Latar Belakang Penelitian PENDAHULAN

1

BAB I PENDAHULAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pajak bagi suatu masyarakat yang modern, memegang peranan penting. Pembiayaan penyelenggaraan negara sebagian besar bersumber dari pajak, juga merupakan sumber dana utama dalam melakukan pembangunan. Karena peranannya yang sangat sentral dalam negara, tentunya masyarakat sebagai warga negara mestinya paham tentang pentingnya pajak, serta mengerti bagaimana melaksanakan hak dan kewajibannya terkait dengan pajak. Apalagi dengan sistem self assesment seperti yang diterapkan Indonesia doytea.wordpress.com20070806 sosialisasi-pajak-tanggung-jawab-siapa-38k. Sejak diterapkannya sistem self assesment dalam undang-undang perpajakan di Indonesia, kunci pokoknya adalah kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya. Konsekuensi dari penerapan sistem self assesment tersebut. Direktorat Jendral Pajak DJP berkewajiban untuk melakukan pelayanan, pengawasan, pembinaan, dan penerapan sanksi perpajakan. Karena pada sistem self assesment wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, melaporkan, dan membayar sendiri kewajiban pajaknya Media Indonesia, 30 Oktober 2007. 2 Pelaksanaan sistem self assesment tersebut harus didukung oleh tingkat pemahaman dan kesadaran wajib pajak. Sayangnya di Indonesia, tingkat pemahaman dan kesadaran tentang pajak sangat rendah. Fakta- fakta dilapangan menunjukkan hal tersebut. Sebagai contoh, sebenarnya undang-undang mewajibkan setiap orang yang penghasilannya diatas PTKP wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP. Faktor-faktor yang menyebabkannya antara lain ketidaktahuan tentang aturan perpajakan, kurangnya pengawasan, lemahnya penegakkan hukum, malas berurusan dengan kantor pajak, sampai ada kesan ”tidak bersahabatnya” kantor pajak. Selain itu, tingkat pemahaman terhadap ketentuan perpajakan juga menunjukkan tingkat yang rendah. Misalnya kita sering mendengar keluhan tentan rumitnya pengisian SPT dan adanya peraturan- peraturan baru yang belum diketahui oleh wajib pajak doytea.wordpress.com20070806sosialisasi-pajak-tanggung-jawab- siapa. Kepatuhan waji pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya juga dipengaruhi oleh motivasi wajib pajak. Motivasi merupakan salah satu faktor penting yag harus dimiliki individu. Karena dengan motivasi inilah orang akan tergerak untuk melaksanakan suatu aktivitas. Tanpa adanya motivasi, orang akan lemah, pesimis dan tidak tertolong untuk beraktifitas. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orag pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, 3 dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari definisi tersebut dijelaskan bahwa rakyat tidak mendapatkan imbalan secara langsung atas pembayaran pajaknya. Hal ini akan menyebabkan wajib pajak kurang termotivasi untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Untuk menumbuhkan motivasi wajib pajak, maka dalam pelaksanaan sosialisasi aparat pajak harus memaparkan secara konkret manfaat pajak dan menumbuhkan kesadaran bahwa pajak digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran rakyat. Diantaranya pajak digunakan untuk menggaji PNS, membangun sekolah, rumah sakit, jalan, jembatan, keamanan dan fasilitas umum lainnya sehingga motivasi wajib pajak semakin kuat untuk patuh dalam memenuhi kewajiban pajak www.jawapos.co.idindex.php?a..id=18102c= 88 Sosialisasi yang aktif dilakukan Ditjen Pajak selama beberapa tahun terakhir, baik melalui media cetak maupun elektronik merupakan konsistensi pihak DJP dalam rangka mengamankan penerimaan negara. Salah satunya adalah sosialisasi dalam lingkup institusi pendidikan yaitu dengan tema High School Tax Roadshow Berita Pajak, 15 November 2005 adalah seragkaian kegiatan dari sosialisasi perpajakan terhadap generasi muda yang dikemas dalam bentuk Edutainment diharapkan agar pajak semakin dekat dengan masyarakat. Temuan Laporan Pembangunan Manusia Indonesia LPMI,2004 mengatakan bahwa mutu manusia indonesia tergolong rendah. LPMI mendesak pemerintah dan masyarakat 4 memberikan prioritas investasi lebih tinggi pada upaya pembangunan manusia, terutama lewat penidikan dan kesehatan Tambunan,2004. Menurut Printi dalam Harian Kontan pada tanggal 19 Februari 2009 mengatakan bahwa salah satu upaya DJP meningkatkan kesadaran masyarakat indonesia, maka diupayakannya program Suncet Policy pada akhir tahun 2008 hingga memasuki awal tahun 2009, yang kemudian program tersebut mengarah ke komunitas hobi, olahraga, sosial dan juga organisasi profesi seperti dokter dan pengacara. Kemudian, perusahaan asuransi, Multi Level Marketing MLM, dan direct selling Penjualan Langsung. Pengusaha MLM atau yang biasa disebut distributor MLM mempunyai tanggung jawab dalam memenuhi kewajiban perpajakannya apabila telah mempunyai penghasilan melebihi PTKP yang telah ditentukan oleh DJP. Menurut Rahmawati 2007 bahwa terdapat dua unsur dalam Multi Level Marketing MLM, yang meliputi sebagai perusahaan yang memperdagangkan produk Multi Level Marketing, dan pemberi rabat bagi distributor MLM yang bersangkutan, serta distributor Multi Level Marketing MLM. Sehingga dari sini terdapat dua kewajiban yang harus dilaporkan kepada kantor Direktorat Jenderal Pajak yaitu Pajak Pertambahan Nilai PPN dan Pajak Penghasilan PPh. PPN dapat dipungut dari perusahaan Multi Level Marketing atas penyerahan barang yang dilakukan dari perusahaan Multi Level Marketing kepada distributor Multi Level Marketing yang bersangkutan. Sedangkan PPh dapat dipungut 5 dari distributor Multi Level Marketing atas penghasilan berupa rabat yang diperoleh dimana PPh ini dapat dipungut langsung oleh perusahaan MLM http:www.adln.lib.unair.ac.idgo.php?id=gdlhub-gdl-s1-2007- rahmawatin- 4054PHPSESSID=cd6d62b041fb8953 9eef16c4c73dcbec. Penelitian sebelumnya oleh Nurseto 2002 dengan judul ”Pengaruh Persepsi tentang Pajak dan Tingkat Pendidikan terhadap Kesadaan Wajib Pajak.” hasilnya menunjukkan bahwa persepsi tentang pajak dan tingkat pendidikan dapat memberikan sumbangan efektif terhadap kesadaran wajib pajak sebesar 37,15. Ini berarti semakin tinggi persepsi pajak dan tingkat pendidikan maka pengaruh terhadap kesadaran wajib pajak semakin signifikan. Penelitian selanjutnya oleh Yusronillah 2006 dengan judul ”Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan Wajib Pajak Terhadap Motivasi Memenuhi Kewajib an Pajak”. Hasilnya menunjukkan bahwa interaksi tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak dengan menunjukkan hasil signifikasi diatas 5 lima persen. Penelitian lain oleh Setiadi 2006 dengan judul ”Persepsi tentang Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak”, menunjukkan bahwa persepsi tentang pajak para responden termasuk kategori baik dengan tingkat persepsi rata-rata 76,14 dari skor idealnya. Sedangkan dalam konteks kepatuhan wajib pajak diketahui bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak rata-rata mencapai 77,24 dari skor idealnya. Dari hasil perhitungan 6 korelasi diketahui bahwa tingkat hubungan kedua variabel penelitian ini 0,443 sehingga ada hubungan positif dan cukup signifikan antara persepsi tentang pajak dengan kepatuhan waijb pajak. Penelitian lainnya pernah dilakukan oleh Rahmawati 2007, Dari penelitian dengan membandingkan peraturan perundang-undangan perpajakan, terdapat fakta hukum yang ada mengenai Multi Level Marketing baik berasal dari narasumber anggota Multi Level Marketing dan buku-buku mengenai Multi Level Marketing itu sendiri, bahwa terdapat dua unsur dalam Multi Level Marketing, yang meliputi perusahaan Multi Level Marketing sebagai perusahaan yang memperdagangkan atau menjual produk Multi Level Marketing dan pemberi rabat bagi distributor Multi Level Marketing yang bersangkutan, serta distributor Multi Level Marketing MLM sehingga dari sini terdapat dua kewajiban yang harus dilaporkan kepada kantor Direktorat Jenderal Pajak yaitu Pajak Pertambahan Nilai PPN dan Pajak Penghasilan PPh. PPN dapat dipungut dari perusahaan Multi Level Marketing atas penyerahan barang yang dilakukan dari perusahaan Multi Level Marketing kepada distributor Multi Level Marketing yang bersangkutan. Sedangkan PPh dapat dipungut dari distributor Multi Level Marketing atas penghasilan berupa rabat yang diperoleh dimana PPh ini dapat dipungut langsung oleh perusahaan Multi Level Marketing sebagai kewajiban WAPU. 7 Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka untuk penelitian kali ini ingin mengetahui pengaruh motivasi dan tingkat pendidikan wajib pajak yang mempunyai pekerjaan sebagai distributor MLM terhadap kepatuhan atas kewajiban perpajakannya, apakah terdapat pengaruh yag signifikan atau tidak. Penelitian ini lebih mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh Yusronillah 2006. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yaitu: 1. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Mampang Prapatan, sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan di Kecamatan Jatinegara. 2. Adanya perubahan sampel penelitian, yaitu distibutor MLM, sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan kepada masyarakat umum Kecamatan Jatinegara. 3. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah Convinience Sampling sedangkan penelitian terdahulu menggunakan Area Sampling. 4. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2010, sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2006. Berdasarkan pertimbangan sebelumnya, maka penulis mencoba untuk meneliti lebih lanjut permasalahan diatas dengan memilih judul “ANALISIS PENGARUH MOTIVASI DAN TINGKAT PENDIDIKAN DISTRIBUTOR MLM TERHADAP KEPATUHAN PAJAK ”. 8

B. Perumusan Masalah