Kewajiban Perpajakan yang Terkait dengan MLM

37 j Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l Keuntungan selisih kurs mata uang asing; m Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n Premi asuransi; o Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; q Penghasilan dari usaha berbasis syariah; r Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s Surplus Bank Indonesia.

5. Kewajiban Perpajakan yang Terkait dengan MLM

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571KMK.032003, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku para distributor tadi melakukan penyerahan BKP atau JKP 38 dengan jumlah peredaran bruto lebih dari Rp 600 juta, maka yang bersangkutan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak PKP. Apabila sudah PKP maka distributor MLM mutlak harus menjalankan kewajibannya yakni memungut-menyetorkan-melapor PPN terutang. Namun meski peredaran bruto atas penyerahan BKP atau JKP-nya tidak melebihi Rp 600 juta, distributor boleh memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP http:www.pajakpribadi.comartikel distributor.htm. Sedangkan soal terminologi pekerja, diartikan sebagai seseorang yang terlibat dalam suatu hubungan kerja, yang tidak memperoleh penghasilan dari menjalankan kegiatan usaha. Pekerja bisa berarti pegawai tetap, pegawai lepas, harian, honorer dan lainnya. Penjelasan definitif mengenai pekerja yang relevan dengan bahasan ini, tidak akan dijumpai dalam ketentuan perpajakan. Yang ada hanyalah pengertian pegawai seperti yang disebutkan dalam Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545PJ2000. Sementara istilah pekerja boleh dibilang cakupannya lebih luas, lanjutnya yakni tidak hanya terbatas pada pengertian pegawai. Bagi distributor yang sekaligus pegawai mungkin tidak terlalu salah terkait pendapatannya, mengingat sudah terlibat hubungan kerja dengan 39 perusahaan. Sementara distributor yang fungsinya murni semata-mata sebagai agen yang melakukan penjualan atas nama perusahaan MLM dan tidak memperoleh penghasilan berkala seperti gaji atau upah. Komisi dapat diartikan sebagai imbalan berkaitan dengan omzet penjualan baik pribadi maupun kelompok. Sedangkan bonus sifatnya lebih cenderung seperti hadiah yang diberikan saat seorang distributor mencapai target-target tertentu. Sementara keuntungan langsung adalah uang yang diperoleh distributor dari selisih harga distributor dengan harga konsumen. Komisi diberikan berkaitan dengan prestasi seorang distributor. Prestasi di sini hubungannya adalah dengan omzet penjualan yang dicapainya. Mengenai jenis komisi ini masing-masing perusahaan MLM tidak sama. Ada perusahaan MLM yang memberi komisi kepada distributor dalam bentuk diskon dan ada yang berbentuk royalti. Diskon adalah komisi yang dihitung dari pembelian produk. Caranya perusahaan MLM memberikan rabat potongan harga kepada distributornya. Asumsinya diskon merangsang anggota membeli dan kemudian menjualnya atau dipakai sendiri. Sedangkan royalti, yaitu komisi yang diperoleh distributor karena telah berjasa mengenalkan bisnis perusahaan. Meski keduanya dikaitkan dengan prestasi yang dicapai seorang distributor, nyatanya baik komisi maupun bonus berbeda atau dibedakan. 40 Batasan mengenai penghasilan distributor berupa komisi dan bonus boleh jadi tidak sama untuk tiap perusahaan. Masing-masing memiliki kebijakan sendiri dalam memberikan imbalan kepada distributornya. Namun demikian bila dikaitkan dengan peraturan perpajakannya, distributor MLM lazimnya tidak diperlakukan sebagai pengusaha sehingga tidak wajib melakukan pembukuan, yang perlu dilakukan hanya pencatatan. Sesuai peraturan perpajakan, distributor MLM diperlakukan sebagai tenaga lepas, yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja. Secara khusus, pengenaan PPh atas penghasilan sehubungan kegiatan MLM diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE- 39PJ.431999. dalam surat edaran tersebut di antaranya diatur hal-hal sebagai berikut: a. Terhadap setiap pembelian produk dari perusahaan MLM, para anggota dapat membayar dengan harga distributor harga yang diberlakukan terhadap anggota, sedangkan untuk penjualan produk tersebut kepada konsumen yang bukan anggota, perusahaan MLM menetapkan harga yang dianjurkan. Selisih antara harga yang dianjurkan dengan harga distributor merupakan keuntungan yang dinikmati oleh distributor. 41 b. Dalam hal produk yang dibeli oleh distributor dari perusahaan MLM tidak seluruhnya terjual maka perusahaan MLM menjamin untuk membeli kembali produk tersebut. c. Setiap bulan perusahaan MLM akan memberikan rabat kepada distributor. Rabat tersebut diberikan dalam bentuk persentase tertentu secara bertingkat sesuai dengan akumulasi pembelian yang dilakukan oleh distributor. d. Rabat pada hakekatnya adalah komisi penjualan yang diberikan oleh perusahaan MLM kepada distributor. e. Berdasarkan Pasal 11 ayat 2 keputusan Direktur Jendral Pajak No. KEP-281PJ1998 tanggal 28 Desember 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan pasal 21 dan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegaitan orang pribadi sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 101994, diterapkan atas Penghasilan Kena pajak dari penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan kegiatan MLM. Besarnya penghasilan bruto bulan yang bersangkutan dikurangi dengan PTKP per bulan. f. Perlakuan perpajakan atas penghasilan yang diterima oleh setiap distributor upline dan downline sehubungan dengan kegiatan MLM adalah: 42 1 Atas rabat merupakan penghasilan yang terutang dan harus dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21. 2 Atas penghasilan karena selisih antara harga distributor dengan harga yang dianjurkan oleh perusahaan Multilevel Marketing adalah merupakan penghasilan yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

6. Kepatuhan Wajib Pajak