Analisis Pengaruh Motivasi dan Tingkat Pendidikan Distributor MLM terhadap Kepatuhan Pajak (Studi Kasus pada Distributor MLM di Wilayah Mampang Prapatan, Jakarta Selatan)
ANALISIS PENGARUH MOTIVASI DAN TINGKAT
PENDIDIKAN DISTRIBUTOR MLM TERHADAP
KEPATUHAN PAJAK
(Studi Kasus pada distributor MLM di wilayah Mampang Prapatan, Jakarta Selatan) Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Diajukan Oleh :
Nama : Ahmad Syahri NIM : 105082002603FAK/JUR : FEIS/Akuntansi Perpajakan
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
v DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Ahmad Syahri 2. Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 24 Mei 1987
3. Alamat : Jl. Tegal Parang Sel.I Rt.001/05, No.42 Mampang Prapatan,Jakarta Selatan 12790
4. Telepon : (021) 98247990 / (021) 7941152 II. PENDIDIKAN
1. MI Al-Khairiyah, Jakarta Tahun 1993-1999 2. MTsN 1, Jakarta Tahun 1999-2002 3. SMAN 55, Jakarta Tahun 2002-2005 4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Tahun 2005-2010
III.LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : H. Syamsudin
2. Ibu : Hj. Maesaroh
3. Alamat : Jl. Tegal Parang Sel.I Rt.001/05, No.42 Mampang Prapatan, Jakarta Selatan 12790
(6)
THE ANALYSIS INFLUENCE OF MOTIVATION AND LEVEL OF EDUCATION MLM AGENTS TO TAX COMPLIANCE
(Case Study on MLM agents in the region Mampang Prapatan, South Jakarta) ABSTRACT
This study aims to examine the effect of Motivation and Education Level MLM agents of Tax Compliance Factors of Individual, (A case study in the area of MLM agents Mampang Prapatan, South Jakarta). The variables are the focus of this research is the motivation and education level (X) as the independent variable and tax compliance (Y) as the dependent variable.
This research was conducted through questionnaires by MLM agents who are resident in the area Mampang Prapatan, South Jakarta., The sample taken as many as 75 respondents, but only back as many as 52 and 49 that can be processed. For the method of analysis and test hypotheses using multiple regression, then the calculations using the SPSS program version 1.6, while the determination of samples was done using convenience sampling method. The results of this study indicated tha only the motivation of MLM agents have significant effect to tax compliance, otherwhise not for education level.
Keywords: Motivation, Education Level, MLM Agents and Tax Compliance
(7)
vii ANALISIS PENGARUH MOTIVASI DAN TINGKAT PENDIDIKAN
DISTRIBUTOR MLM TERHADAP KEPATUHAN PAJAK
(Studi Kasus pada distributor MLM di wilayah Mampang Prapatan, Jakarta Selatan)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh Motivasi dan Tingkat Pendidikan Distributor MLM terhadap Kepatuhan Pajak Faktor Individu, (Studi kasus pada distributor MLM di wilayah Mampang Prapatan, Jakarta Selatan). Variabel yang menjadi fokus penelitian ini adalah motivasi dan tingkat pendidikan (X) sebagai variabel bebas dan kepatuhan pajak (Y) sebagai variabel terikat.
Penelitian ini dilakukan melalui pengisian kuesioner oleh distributor MLM yang bertempat tinggal di daerah Mampang Prapatan, Jakarta Selatan., sampel diambil sebanyak 75 responden, tetapi hanya kembali sebanyak 52 dan yang dapat diolah 49. Untuk metode analisis dan uji hipotesis menggunakan regresi berganda, kemudian perhitungannya menggunakan program SPSS versi 1.6, sedangkan penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode convenience sampling. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa motivasi distributor MLM berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan perpajakannya, sedangkan tingkat pendidikan tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kepatuhan pajaknya.
Kata kunci: Motivasi, Tingkat Pendidikan, Distributor MLM dan Kepatuhan Pajak
(8)
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Pengaruh Faktor Individu, Budaya Organisasi dan Pengalaman Terhadap Kinerja Konsultan Pajak (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah DKI Jakarta)”.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:
1. Aba dan Umi (H. Syamsudin dan Hj. Maesaroh), yang telah memberikan semangat, dan dukungan baik material maupun non material serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.
2. Keluargaku especially Cing Alim beserta keluarga, kakak-kakak (Po Emah, Po Eni, Po Iyah) beserta keluarga dan adik (maya beserta suami) yang telah menyemangati dan memberikan banyak inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta selaku Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
5. Ibu Yessi Fitri SE., Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
(9)
ix 6. Seluruh staf pengajar dan karyawan Universitas Islam Negeri yang telah
memberikan bantuan kepada penulis.
7. Calon ibu dari anak-anakku, Ahyanawati yang selalu tanpa lelah menemaniku, membantuku dalam susah dan senang, satu lagi langkah maju menuju keridhoan Allah SWT.
8. Sahabat-sahabatku yang tak kan pernah tergantikan, Ida Hamadah, Dang Hadiarrohman (tengkyu y dah dijinin bernaung dan numpang ngeprint), Ridwan Alhadian Bier, Fani Oktafiani Oneng beserta Galonnya.
9. Uni Fitri dan Apik (makasih banget atas bimbelnya menghadapi kompre) serta teman-teman Macrophylla (Cez, Ceu, Gra, Ryan Ncong, Ndut, Komeng, dan Onez)
10. Kawan-kawanku akuntansi A 2005 Rocklee, Nandar, Icha, Mayang, Be2r dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
11. Rekan-rekan Akuntansi Perpajakan, khususnya sari (makasih atas bimbingan SPSSnya), Akuntansi Manajemen dan Akuntansi Audit angkatan 2005 yang telah memberikan dukungannya selama ini kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, 27 Agustus 2010
(10)
DAFTAR ISI
Halaman Judul………. i
Lembar Pengesahan Skripsi……… ii
Lembar Pengesahan Uji Komprehensif………. iii
Lembar Pengesahan Uji Skripsi………. iv
Daftar Riwayat Hidup………. v
Abstract……… vi
Abstrak………. vii
Kata Pengantar ……… viii
Daftar Isi………... x
Daftar Tabel………. xiv
Daftar Gambar……… xv
Daftar Lampiran ………. xvi
BAB.I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
BAB.II. TINJAUAN PUSTAKA... 10
A. Tinjauan Literatur………10
1. Pengertian Motivasi...10
(11)
xi 3. Pengertian Multi-Level Marketing (MLM) dan Distributor MLM
... 17
4. Konsep Dasar Perpajakan ... 22
5. Kewajiban Perpajakan yang Terkait dengan MLM ... 37
B. Penelitian Terdahulu ... 43
C. Kerangka pemikiran ... 46
D. Hipotesis ... 47
BAB.III. METODOLOGI PENELITIAN……… 49
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 49
B. Metode Pengumpulan Data ... 49
C. Metode Analisis Data ... 50
1. Statistik Deskriptif ... 50
2. Uji Kualitas Data ... 50
a. Uji Reliabilitas ... 50
b. Uji Validitas ... 51
3. Uji Asumsi Klasik... .... 51
a. Uji Multikolonieritas... 52
b. Uji Normalitas... 52
c. Uji Heteroskedastisitas... 53
4. Uji Hipotesis ... 54
a. Koefisien Determinasi (R2) ... 55
b. Uji Statistik t ... 55
(12)
BAB.IV. PENEMUAN DAN PEMBAHASAN...58
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian………..…...58
1. Tempat dan Waktu Penelitian...58
2. Karakteristik Responden……...59
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian……….61
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif………..61
2. Hasil Uji Kualitas data………...62
a. Hasil Uji Validitas………62
b. Hasil Uji Reliabilitas………....64
3. Hasil Uji Asumsi klasik... 65
a. Uji Multikolonieritas... 65
b. Uji Normalitas…... 66
c. Uji Heteroskedastisitas... 68
4. Hasil Uji Hipotesis………...69
a. Hasil Uji Koefisien Determinasi ……….69
b. Hasil Uji Statistik t ………...70
c. Hasil Uji Statistik F………...72
C. Pembahasan………..73
BAB.V. PENUTUP………...75
A. Kesimpulan………75
B. Implikasi………76
C. Saran………. 77
DAFTAR PUSTAKA………...78
(13)
xiii Daftar Tabel
No. Keterangan Halaman
2.1 Perbedaan Penelitian ini dengan Penelitian Terdahulu ... 46
3.1 Bobot dan Kategori Skala Likert ... 50
3.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 57
4.1 Data Sampel Penelitian ... 58
4.2 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 59
4.3 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ... 59
4.4 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir. 60
4.5 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Bidang MLM… 60
4.6 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 61
4.7 Hasil Uji Validitas Variabel Motivasi ... 62
4.8 Hasil Uji Validitas Tingkat Pendidikan ... 63
4.9 Hasil Uji Validitas Kepatuhan Wajib Pajak ... 63
4.10 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Motivasi ... 64
4.11 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Tingkat Pendidikan ... 64
4.12 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kepatuhan Wajib Pajak ... 65
4.13 Hasil Uji Multikolonieritas ... 66
4.14 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 69
4.15 Hasil Uji Statistik t ... 70
(14)
Daftar Gambar
No. Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Penelitian ... 47
4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot ... 67
4.2 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik Histogram ... 67
(15)
xv Daftar Lampiran
No. Keterangan Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 82
2. Rekapitulasi Responden ... 85
3. Uji Validitas Data ... 92
4. Uji Reliabilitas Data ……….……… 97
(16)
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Penelitian
Pajak bagi suatu masyarakat yang modern, memegang peranan penting. Pembiayaan penyelenggaraan negara sebagian besar bersumber dari pajak, juga merupakan sumber dana utama dalam melakukan pembangunan. Karena peranannya yang sangat sentral dalam negara, tentunya masyarakat sebagai warga negara mestinya paham tentang pentingnya pajak, serta mengerti bagaimana melaksanakan hak dan kewajibannya terkait dengan pajak. Apalagi dengan sistem self assesment seperti yang diterapkan Indonesia (doytea.wordpress.com/2007/08/06 /sosialisasi-pajak-tanggung-jawab-siapa/-38k).
Sejak diterapkannya sistem self assesment dalam undang-undang perpajakan di Indonesia, kunci pokoknya adalah kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya. Konsekuensi dari penerapan sistem self assesment tersebut. Direktorat Jendral Pajak (DJP) berkewajiban untuk melakukan pelayanan, pengawasan, pembinaan, dan penerapan sanksi perpajakan. Karena pada sistem self assesment wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, melaporkan, dan membayar sendiri kewajiban pajaknya (Media Indonesia, 30 Oktober 2007).
(17)
2 Pelaksanaan sistem self assesment tersebut harus didukung oleh tingkat pemahaman dan kesadaran wajib pajak. Sayangnya di Indonesia, tingkat pemahaman dan kesadaran tentang pajak sangat rendah. Fakta-fakta dilapangan menunjukkan hal tersebut. Sebagai contoh, sebenarnya undang-undang mewajibkan setiap orang yang penghasilannya diatas PTKP wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Faktor-faktor yang menyebabkannya antara lain ketidaktahuan tentang aturan perpajakan, kurangnya pengawasan, lemahnya penegakkan hukum, malas
berurusan dengan kantor pajak, sampai ada kesan ”tidak bersahabatnya”
kantor pajak. Selain itu, tingkat pemahaman terhadap ketentuan perpajakan juga menunjukkan tingkat yang rendah. Misalnya kita sering mendengar keluhan tentan rumitnya pengisian SPT dan adanya peraturan-peraturan baru yang belum diketahui oleh wajib pajak (doytea.wordpress.com/2007/08/06/sosialisasi-pajak-tanggung-jawab-siapa/).
Kepatuhan waji pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya juga dipengaruhi oleh motivasi wajib pajak. Motivasi merupakan salah satu faktor penting yag harus dimiliki individu. Karena dengan motivasi inilah orang akan tergerak untuk melaksanakan suatu aktivitas. Tanpa adanya motivasi, orang akan lemah, pesimis dan tidak tertolong untuk beraktifitas. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orag pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
(18)
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari definisi tersebut dijelaskan bahwa rakyat tidak mendapatkan imbalan secara langsung atas pembayaran pajaknya. Hal ini akan menyebabkan wajib pajak kurang termotivasi untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Untuk menumbuhkan motivasi wajib pajak, maka dalam pelaksanaan sosialisasi aparat pajak harus memaparkan secara konkret manfaat pajak dan menumbuhkan kesadaran bahwa pajak digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran rakyat. Diantaranya pajak digunakan untuk menggaji PNS, membangun sekolah, rumah sakit, jalan, jembatan, keamanan dan fasilitas umum lainnya sehingga motivasi wajib pajak semakin kuat untuk patuh dalam memenuhi kewajiban pajak (www.jawapos.co.id/index.php?a..id=18102&c= 88)
Sosialisasi yang aktif dilakukan Ditjen Pajak selama beberapa tahun terakhir, baik melalui media cetak maupun elektronik merupakan konsistensi pihak DJP dalam rangka mengamankan penerimaan negara. Salah satunya adalah sosialisasi dalam lingkup institusi pendidikan yaitu dengan tema High School Tax Roadshow (Berita Pajak, 15 November 2005) adalah seragkaian kegiatan dari sosialisasi perpajakan terhadap generasi muda yang dikemas dalam bentuk Edutainment diharapkan agar pajak semakin dekat dengan masyarakat. Temuan Laporan Pembangunan Manusia Indonesia (LPMI,2004) mengatakan bahwa mutu manusia indonesia tergolong rendah. LPMI mendesak pemerintah dan masyarakat
(19)
4 memberikan prioritas investasi lebih tinggi pada upaya pembangunan manusia, terutama lewat penidikan dan kesehatan (Tambunan,2004).
Menurut Printi dalam Harian Kontan pada tanggal 19 Februari 2009 mengatakan bahwa salah satu upaya DJP meningkatkan kesadaran masyarakat indonesia, maka diupayakannya program Suncet Policy pada akhir tahun 2008 hingga memasuki awal tahun 2009, yang kemudian program tersebut mengarah ke komunitas hobi, olahraga, sosial dan juga organisasi profesi seperti dokter dan pengacara. Kemudian, perusahaan asuransi, Multi Level Marketing (MLM), dan direct selling (Penjualan Langsung). Pengusaha MLM atau yang biasa disebut distributor MLM mempunyai tanggung jawab dalam memenuhi kewajiban perpajakannya apabila telah mempunyai penghasilan melebihi PTKP yang telah ditentukan oleh DJP.
Menurut Rahmawati (2007) bahwa terdapat dua unsur dalam Multi Level Marketing (MLM), yang meliputi sebagai perusahaan yang
memperdagangkan produk Multi Level Marketing, dan pemberi rabat bagi distributor MLM yang bersangkutan, serta distributor Multi Level Marketing (MLM). Sehingga dari sini terdapat dua kewajiban yang harus
dilaporkan kepada kantor Direktorat Jenderal Pajak yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). PPN dapat dipungut dari perusahaan Multi Level Marketing atas penyerahan barang yang dilakukan dari perusahaan Multi Level Marketing kepada distributor Multi Level Marketing yang bersangkutan. Sedangkan PPh dapat dipungut
(20)
dari distributor Multi Level Marketing atas penghasilan berupa rabat yang diperoleh dimana PPh ini dapat dipungut langsung oleh perusahaan MLM
(http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2007-rahmawatin- 4054&PHPSESSID=cd6d62b041fb8953 9eef16c4c73dcbec). Penelitian sebelumnya oleh Nurseto (2002) dengan judul
”Pengaruh Persepsi tentang Pajak dan Tingkat Pendidikan terhadap
Kesadaan Wajib Pajak.” hasilnya menunjukkan bahwa persepsi tentang
pajak dan tingkat pendidikan dapat memberikan sumbangan efektif terhadap kesadaran wajib pajak sebesar 37,15%. Ini berarti semakin tinggi persepsi pajak dan tingkat pendidikan maka pengaruh terhadap kesadaran wajib pajak semakin signifikan.
Penelitian selanjutnya oleh Yusronillah (2006) dengan judul
”Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan Wajib Pajak
Terhadap Motivasi Memenuhi Kewajiban Pajak”. Hasilnya menunjukkan bahwa interaksi tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak dengan menunjukkan hasil signifikasi diatas 5% (lima persen).
Penelitian lain oleh Setiadi (2006) dengan judul ”Persepsi tentang Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak”, menunjukkan bahwa persepsi
tentang pajak para responden termasuk kategori baik dengan tingkat persepsi rata-rata 76,14% dari skor idealnya. Sedangkan dalam konteks kepatuhan wajib pajak diketahui bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak rata-rata mencapai 77,24% dari skor idealnya. Dari hasil perhitungan
(21)
6 korelasi diketahui bahwa tingkat hubungan kedua variabel penelitian ini 0,443 sehingga ada hubungan positif dan cukup signifikan antara persepsi tentang pajak dengan kepatuhan waijb pajak.
Penelitian lainnya pernah dilakukan oleh Rahmawati (2007), Dari penelitian dengan membandingkan peraturan perundang-undangan perpajakan, terdapat fakta hukum yang ada mengenai Multi Level Marketing baik berasal dari narasumber anggota Multi Level Marketing dan buku-buku mengenai Multi Level Marketing itu sendiri, bahwa terdapat dua unsur dalam Multi Level Marketing, yang meliputi perusahaan Multi Level Marketing sebagai perusahaan yang memperdagangkan atau menjual produk Multi Level Marketing dan pemberi rabat bagi distributor Multi Level Marketing yang bersangkutan, serta distributor Multi Level Marketing (MLM) sehingga dari sini terdapat dua kewajiban yang harus dilaporkan kepada kantor Direktorat Jenderal Pajak yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). PPN dapat dipungut dari perusahaan Multi Level Marketing atas penyerahan barang yang dilakukan dari perusahaan Multi Level Marketing kepada distributor Multi Level Marketing yang bersangkutan. Sedangkan PPh dapat dipungut dari distributor Multi Level Marketing atas penghasilan berupa rabat yang diperoleh dimana PPh ini dapat dipungut langsung oleh perusahaan Multi Level Marketing sebagai kewajiban WAPU.
(22)
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka untuk penelitian kali ini ingin mengetahui pengaruh motivasi dan tingkat pendidikan wajib pajak yang mempunyai pekerjaan sebagai distributor MLM terhadap kepatuhan atas kewajiban perpajakannya, apakah terdapat pengaruh yag signifikan atau tidak. Penelitian ini lebih mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh Yusronillah (2006). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yaitu:
1. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Mampang Prapatan, sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan di Kecamatan Jatinegara.
2. Adanya perubahan sampel penelitian, yaitu distibutor MLM, sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan kepada masyarakat umum Kecamatan Jatinegara.
3. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah Convinience Sampling sedangkan penelitian terdahulu menggunakan Area
Sampling.
4. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2010, sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2006.
Berdasarkan pertimbangan sebelumnya, maka penulis mencoba untuk meneliti lebih lanjut permasalahan diatas dengan memilih judul “ANALISIS PENGARUH MOTIVASI DAN TINGKAT PENDIDIKAN DISTRIBUTOR MLM TERHADAP KEPATUHAN PAJAK”.
(23)
8 B. Perumusan Masalah
1. Apakah Motivasi Distributor MLM berpengaruh terhadap kepatuhannya dalam memenuhi Kewajiban Perpajakan?
2. Apakah Tingkat Pendidikan Distributor MLM berpengaruh terhadap kepatuhannya dalam memenuhi Kewajiban Perpajakan?
3. Apakah Motivasi dan Tingkat Pendidikan Distributor MLM berpengaruh terhadap kepatuhannya dalam memenuhi Kewajiban Perpajakan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui apakah motivasi distributor MLM berpengaruh terhadap kepatuhannya dalam memenuhi kewajiban perpajakan? b. Untuk mengetahui apakah tingkat pendidikan distributor MLM
berpengaruh terhadap kepatuhannya dalam memenuhi kewajiban perpajakan?
c. Untuk mengetahui apakah motivasi dan tingkat pendidikan distributor MLM berpengaruh terhadap kepatuhannya dalam memenuhi kewajiban perpajakan?
(24)
D. Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
a. Masyarakat khususnya distributor MLM, yaitu sebagai sarana informasi bahwa pembinaan pendidikan pajak sangat penting bagi tumbuhnya kesadaran memenuhi kewajiban pajaknya.
b. Pemerintah, sebagai masukan untuk perbaikan sistem pelayanan pajak yang lebih baik lagi.
c. Bagi penulis dan para pembaca, penelitian ini dapat bermanfaat untuk memperluas khasanah keilmuan khususnya ilmu perpajakan.
(25)
10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Literatur
1. Pengertian Motivasi
Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin yakni ”movere” yang berarti menggerakkan (to move). Winardi (2002) menyatakan bahwa motivasi mewakili proses-proses psikologikal yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke arah tujuan tertentu.
Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organisme baik manusia ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah (Syah, 1997:136).
Pengertian motivasi dapat pula dinyatakan sebagai proses psikologis yang terjadi karena interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan pemecahan persoalan. Motivasi adalah suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri seorang manusia yang dapat dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau negatif. Hal ini tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang tersebut. Maslow dan Hezberg adalah dua tokoh pencetus teori motivasi yang terkenal. Perbedaan
(26)
keduanya adalah Maslow menekankan kebutuhan psikologis orang-orang, sedangkan Hezberg berfokus pada kondisi pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan. Hirarki kebutuhan Maslow dalam Winardi (2002) yaitu:
a. Kebutuhan untuk merealisasikan diri b. Kebutuhan akan penghargaan. c. Kebutuhan- kebutuhan sosial. d. Kebutuhan akan keamanan. e. Kebutuhan fisiologikal.
Kebutuhan akan penghargaan dalam hirarki kebutuhan Maslow menegaskan bahwa manusia selalu akan senang mendapatkan penghargaan dan status yang bergengsi. Oleh karena itu dengan membayar pajak, secara ekonomi berarti sebenarnya mereka yang membayar pajak telah masuk dalam kelompok yang lebih mampu (prestise). Karena sesuai aturan, sistem dan mekanismenya, tidak
semua masyarakat tergolong sebagai pembayar pajak. Disamping itu, pembayaran pajak disini juga sebagai bukti kepedulian terhadap sesama.
Problem inti motivasi yang berkaitan dengan perpajakan adalah bagaimana cara merangsang sekelompok orang yang masing-masing memiliki kebutuhan mereka yang khas untuk bekerja sama menuju pencapaian sasaran pembangunan ekonomi disuatu negara. Tujuan
(27)
12 teori motivasi adalah memprediksi perilaku. Perlu ditekankan perbedaan-perbedaan antara motivasi, perilaku dan kinerja (performance). Motivasilah penyebab perilaku, andaikan perilaku
tersebut efektif atau baik maka akibatnya adalah berupa kinerja yang tinggi, perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan (goal oriented) dengan kata lain perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Perilaku disebabkan atau dipengaruhi oleh upaya manusia untuk mencapai suatu kondisi hidup tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan masing-masing model/obyek yang memotivasi sekalipun hal tersebut telah tercapai (Winardi, 2002).
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat memotivasi para wajib pajak dengan memahami kebuuhan-kebutuhan sosial mereka akan pengadaan public goods and services dan membuat mereka senang serta penting bagi pelaksanaan pembangunan. Dari berbagai pendapat yang dikemukakan sebelumnya menenai motivasi, pada dasarnya semua memiliki pandangan yang sama yaitu motivasi merupakan dorongan dari dalam manusia yang menjadi pangkal seseorang melakukan tindakan.
Menurut Syah (1997), motivasi dapat dibagi menjadi dua yaitu: a. Motivasi Intrinstik adalah motif yang menjadi aktif atau
(28)
b. Motivasi Ekstrinsik adalah motif yang menjadi aktif karena adanya rangsangan dari luar.
Motivasi ekstrinstik ini tidak mudah timbul, maka aparat pajak sangat berperan menumbuhkan motivasi pajak agar proses penerimaan negara berjalan dan berhasil dengan baik. Antara motivasi intrinstik dan ekstinstik itu berperan menumbuhkan motivasi pajak agar proses penerimaan negara berjalan dengan baik. Antara motivasi intristik dan ekstrinstik itu saling memperkuat, bahkan ekstrinstik itu dapat membangkitkan motivasi intrinstik. Hubungan peran aparat pajak adalah aparat pajak (fiskus) yang dipercaya untuk mengelola penerimaan dalam suatu negara. Motivasi timbul dari dalam diri seseorang yang kemudian terealisasi yang berupa usaha atau kegiatan untuk mencapai tujuan.
Apabila motivasi masyarakat tinggi dalam memenuhi kewajiban pajaknya maka secara tidak langsung pembangunan di Indonesia diharapkan akan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Tetapi, jika motivasi masyarakat rendah dalam memenuhi kewajiban pajaknya maka diperkirakan perjalanan pembangunan akan terhambat.
Keberhasilan pembangunan berkaitan erat dengan jumlah penghasilan negara diantaranya PPh apalagi wajib pajak orang pribadi yang sekarang sedang digalakkan untuk meningkatkan penerimaan negara. Karena penerimaan dana dari wajib pajak orang pribadi masih
(29)
14 sangat kecil dari 200 juta lebih penduduk Indonesia hanya 10,8 juta warga Indonesia yang memiliki NPWP dan sudah termasuk wajib pajak badan usaha (http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page= show&id=4967&q=tenggat&hlm=4).
2. Pengertian Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata “didik” lalu kata ini mendapat awalan “me” sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan
memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Selanjutnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dalam pengertian yang luas pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Syah, 1997).
Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha pengembangan sumber daya manusia, yang dilakukan secara sistematis, programatis dan berjenjang, agar dapat dihasilkan manusia-manusia yang berkualitas, yang akan dapat memberikan manfaat dan sekaligus meningkatkan harkat dan martabatnya (Hasan, 2005).
(30)
Selanjutnya menurut Hasan (2005), peningkatan kualitas diri manusia yang dicapai melalui pendidikan, diharapkan dapat mencakup beberapa aspek, yaitu:
a. Peningkatan kualitas fikir (kecerdasan, kemampuan analisis, kreativitas dan visioner).
b. Peningkatan kualitas moral (ketaqwaan, kejujuran, ketabahan, keadilan dan tanggung jawab).
c. Peningkatan kualitas kerja (keterampilan, professional dan efisien). d. Peningkatan kualitas hidup (kesejahteraan materi dan rohani,
ketentraman dan terlindungnya martabat dan harga diri).
e. Peningkatan kualitas pengabdian (semangat berprestasi, sadar pengorbanan, kebanggaan terhadap tugas).
Peran sumber daya manusia (SDM) dalam meningkatkan kualitas, produktivitas dan efisiensi sangat jelas dan tidak diraukan lagi. Produk dengan kualitas tinggi yang dihasilkan melalui produktivitas dan efisiensi produksi yang tinggi sehingga mempunyai daya saing yanng kuat tidak mungkin dihasilkan oleh SDM berketerampilan rendah. Jadi, peningkatan kualitas SDM di Indonesia merupakan suatu keharusan dan bersifat sangat mendesak (Subri, 2003).
(31)
16 Pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan perubahan kelakuan peserta didik. Pendidikan berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda. Pendidikan adalah proses belajar dan mengajar pola-pola kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan oleh masyarakat. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal yang dilakukan seseorang secara berjenjang dan berkesinambungan dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi (Nasution, 1999).
Menurut Indriyanto (2006) bangsa yang hanya mengandalkan kekayaan sumber daya alam saja tanpa meningkatkan kualitas sumber daya manusia tidak akan pernah menjadi neara yang maju dan mandiri. Mengapa negara-negara seperti Jepang, Singapura, Korea dan sebagainya yang secara alamiah kurang memiliki kekayaan alam, justru mampu menunjukkan dirinya sebagai negara maju, jawabannya adalah karena mereka menguasai pengetahuan itu (bukan sekedar memiliki).
Peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan demikian merupakan suatu prasyarat keharusan (necessary condition) yang perlu diwujudkan. Peningkatan kualitas SDM dilakukan melalui pendidikan. Bukan hanya pendidikan dalam arti sempit disekolah, tetapi juga dalam arti yang lebih luas mencakup pendidikan dalam keluarga dan masyarakat. Karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pembudayaan sikap, watak dan perilaku yang berlangsung sejak dini
(32)
bahkan sejak manusia masih berupa janin dalam rahim seorag ibu. Melalui pendidikan sebagai proses budaya akan tumbuh dan berkembang nilai-nilai dasar yang harus dimiliki oleh setiap manusia seperti keimanan dan kelakuan, akhlak, disiplin dan etos kerja serta nilai-nilai instrumental seperti penguasaan IPTEK dan kemampuan berkomunikasi yang merupakan unsur pembentuk kemajuan dan kemandirian bangsa (Subri, 2003).
Oleh karena itu masyarakat dapat mengambil langkah-langkah yang lebih bijaksana dalam bertindak dan mengambil keputusan serta menjadikan pendidikan sebagi investasi yang penting dan produktif bagi kemajuan dalam segala segi kehidupan.
3. Pengertian Multi-Level Marketing (MLM) dan Distributor MLM
Mulit-Level Marketing (MLM) berasal dari kata Multi yang berarti banyak dan level yang berarti jenjang atau tingkat. Sedangkan Marketing artinya pemasaran. Jadi Mulit-Level Marketing adalah pemasaran yang berjenjang banyak (Tarmizi Yusuf, 2000). Dikatakan Mulit-Level Marketing (MLM) karena organisasi distributor penjualnya berjenjang banyak. Organisasi distributor bertingkat-tingkat, tidak hanya satu atau dua tingkat saja, akan tetapi lebih dari tiga atau empat tingkat. Jika seseorang mempunyai status sebagai distributor dalam usaha tersebut, maka ia dapat mengajak orang lain untuk ikut juga menjadi distributor dalam usaha Mulit-Level Marketing
(33)
18 (MLM), kemudian orang lain tersebut dapat pula mengajak orang lain untuk menjadi seorang distributor dalam usaha Mulit-Level Marketing (MLM) dan seterusnya. Dalam mengajak orang lain untuk bergabung dalam usaha Mulit-Level Marketing (MLM) tidak dibatasi sampai beberapa tingkat atau beberapa level.
Menurut Purnawan (1998), konsep inti dari pemasaran adalah proses sosial dan manajemen dimana pribadi-pribadi atau kelompok memperoleh kebutuhan dan keinginan mereka. Jadi sistem pemasaran secara sederhana berarti memindahkan suatu produk dan atau jasa dari produsen ke konsumen.
Perpindahan produk dan atau jasa tersebut dapat dilakukan melalui beberapa metode, antara lain: (Failla, 1996)
a. Eceran atau ritel b. Penjualan langsung
c. Sistem pemasaran multi level
MLM ini pada dasar prinsipnya adalah sistem pemasaran yang banyak menggunakan jenjang dan sumber daya manusia, dalam suatu organisasi. Sistem ini dirancang guna memindahkan produk dan atau jasa dari produsen ke konsumen, dengan memakai pendekatan langsung dari pribadi ke pribadi (Tomsic, & Hardwick., 1997).
(34)
Purnawan (1998) menyatakan, pada bisnis MLM banyak orang yang akan terlibat dalam pendistribusian produk dan atau jasa yang biasa disebut Distributor MLM. Akibatnya, setiap orang akan bekerja lebih ringan pada saat terjadinya penjualan. Selain itu, mereka yang terlibat dalam MLM memiliki kebebasan untuk menikmati hidupnya karena mereka bekerja untuk dirinya sendiri. Pada MLM, setiap orang yang berada di posisi atas maupun di posisi bawah pada struktur jenjang organisasi, memiliki peluang yang sama. Sistem MLM memberikan peluang yang cukup luas bagi setiap orang yang memiliki hasrat dan ambisi untuk mencapai puncak keberhasilan.
Di dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 16 tahun 2000 (UU KUP), distributor MLM dikategorikan sebagai pengusaha karena sebagai orang pribadi dianggap melakukan usaha perdagangan. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku para distributor tadi melakukan penyerahan BKP atau JKP dengan jumlah peredaran bruto lebih dari Rp 600 juta, maka yang bersangkutan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Apabila sudah PKP maka distributor MLM mutlak harus menjalankan kewajibannya yakni memungut-menyetorkan-melapor PPN terutang. Namun meski peredaran bruto atas penyerahan BKP
(35)
20 atau JKP-nya tidak melebihi Rp 600 juta, distributor boleh memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Secara khusus, pengenaan PPh atas penghasilan sehubungan kegiatan MLM diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-39/PJ.43/1999. dalam surat edaran tersebut di antaranya diatur hal-hal sebagai berikut:
a. Terhadap setiap pembelian produk dari perusahaan MLM, para anggota dapat membayar dengan harga distributor (harga yang diberlakukan terhadap anggota), sedangkan untuk penjualan produk tersebut kepada konsumen yang bukan anggota, perusahaan MLM menetapkan harga yang dianjurkan. Selisih antara harga yang dianjurkan dengan harga distributor merupakan keuntungan yang dinikmati oleh distributor.
b. Dalam hal produk yang dibeli oleh distributor dari perusahaan MLM tidak seluruhnya terjual maka perusahaan MLM menjamin untuk membeli kembali produk tersebut.
c. Setiap bulan perusahaan MLM akan memberikan rabat kepada distributor. Rabat tersebut diberikan dalam bentuk persentase tertentu secara bertingkat sesuai dengan akumulasi pembelian yang dilakukan oleh distributor.
d. Rabat pada hakekatnya adalah komisi penjualan yang diberikan oleh perusahaan MLM kepada distributor.
(36)
e. Berdasarkan Pasal 11 ayat (2) keputusan Direktur Jendral Pajak No. KEP-281/PJ/1998 tanggal 28 Desember 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan pasal 21 dan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegaitan orang pribadi sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 10/1994, diterapkan atas Penghasilan Kena pajak dari penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan kegiatan MLM. Besarnya penghasilan bruto bulan yang bersangkutan dikurangi dengan PTKP per bulan.
f. Perlakuan perpajakan atas penghasilan yang diterima oleh setiap distributor (upline dan downline) sehubungan dengan kegiatan MLM adalah:
1) Atas rabat merupakan penghasilan yang terutang dan harus dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.
2) Atas penghasilan karena selisih antara harga distributor dengan harga yang dianjurkan oleh perusahaan Multilevel Marketing adalah merupakan penghasilan yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.
(37)
22 4. Konsep Dasar Perpajakan
a. Pengertian Pajak
Banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian atau definisi yang berbeda-beda mengenai pajak, namun demikian definisi tersebut mempunyai inti atau tujuan yang sama. Beberapa kutipan definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli antara lain:
1). Menurut Feldman dalam Siti Resmi (2003)
“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan
terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya konte-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran umum”.
2). Menurut Soemitro dalam Burton dan Ilyas (2004) berpendapat:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan
undang-undang (yang dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
3). Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah:
(38)
2) Sifatnya dapat dipaksakan berdasarkan Undang-Undang, artinya pajak dipungut dengan kekuatan Undang-Undang dan aturan pelaksanaanya.
3) Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak.
4) Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta). 5) Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
pemerintah (utin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.
b.Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2003) fungsi pajak dalam masyarakat suatu negara terbagi dalam dua fungsi, yaitu:
1) fungsi budgetair (Sumber Dana bagi Pemerintah)
Fungsi ini bertujuan untuk memasukkan penerimaan uang untuk kas negara sebanyak-banyaknya antara lain mengisi APBN sesuai dengan target penerimaan pajak yang telah ditetapkan, sehingga posisi anggaran pendapatan dan pengeluaran yang berimbang (balance budget) tercapai.
(39)
24 2) Fungsi Regulered (Mengatur)
Fungsi pajak yang secara tidak langsung dapat mengatur dan menggerakkan perkembangan sarana perekonomian nasional yang produktif. Adanya pertumbuhan perekonomian yang demikian maka akan dapat menumbuhkan obyek pajak dan subyek pajak yang baru yang lebih banyak lagi, sehingga basis pajak lebih meningkat lagi.
c. Jenis Pajak
Menurut Djunaedi (2004:11) jenis pajak dapat digolonglan sebagai berikut:
1) Berdasarkan sifat :
a) Pajak pribadi (perseorangan)
Dalam hal ini pengertian pajak lebih memperhatikan keadaan pribadi seseorang seperti: berapa anak.
b) Pajak kebendaan
Yang diperhatikan adalah obyek pajaknya, pribadi Wajib Pajak dikesampingkan.
c) Pajak atas kekayaan
Yang menjadi obyek pajak adalh kekayaan seseorang atau badan.
(40)
d) Pajak atas bertambahya kekayaan
Pengenaanya didasarkan atas seseorang atau badan yang mengalami pertambahan kekayaan, biasanya dikenakan hanya sekali.
e) Pajak atas konsumsi
Pajak atas kenikmatan wajib pajak. 2) Berdasarkan Ciri-ciri :
a) Pajak Subjektif
Pajak Subjektif adalah pajak yang emperhatikan keadaan pribadi wajib pajak untuk menetapkan pajaknya dicari alasan yang objektif yang berhubungan erat dengan keadan material (contoh: Pajak Penghasilan).
b) Pajak Objektif
Pertama melihat kepada obyeknya kemudian barulah dicari subyeknya (contoh: Pajak Pertambahan Nilai).
3) Berdasarkan Golongan :
a) Pajak langsung dalam arti pajak langsung disetor secara periodik berdasarkan kohir dan tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain (contoh :PPh).
(41)
26 b) Pajak tidak langsung adalah pajak yang dapat dilimpahkan kepada orang lain, bisa tidak periodik (contoh: Bea Materai, PPN).
4) Berdasarkan Lembaga Pemungut:
a) Pajak Pusat yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak Departement Keuangan.
Contoh : PPh, PPN dan PPnBM, Bea Materai, PBB dan BPHTB.
b) Pajak Daerah adalah pajak yang pungutannya dilakukan pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun tingkat II.
Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Pembagunan I, Pajak Reklame.
d. Sistem Pemungutan Pajak
Dalam Mardiasmo (2003:7) pada dasarnya terdapat 3 (tiga) sistem pemungutan pajak yang berlaku, yaitu:
1) Oficial Assessment System adalah sistem pemungutan pajak dimana jumlah pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh wajib pajak dihitung dan ditetapkan oleh fiskus (aparat pajak). Ciri-cirinya:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang terletak pada fiskus.
(42)
b) Wajib Pajak bersifat pasif.
c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh pihak fiskus.
2) Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak harus menghitung, menyetor, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang.
Ciri-cirinya:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang terletak pada wajib pajak sendiri.
b) Wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang.
c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3) Witholding System adalah sistem pemungutan pajak yang mana besar pajak terutangnya dihitung dan dipotong oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud disini antara lain pemberi kerja, bendaharawan pemerintah. Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga.
e. Definisi Wajib Pajak
Undang-Undang No. 28 tahun 2007 Pasal I menyebutkan, definisi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, yang meliputi
(43)
28 pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Wajib pajak tersebut wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan wajib pajak.
1) Wajib Pajak Terdaftar
Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000), yang dimaksud dengan wajib pajak terdaftar adalah wajib pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha Kantor Pelayanan Pajak dan telah diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak yang terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode wajib pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan.
2) Wajib Pajak Non Efektif
Dalam SE No. 14/PJ.9/1990 disebutkan, bahwa yang termasuk Wajib Pajak Non Efektif adalah:
a) Wajib pajak yang selama dua tahun berturut-turut tidak pernah melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan, baik
(44)
berupa melakukan pembayaran pajak, memasukkan SPT Masa ataupun SPT Tahunan.
b) Wajib pajak meninggal atau bubar.
c) Wajib pajak yang tidak diketahui lagi alamatnya walaupun sudah dilakukan pencarian oleh petugas verifikasi atau petugas yang ditunjuk untuk itu.
d) Wajib pajak yang secara nyata berdasarkan hasil penelitian atau pengamatan tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha lagi.
f. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Untuk menjamin dan memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya, Undang-Undang juga mengatur dengan tegas hak-hak wajib pajak dalam satu Hukum Pajak Formal secara tegas. Dalam bukunya Siti Resmi (2004) dituliskan hak dan kewajiban wajib pajak diantaranya yaitu: 1) Kewajiban Wajib Pajak
a) Mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
(45)
30 c) Mengambil sendiri Surat Pemberitahuan, mengisinya dengan benar dan memasukkannya sendiri ke KPP dalam bats waktu yang telah ditetapkan.
d) Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. 2) Hak Wajib Pajak
a) Mengajukan surat keberatan dan banding.
b) Menerima tanda bukti pemasukan, pembetulan dan mengajukan permohonan penundaan pemasukan Surat Pemberitahuan (SPT).
c) Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak. d) Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan
sanksi serta pembetulan surat ketetapan yang salah.
e) Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban perpajakan.
g. Pajak Penghasilan
Setelah mengetahui pengertian pajak, definisi penghasilan menurut UU No. 36 tahun 2008 pasal 4 ayat 1 adalah:
“Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
(46)
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apa pun”.
Sehingga definisi Pajak Penghasilan menurut Siti Resmi
(2004) adalah: “Pajak yang dikenakan terhadap subjek atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun
pajak”.
1) Subjek Pajak Penghasilan
Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan.
Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 tahun 2008 mengelompokkan Subjek Pajak Penghasilan sebagi berikut:
a) Orang Pribadi;
b) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
c) Badan; dan
d) Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
(47)
32 a) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
Subjek Pajak luar negeri adalah:
a) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
(48)
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a) tempat kedudukan manajemen; b) cabang perusahaan;
c) kantor perwakilan; d) gedung kantor; e) pabrik;
f) bengkel; g) gudang;
h) ruang untuk promosi dan penjualan;
i) pertambangan dan penggalian sumber alam;
j) wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k) perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan;
(49)
34 l) proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m) pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; n) orang atau badan yang bertindak selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas;
o) agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
p) komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
2) Objek Pajak Penghasilan
Menurut Pasal 4 ayat 1 UU Pajak Penghasilan, yang dimaksud objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
(50)
a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
b) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c) Laba usaha;
d) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; d. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,
bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
(51)
36 satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
e. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
e) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
(52)
j) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l) Keuntungan selisih kurs mata uang asing; m) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n) Premi asuransi;
o) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
q) Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s) Surplus Bank Indonesia.
5. Kewajiban Perpajakan yang Terkait dengan MLM
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku para distributor tadi melakukan penyerahan BKP atau JKP
(53)
38 dengan jumlah peredaran bruto lebih dari Rp 600 juta, maka yang bersangkutan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Apabila sudah PKP maka distributor MLM mutlak harus menjalankan kewajibannya yakni memungut-menyetorkan-melapor PPN terutang. Namun meski peredaran bruto atas penyerahan BKP atau JKP-nya tidak melebihi Rp 600 juta, distributor boleh memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP (http://www.pajakpribadi.com/artikel/ distributor.htm).
Sedangkan soal terminologi pekerja, diartikan sebagai seseorang yang terlibat dalam suatu hubungan kerja, yang tidak memperoleh penghasilan dari menjalankan kegiatan usaha. Pekerja bisa berarti pegawai tetap, pegawai lepas, harian, honorer dan lainnya.
Penjelasan definitif mengenai pekerja yang relevan dengan bahasan ini, tidak akan dijumpai dalam ketentuan perpajakan. Yang ada hanyalah pengertian pegawai seperti yang disebutkan dalam Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ/2000.
Sementara istilah pekerja boleh dibilang cakupannya lebih luas, lanjutnya yakni tidak hanya terbatas pada pengertian pegawai. Bagi distributor yang sekaligus pegawai mungkin tidak terlalu salah terkait pendapatannya, mengingat sudah terlibat hubungan kerja dengan
(54)
perusahaan. Sementara distributor yang fungsinya murni semata-mata sebagai agen yang melakukan penjualan atas nama perusahaan MLM dan tidak memperoleh penghasilan berkala seperti gaji atau upah.
Komisi dapat diartikan sebagai imbalan berkaitan dengan omzet penjualan baik pribadi maupun kelompok. Sedangkan bonus sifatnya lebih cenderung seperti hadiah yang diberikan saat seorang distributor mencapai target-target tertentu. Sementara keuntungan langsung adalah uang yang diperoleh distributor dari selisih harga distributor dengan harga konsumen.
Komisi diberikan berkaitan dengan prestasi seorang distributor. Prestasi di sini hubungannya adalah dengan omzet penjualan yang dicapainya. Mengenai jenis komisi ini masing-masing perusahaan MLM tidak sama. Ada perusahaan MLM yang memberi komisi kepada distributor dalam bentuk diskon dan ada yang berbentuk royalti.
Diskon adalah komisi yang dihitung dari pembelian produk. Caranya perusahaan MLM memberikan rabat (potongan harga) kepada distributornya. Asumsinya diskon merangsang anggota membeli dan kemudian menjualnya atau dipakai sendiri. Sedangkan royalti, yaitu komisi yang diperoleh distributor karena telah berjasa mengenalkan bisnis perusahaan. Meski keduanya dikaitkan dengan prestasi yang dicapai seorang distributor, nyatanya baik komisi maupun bonus berbeda (atau dibedakan).
(55)
40 Batasan mengenai penghasilan distributor berupa komisi dan bonus boleh jadi tidak sama untuk tiap perusahaan. Masing-masing memiliki kebijakan sendiri dalam memberikan imbalan kepada distributornya.
Namun demikian bila dikaitkan dengan peraturan perpajakannya, distributor MLM lazimnya tidak diperlakukan sebagai pengusaha sehingga tidak wajib melakukan pembukuan, yang perlu dilakukan hanya pencatatan. Sesuai peraturan perpajakan, distributor MLM diperlakukan sebagai tenaga lepas, yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.
Secara khusus, pengenaan PPh atas penghasilan sehubungan kegiatan MLM diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-39/PJ.43/1999. dalam surat edaran tersebut di antaranya diatur hal-hal sebagai berikut:
a. Terhadap setiap pembelian produk dari perusahaan MLM, para anggota dapat membayar dengan harga distributor (harga yang diberlakukan terhadap anggota), sedangkan untuk penjualan produk tersebut kepada konsumen yang bukan anggota, perusahaan MLM menetapkan harga yang dianjurkan. Selisih antara harga yang dianjurkan dengan harga distributor merupakan keuntungan yang dinikmati oleh distributor.
(56)
b. Dalam hal produk yang dibeli oleh distributor dari perusahaan MLM tidak seluruhnya terjual maka perusahaan MLM menjamin untuk membeli kembali produk tersebut.
c. Setiap bulan perusahaan MLM akan memberikan rabat kepada distributor. Rabat tersebut diberikan dalam bentuk persentase tertentu secara bertingkat sesuai dengan akumulasi pembelian yang dilakukan oleh distributor.
d. Rabat pada hakekatnya adalah komisi penjualan yang diberikan oleh perusahaan MLM kepada distributor.
e. Berdasarkan Pasal 11 ayat (2) keputusan Direktur Jendral Pajak No. KEP-281/PJ/1998 tanggal 28 Desember 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan pasal 21 dan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegaitan orang pribadi sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 10/1994, diterapkan atas Penghasilan Kena pajak dari penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan kegiatan MLM. Besarnya penghasilan bruto bulan yang bersangkutan dikurangi dengan PTKP per bulan.
f. Perlakuan perpajakan atas penghasilan yang diterima oleh setiap distributor (upline dan downline) sehubungan dengan kegiatan MLM adalah:
(57)
42 1) Atas rabat merupakan penghasilan yang terutang dan harus dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.
2) Atas penghasilan karena selisih antara harga distributor dengan harga yang dianjurkan oleh perusahaan Multilevel Marketing adalah merupakan penghasilan yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.
6. Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepatuhan adalah sifat patuh, ketaatan. Menurut Gunadi (2005:5) pengertian kepatuhan diartikan bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi. Jadi, kepatuhan itu merupakan sikap taat dalam melaksanakan sesuatu tanpa adanya unsur pemaksaan dari pihak manapun.
Menurut Burtin (2005:4-6) ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Adapun faktor-faktor tersebut, antara lain:
a. Tarif pajak.
b. Pelaksanaan penagihan yang rapi, konsisten dan konsekuen. c. Ada tidaknya sanksi bagi pelanggar.
(58)
d. Pelaksanaan saksi secara konsisten, konsekuen dan tidak pandang bulu.
Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya pada dasarnya tercermin dari 3 (tiga) hal, yaitu:
a. Pemenuhan kewajiban interim, seperti pembayaran masa dan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa termasuk SPT PPN dan PPN BM yang dilaksanakan setiap bulan.
b. Pemenuhan kewajiban tahunan, seperti menghitung dan melunasi utang pajak, serta melaporkan perhitungan dan SPT diakhir tahun. c. Pemenuhan ketentuan materil dan yuridis formal perpajakan
melalui perlakuan pembukuan atas pengakuan penghasilan dan biaya serta berbagai transaksi keuangan lain untuk memperoleh dasar perhitungan pajak terutang yang tercermin dalam pembukuan Wajib Pajak.
B. Penelitian Terdahulu
Berikut ini akan dipaparkan mengenai penelitian yang dilakukan terkait dengan analisis pengaruh motivasi dan tingkat pendidikan distributor MLM terhadap kepatuhan pajak.
1. Penelitian Nurseto (2002), tentang pengaruh persepsi tentang pajak dan tingkat pendidikan terhadap kesadaan wajib pajak, menunjukkan bahwa persepsi tentang pajak dan tingkat pendidikan dapat memberikan sumbangan efektif terhadap kesadaran wajib pajak
(59)
44 sebesar 37,15%. Ini berarti semakin tinggi persepsi pajak dan tingkat pendidikan maka pengaruh terhadap kesadaran wajib pajak semakin signifikan.
2. Penelitian selanjutnya oleh Yusronillah (2006) tentang analisis pengaruh tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan wajib pajak terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak, menunjukkan bahwa interaksi tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak dengan menunjukkan hasil signifikasi diatas 5% (lima persen).
3. Penelitian lain oleh Setiadi (2006) mengenai persepsi tentang pajak terhadap kepatuhan wajib pajak, menunjukkan bahwa persepsi tentang pajak para responden termasuk kategori baik dengan tingkat persepsi rata-rata 76,14% dari skor idealnya. Sedangkan dalam konteks kepatuhan wajib pajak diketahui bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak rata-rata mencapai 77,24% dari skor idealnya. Dari hasil perhitungan korelasi diketahui bahwa tingkat hubungan kedua variabel penelitian ini 0,443 sehingga ada hubungan positif dan cukup signifikan antara persepsi tentang pajak dengan kepatuhan waijb pajak.
4. Penelitian lainnya dilakukan oleh Rahmawati (2007), dengan membandingkan peraturan perundang-undangan perpajakan, terdapat fakta hukum yang ada mengenai Multi Level Marketing baik berasal dari nara sumber anggota Multi Level Marketing dan buku-buku mengenai Multi Level Marketing itu sendiri, bahwa terdapat dua unsur
(60)
dalam Multi Level Marketing, yang meliputi perusahaan Multi Level Marketing sebagai perusahaan yang memperdagangkan atau menjual
produk Multi Level Marketing dan pemberi rabat bagi distributor Multi Level Marketing yang bersangkutan, serta distributor Multi Level Marketing (MLM) sehingga dari sini terdapat dua kewajiban yang
harus dilaporkan kepada kantor Direktorat Jenderal Pajak yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). PPN dapat dipungut dari perusahaan Multi Level Marketing atas penyerahan barang yang dilakukan dari perusahaan Multi Level Marketing kepada distributor Multi Level Marketing yang bersangkutan. Sedangkan PPh dapat dipungut dari distributor Multi Level Marketing atas penghasilan berupa rabat yang diperoleh dimana PPh ini dapat dipungut langsung oleh perusahaan Multi Level Marketing sebagai kewajiban WAPU.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka untuk penelitian kali ini ingin mengetahui pengaruh motivasi dan tingkat pendidikan wajib pajak yang mempunyai pekerjaan sebagai distributor MLM terhadap kepatuhan atas kewajiban perpajakannya, apakah terdapat pengaruh yag signifikan atau tidak. Penelitian ini lebih mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh Yusronillah (2006). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.
(61)
46 Tabel 2.1.
Perbedaan Penelitian ini dengan Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu Penelitian saat ini Objek Wajib Pajak umum Distributor MLM yang
terdaftar sebagai Wajib Pajak Tahun
Penelitian
2006 2010
Metode Penentuan Sampel Judgment/purposive sampling Convenience sampling Metode Pengumpulan Data
Observasi dan interview
Observasi, interview dan kuesioner Variabel Dependen Kepatuhan perpajakan distributor MLM Motivasi pemenuhan kewajiban pajak Variabel Independen
Motivasi dan tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan
C. Kerangka Pemikiran
Pajak merupakan penghasilan negara yang saat ini mulai diandalkan sebagai modal pembangunan. Pemerintah mencoba merubah kesadaran masyarakat salah satunya yang berprofesi sebagai distributor Multi-Level Marketing, untuk dapat memenuhi kewajiban pajaknya. Yang
semula tidak mengerti sama sekali masalah pajak sedikit demi sedikit diberikan penyuluhan mengenai perpajakan agar mereka menyadari dan mau memenuhi kewajiban pajaknya. Kepatuhan wajib pajak akan kewajiban perpajakannya dilatar belakangi oleh tingkat pendidikan dan motivasi yang dimiliki oleh wajib pajak.
(62)
Tingkat pendidikan dan pengetahuan wajib pajak tidak hanya diperoleh dari jenjang pendidikan formal saja, juga dapat melalui pendidikan informal misalnya: komunikasi antar keluarga, teman, diskusi-diskusi yang secara langsung dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang perpajakan. Dengan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal atau informal diharapkan pengetahuan tentang perpajakan dan menambah motivasi wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Kerangka Berfikir ini dapat dituangkan dalam sebuah model penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian
D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berfikir maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha1: Motivasi Distributor MLM berpengaruh terhadap kepatuhannya atas kewajiban perpajakannya.
Motivasi
Tingkat Pendidikan
Kepatuhan atas Kewajiban Perpajakan
(63)
48 Ha2: Tingkat pendidikan Distributor MLM berpengaruh terhadap
kepatuhannya atas kewajiban perpajakannya.
Ha3: Interaksi antara motivasi dengan tingkat pendidikan Distributor MLM berpengaruh terhadap kepatuhannya atas kewajiban perpajakannya
(64)
BAB III
MEODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memilih Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan sebagai tempat penelitian atau melakukan riset. Maka penelitian ini menggunakan data yang bersifat ex post facto yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian merunut kebelakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut (sugiyono,2004:7)
B. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipakai adalah daftar pertanyaan (kuesioner). Metode kuesioner merupakan satu mekanisme pengumpulan data yang efisien bila peneliti mengetahui secara jelas apa yang disyaratkan dan bagaimana mengukur varibel yang diminati. Satu kuesioner atau angket adalah satu set tulisan tentang pertanyaan yang diformulasikan untuk responden mencatat jawabannya, biasanya secara terbuka alternatif jawaban ditentukan. Kuesioner ini terdiri dari dua bagian, pertama memuat pertanyaan tentang data diri responden dan kedua berisi pernyataan penelitian yang berhubungan dengan motivasi dan kepatuhan distributor MLM terhadap kewajiban pajaknya.
Jenis skala yang digunakan untuk menjawab bagian pertanyaan penelitian adalah skala likert yaitu metode yang digunakan untuk
(65)
50 mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu fenomena sosial (Inriantoro dan Supomo, 2002:104). Skala likert yang digunakan untuk menjawab pernyataan penelitian memiliki
lima kategori sebagaimana disajikan dalam tabel 3.1 dibahah ini: Tabel 3.1
Bobot dan Kategori Skala Likert
No Jenis Jawaban Bobot
1 2 3 4 5
SS = Sangat Setuju S = Setuju
R = Ragu-ragu TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
5 4 3 2 1
C. Metode Analisis Data
Metode analisis data menggunakan statistik deskriptif, uji kualitas data, uji asumsi klasik dan uji hipotesis.
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskripstif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi) (Imam Ghozali, 2005:19).
2. Uji Kualitas Data
Untuk melakukan uji kualitas data atas data primer ini, maka peneliti melakukan uji reliabilitas dan validitas.
(66)
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidak suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada keusioner mampu mengungkapakan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas ini menggunakan Pearson Correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antara nilai yang
diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan. Apabila Pearson Correlation yang didapat memiliki nilai di bawah 0,05 berarti data yang diperoleh adalah valid (Imam Ghozali, 2005:45).
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan tersebut konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: 1) Repeated Measure atau pengukuran ulang.
2) One Shot atau pengukuran sekali saja, pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan.
Untuk mengukur reliabilitas digunakan uji statistik Cronbach Alfa (α). Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach’s Alfa > 0,60. Sedangkan, jika sebaliknya data tersebut dikatakan tidak reliabel (Imam Ghozali, 2005:41-42).
(67)
52 Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data primer ini, maka peneliti melakukan uji multikolonieritas, uji normalitas dan uji heteroskedastisitas.
a. Uji Multikolonieritas
Pengujian multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem multikoliniearitas (multiko). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Untuk mendeteksi adanya problem multiko, maka dapat dilakukan dengan melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF) serta besaran korelasi antar variabel
independen.
Suatu model regresi dapat dikatakan bebas multiko jika mempunyai nilai VIF di sekitar angka 1 dan mempunyai angka tolerance mendekati 1, sedangkan jika dilihat dengan besaran
korelasi antar variabel independen, maka suatu model regresi dapat dikatakan bebas multiko jika koefisien korelasi antar variabel independen haruslah lemah (dibawah 0,5). Jika korelasinya kuat, maka terjadi problem multiko (Singgih Santoso, 2000:203-206). b. Uji Normalitas
Pengujian normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel dependen dan variabel
(68)
independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Cara mendeteksinya yaitu dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari garfik. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Sedangkan jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Singgih Santoso, 2000:212-214). c. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heterokedastisitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Jika varians berbeda, disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik, dimana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di studentized. Jika pola tertentu, seperti titik-titik (poin-poin) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah
(69)
54 terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Singgih Santoso, 2000:208-210). 4. Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model regresi berganda. Model regresi berganda bertujuan untuk memprediksi besar variabel dependen dengan menggunakan data variabel independen yang sudah diketahui besarnya (Singgih Santoso, 2000:163). Model regresi berganda umumnya digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam suatu persamaan linier (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 2002:211). Variabel independen terdiri dari motivasi dan tingkat pendidikan sedangkan variabel dependennya adalah kepatuhan perpajakan distributor MLM.
Untuk menguji hipotesis tersebut, maka rumus persamaan regresi yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y= a + b1 X1 + b2 X2 + e Keterangan :
Y = Kepatuhan Distributor MLM a = Konstanta
b = Koefisien Regresi X1 = Motivasi
X2 = Tingkat Pendidikan E = Standar error
(70)
a. Koefisien Determinasi
Koefisien Determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel-variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Imam Ghozali, 2005: 83).
b. Uji Statistik t
Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen dan digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05 (Imam Ghozali, 2005:84). Menurut Singgih Santoso (2000:168) dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1) Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima atau Ha ditolak, ini berarti menyatakan bahwa variabel independen atau bebas tidak mempunyai pengaruh secara individual terhadap variabel dependen atau terikat.
(1)
Lampiran 4 Hasil Uji Realibilitas
100
Hasil Uji Realibilitas Variabel TingkatPendidikan Case Processing Summary
N %
Cases Valid 49 100.0
Excludeda 0 .0
Total 49 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.877 .876 6
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
PD1 3.20 1.099 49
PD2 2.82 1.219 49
PD3 2.55 1.209 49
PD4 2.65 1.182 49
PD5 2.73 1.095 49
PD6 2.65 1.182 49
Inter-Item Correlation Matrix
PD1 PD2 PD3 PD4 PD5 PD6
PD1 1.000 .417 .572 .408 .427 .408
PD2 .417 1.000 .607 .533 .540 .533
PD3 .572 .607 1.000 .545 .601 .545
PD4 .408 .533 .545 1.000 .491 1.000
PD5 .427 .540 .601 .491 1.000 .491
PD6 .408 .533 .545 1.000 .491 1.000
Inter-Item Covariance Matrix
PD1 PD2 PD3 PD4 PD5 PD6
PD1 1.207 .559 .760 .531 .514 .531
PD2 .559 1.486 .895 .768 .721 .768
PD3 .760 .895 1.461 .778 .795 .778
PD4 .531 .768 .778 1.398 .635 1.398
PD5 .514 .721 .795 .635 1.199 .635
PD6 .531 .768 .778 1.398 .635 1.398
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
(2)
Lampiran 4 Hasil Uji Realibilitas
101
Hasil Uji Realibilitas Variabel KepatuhanWajib Pajak Case Processing Summary
N %
Cases Valid 49 100.0
Excludeda 0 .0
Total 49 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.840 .849 13
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
KP1 3.84 .514 49
KP2 3.63 .782 49
KP3 3.61 .786 49
KP4 3.82 .905 49
KP5 3.80 .763 49
KP6 4.02 .721 49
KP7 4.31 .713 49
KP8 4.39 .786 49
KP9 3.88 .754 49
KP10 4.22 .468 49
KP11 4.31 .769 49
KP12 3.57 1.000 49
KP13 4.10 .770 49
Inter-Item Correlation Matrix
KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 KP7 KP8 KP9 KP10 KP11 KP12 KP13 KP1 1.000 .521 .510 .292 .391 .458 .480 .418 .109 .242 .550 .307 .148 KP2 .521 1.000 .780 .579 .604 .124 .094 .135 .063 .287 .156 .354 -.075 KP3 .510 .780 1.000 .659 .595 .088 -.081 -.123 .094 .241 -.006 .500 -.140 KP4 .292 .579 .659 1.000 .819 .070 -.008 .161 .333 .099 .112 .463 .087 KP5 .391 .604 .595 .819 1.000 .083 .079 .274 .426 .306 .215 .320 .072 KP6 .458 .124 .088 .070 .083 1.000 .555 .574 .196 .294 .589 .186 .334 KP7 .480 .094 -.081 -.008 .079 .555 1.000 .676 .304 .414 .851 .159 .549 KP8 .418 .135 -.123 .161 .274 .574 .676 1.000 .328 .325 .834 .004 .415 KP9 .109 .063 .094 .333 .426 .196 .304 .328 1.000 .257 .318 .150 .704 KP10 .242 .287 .241 .099 .306 .294 .414 .325 .257 1.000 .383 .076 .224 KP11 .550 .156 -.006 .112 .215 .589 .851 .834 .318 .383 1.000 .093 .438 KP12 .307 .354 .500 .463 .320 .186 .159 .004 .150 .076 .093 1.000 .085 KP13 .148 -.075 -.140 .087 .072 .334 .549 .415 .704 .224 .438 .085 1.000
(3)
Lampiran 4 Hasil Uji Realibilitas
102
Inter-Item Covariance MatrixKP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 KP7 KP8 KP9 KP10 KP11 KP12 KP13
KP1 .264 .210 .206 .136 .153 .170 .176 .169 .042 .058 .218 .158 .059
KP2 .210 .612 .480 .410 .361 .070 .052 .083 .037 .105 .094 .277 -.045
KP3 .206 .480 .617 .469 .357 .050 -.045 -.076 .056 .089 -.004 .393 -.085
KP4 .136 .410 .469 .820 .566 .045 -.005 .114 .227 .042 .078 .420 .061
KP5 .153 .361 .357 .566 .582 .046 .043 .164 .245 .109 .126 .244 .042
KP6 .170 .070 .050 .045 .046 .520 .285 .325 .107 .099 .327 .134 .185
KP7 .176 .052 -.045 -.005 .043 .285 .509 .379 .163 .138 .467 .113 .301
KP8 .169 .083 -.076 .114 .164 .325 .379 .617 .194 .119 .504 .003 .251
KP9 .042 .037 .056 .227 .245 .107 .163 .194 .568 .091 .184 .113 .409
KP10 .058 .105 .089 .042 .109 .099 .138 .119 .091 .219 .138 .036 .081
KP11 .218 .094 -.004 .078 .126 .327 .467 .504 .184 .138 .592 .071 .260
KP12 .158 .277 .393 .420 .244 .134 .113 .003 .113 .036 .071 1.000 .065
KP13 .059 -.045 -.085 .061 .042 .185 .301 .251 .409 .081 .260 .065 .594
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
(4)
Lampiran 5 Hasil Uji Linier Berganda
103
Variables Entered/RemovedbModel
Variables Entered
Variables
Removed Method
1 TPD, TMVa . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: TKP
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .384a .148 .111 5.459
a. Predictors: (Constant), TPD, TMV
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 237.633 2 118.816 3.988 .025a
Residual 1370.612 46 29.796
Total 1608.245 48
a. Predictors: (Constant), TPD, TMV b. Dependent Variable: TKP
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 31.367 8.082 3.881 .000
TMV .377 .136 .380 2.777 .008
TPD -.110 .144 -.105 -.768 .447
a. Dependent Variable: TKP
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 31.367 8.082 3.881 .000
TMV .377 .136 .380 2.777 .008 .991 1.009
TPD -.110 .144 -.105 -.768 .447 .991 1.009
(5)
Lampiran 5 Hasil Uji Linier Berganda
104
Coefficient CorrelationsaModel TPD TMV
1 Correlations TPD 1.000 -.093 TMV -.093 1.000 Covariances TPD .021 -.002
TMV -.002 .018
a. Dependent Variable: TKP
Collinearity Diagnosticsa
Model
Dimens
ion Eigenvalue Condition Index
Variance Proportions
(Constant) TMV TPD
1 1 2.929 1.000 .00 .00 .01
2 .066 6.673 .02 .03 .99
3 .005 24.570 .98 .97 .00
a. Dependent Variable: TKP
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 45.21 55.55 51.49 2.225 49
Std. Predicted Value -2.821 1.824 .000 1.000 49
Standard Error of Predicted Value .813 2.365 1.304 .356 49
Adjusted Predicted Value 45.95 55.33 51.54 2.189 49
Residual -13.415 12.151 .000 5.344 49
Std. Residual -2.458 2.226 .000 .979 49
Stud. Residual -2.516 2.307 -.004 1.011 49
Deleted Residual -14.061 13.049 -.051 5.699 49
Stud. Deleted Residual -2.680 2.426 -.008 1.038 49
Mahal. Distance .086 8.029 1.959 1.706 49
Cook's Distance .000 .158 .022 .036 49
Centered Leverage Value .002 .167 .041 .036 49
(6)