia, kekaburan penglihatan, dan psikosis hingga gangguan irama jantung yang serius. c. Antibiotika Jenis obat diantaranya, Ciprofloxacin, Garamycin, dan Claforan. Efek yang dihasilkan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh mikroba. Pemakaian antibiotika golongan aminoglikosida dan laktam perlu diwaspadai karena ekskresi utamanya melalui ginjal. Penurunan fungsi ginjal karena lansia akan mempengaruhi eliminasi antibiotika tersebut, di mana waktu paruh obat menjadi lebih panjang waktu paruh gentasimin, kanamisin, dan netilmisin dapat meningkat sampai dua kali lipat dan memberi efek toksik pada ginjal nefrotoksik, maupun organ lain misalnya ototoksisitas. d. Obat-obat antiinflamasi Jenis obat diantaranya, Aktofen, Antalgin, Cataflam, dan Arcoxia. Obat- obat golongan antiinflamasi relatif lebih banyak diresepkan pada lansia, terutama untuk keluhan-keluhan nyeri sendi osteoaritris. Berbagai studi menunjukkan bahwa obat-obat antiinflamasi non-steroid AINS, seperti misalnya indometasin dan fenilbutazon, akan mengalami perpanjangan waktu paruh jika diberikan pada lansia, karena menurunnya kemampuan metabolisme hati.

e. Laksansia

Jenis obat diantaranya, Bicolax, Microlax, dan Laxasium. Pada lansia umumnya akan terjadi penurunan motilitas gastrointestinal, yang biasanya dikeluhkan dalam bentuk konstipasi. Pemberian obat-obat laksansia jangka panjang sangat tidak dianjurkan, karena di samping menimbulkan habituasi juga akan memperlemah motilitas usus. Daftar obat yang tidak dianjurkan pemberiannya kepada lansia karena adanya efek samping yang serius dalam Maryam 2008: a. Psikofarmaka: diazepam, lorazepm, fluoksetin, semua senyawa barbital terkecuali fenobarbital dan untuk epilepsi b. analgetik dan obat rema: naproksen, piroksikam, indometasin c. Obat jantung: disopiramida, dipirimadol, amiodaron, metildopa, nifedipin d. Antihistamin: siproheptadin, prometazin, deksklorfeniramin e. Obat parkinson: orfenadrin f. Obat anti-bakteril:nitrofurantoin g. Hormon pria: testosteron h. Obat lambung: simetidin, emulsi parafin Banyak obat yang dapat menyebabkan kerusakan kognitif pada lansia seperti: amantadine, aspirin, klorpromazin, simetidin, diazepam, difenhidramin, flurazepam, haloperidok, meperidin, metildopa, reserpin, triazolam dan kemungkinan 2 atau lebih dari obat-obat ini akan diresepkan secara bersamaan cukup tinggi Stanley Beare, 2006. Sebagian dari perubahan farmakokinetik ini sukar untuk diramalkan, petugas kesehatan, termasuk perawat harus memulai terapi dengan dosis efektif yang paling rendah. Titrasi dosis yang hati-hati, dengan sedikit peningkatan jumlah dalam dosis obat, mungkin diperlukan untuk mencapai tujuan pengobatan. Dosis yang konservatif dapat membantu mencegah keracunan dan membantu pasien menghemat biaya tambahan untuk obat yang tidak perlu Stanley Beare, 2006. Obat oral adalah obat yang paling aman dan paling mudah diberikan, kecuali jika klien menderita gangguan fungsi cerna atau tidak mampu menelan Potter, Ferry 2005. Kadang-kadang sulit menelan tablet yang terlalu besar, tetapi sebaliknya tablet yang kecil sulit dipegang karena tangan dan jari-jari mulai kaku. Kadang-kadang sulit mengeluarkan obat dari wadahnya. Obat cair sepertinya pilihan yang baik, tetapi tetap ada kendala karena mulai sulit untuk menuangkan obat dari botolnya dan tidak tepat dalam mengisi sendok dengan takaran yang seharusnya. Juga mulai sulit untuk membawa sendok kearah mulut karena tangan mulai gemetar dan tidak lentur lagi Hanna Andar, 2009.

3. Masalah Dalam Peresapan Obat Pada Lansia

Masalah dalam peresepan obat dalam Manjoer 2004, yaitu: a. Farmakokinetik Yang meliputi penyerapan, distribusi, metabolisme dan pengeluaran obat. b. Farmakodinamik Perubahan ini berupa gangguan kepekaan target organ terhadap obat yang dikonsumsi pada lansia yang menyebabkan meningkatnya atau berkurangnya efek obat tersebut dibandingkan dengan pada usia yang lebih muda

c. Masalah-masalah khusus

Beberapa masalah khusus perlu diperhatikan di dalam meresepkan obat pada lansia, yaitu : 1 Polifarmasi: lansia cenderung mengalami polifarmasi karena penyakitnya yang lebih dari satu jenis multipatologi, dan diagnosis tidak jelas. 2 Takaran obat : akibat perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik pada lansia maka takaran obat perlu diberikan serendah mungkin yang masih mempunyai efek untuk menyembuhkan. 3 Efek samping, interaksi, toksisitas obat dan penyakit iatrogenik penyakit yang disebabkan obat yang digunakan 4 Ketidakpatuhan menggunakan obat menurut aturan pemakaian, memegang peranan untuk timbulnya efek samping obat.

4. Interaksi Obat Pada Lansia

Suatu interaksi bisa terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungan. Efek suatu obat merubah efek obat lain atau saling mempengaruhi. Ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau yang terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya Stockley, 2008. Kemungkinan terjadinya interaksi obat semakin besar dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan saat ini dan kecenderungan polifarmasi Tatro, 2001. Penggunaan berbagai obat, beberapa orang dokter, dan penggunaan obat yang dijual bebas semua turut berperan dalam terjadinya interaksi obat. Penurunan fungsi ginjal dan hati yang berhubungan dengan penuaan membuat konsekuensi interaksi obat tampaknya dapat menjadikan penyakit yang dialami lansia akan lebih serius. Interaksi obat yang mungkin mempunyai konsekuensi kecil pada orang dewasa muda, dapat menimbulkan konsekuensi yang merusak pada lansia. Sebagai contoh, orang muda tidak diragukan lagi akan mengalami sedasi oleh kombinasi difenhidramin dan suatu fenotiazin seperti klopromazin. Pada lansia, kombinasi ini turut berperan dalam kejadian jatuh, baik karena sedasi yang berlebihan atau karena pengaruh pada tekanan darah postural. Interaksi obat dapat dideteksi hanya jika suatu daftar obat lengkap yang digunakan dapat dipelihara. Profil obat termasuk daftar obat yang diresepkan maupun yang dijual bebas selalu ditulis oleh setiap dokter pasien tersebut Maryam, 2008. Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi yang melibatkan aspek farmakokinetik obat dan interaksi yang mempengaruhi respon farmakodinamik obat. Interaksi farmakokinetik dapat terjadi pada beberapa tahap, meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu obat diubah oleh obat lain Fradgley, 2003. Beberapa kejadian interaksi obat sebenarnya dapat diprediksi sebelumnya dengan mengetahui efek farmakodinamik serta mekanisme farmakokinetik obat-obat tersebut. Pengetahuan mengenai hal ini akan bermanfaat dalam melakukan upaya pencegahan terhadap efek merugikan yang dapat ditimbulkan akibat interaksi obat Quinn dan Day, 1997. Interaksi obat yang paling penting pada lansia termasuk obat dengan indikasi terapeutik yang sempit atau obat yang memengaruhi sistem saraf pusat. Perawat perlu menyaring profil pengobatan untuk interaksi obat pada pasien yang menggunakan obat seperti warfarin, fenitoin, karbamazepin, fenobarbital, digoksin, quinidin, prokainamid, antidepresan, atau benzodiazepin Maryam, 2008.

5. Polifarmasi Pada Lansia