Pengaruh Jumlah Pemeriksaan Pajak dan Sanksi Perpajakan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan dengan Kepatuhan Wajib Pajak sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus Pada KPP Pratama Jakarta Mampang Prapatan)
PENGARUH JUMLAH PEMERIKSAAN PAJAK DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN DENGAN KEPATUHAN WAJIB
PAJAK SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
(Studi Kasus Pada KPP Pratama Jakarta Mampang Prapatan)
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
ARYA HERWIN SAFITRI NIM: 206082003942
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
1. Nama : Arya Herwin Safitri 2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 18 Mei 1988
3. Alamat : Perumahan Benda Baru Jl. Alpukat 2 Blok E 15 No. 7 Rt 02 Rw 18 Pamulang-Tangsel 15416 4. Nomor Telepon : 021-92534943
5. Status : Belum menikah
6. Agama : Islam
7. Kewarganegaraan : Indonesia
B. Data Pendidikan Formal
1. 1994 - 1996 : SDN Benda Baru II 2. 1996 - 2000 : SD Tirta Buaran 3. 2000 - 2003 : SLTPN 2 CIPUTAT 4. 2003 - 2006 : SMAN 1 CIPUTAT
5. 2006 - 2010 : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
C. Latar Belakang Keluarga
1. Ayah : Suyitno
2. Tempat & Tanggal Lahir : Madiun, 29 Januari 1960
3. Alamat : Perumahan Benda Baru Jl. Alpukat 2 Blok E 15 No. 7 Rt 02 Rw 18 Pamulang- Tangsel 15416 4. Ibu : Siti Layinah
5. Tempat & Tanggal Lahir : Ambarawa, 07 November 1966
6. Alamat : Perumahan Benda Baru Jl. Alpukat 2 Blok E 15 No. 7 Rt 02 Rw 18 Pamulang- Tangsel 15416
(6)
Hari ini Kamis 2 bulan Desember Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Sidang Skripsi atas nama Arya Herwin Safitri NIM 206082003942 dengan judul skripsi “PENGARUH JUMLAH PEMERIKSAAN PAJAK DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN
DENGAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK SEBAGAI VARIABEL
INTERVENING” (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Mampang Prapatan). Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 2 Desember 2010
Tim Penguji Sidang Skripsi
Prof. Dr. Ahmad Rodoni Yusro Rahma,SE.,M.Si Pembimbing I Pembimbing II
Prof.Dr.Abdul Hamid, MS Rahmawati,SE,MM Penguji Ahli I Penguji Ahli II
(7)
vi
INFLUENCE THE AMOUNT OF TAX AUDITS,, AND TAX PENALTIES ON INCOME TAX RECEIPTS WITH TAXPAYER COMPLIANCE AS AN
INTERVENING VARIABLE
By:
Arya Herwin Safitri
State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
This study is aimed to analyze influence the amount of tax audits and tax penalties on income tax receipts with taxpayers compliance as an intervening variable in the Tax Office (KPP) Pratama Mampang Prapatan. This study uses primary data by conducting direct research in the field by providing in questionnaire/worksheet questions to 50 respondents with Likert Scale. The statistical method used is path analysis. Sampling method used was purposive sampling. The quality test of data used in this study are test of validity and reliability test. Meanwhile, in testing the hypothesis of this research uses path analysis.
Path analysis test results from this study are : (a) there is significant influence the amount of tax audits and tax penalties on income tax receipts, (b) there is significant influence the amount of tax audits, tax penalties, and taxpayer compliance on income tax receipts, (c) there is not significant influence the amount of tax audits and tax penalties on income tax receipts thoroughly taxpayer compliance as an intervening variable.
Keywords : The amount of tax audits, tax penalties, tax compliance, and income tax receipts.
(8)
PENGARUH JUMLAH PEMERIKSAAN PAJAK DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN
DENGAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
Oleh:
Arya Herwin Safitri
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh jumlah pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan terhadap penerimaan pajak penghasilan melalui kepatuhan wajib pajak sebagai variabel intervening pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Mampang Prapatan. Penelitian ini menggunakan data primer dengan melakukan penelitian langsung di lapangan sebanyak 50 responden melalui kuesioner dengan skala likert. Metode statistik yang digunakan dengan
Path Analysis. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Uji kualitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji reliabilitas menggunakan cronbach alpha dan uji validitas menggunakan pearson correlation serta uji hipotesis dengan menggunakan metode analisis jalur atau path analysis method (model trimming) dengan menggunakan program SPSS 17,0.
Hasil path analysis ditemukan bahwa: (a) jumlah pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, (b) jumlah pemeriksaan pajak, sanksi perpajakan dan kepatuhan wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan, (c) jumlah pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan melalui kepatuhan wajib pajak sebagai variabel intervening.
Kata Kunci: Jumlah Pemeriksaan Pajak, Sanksi Perpajakan, Kepatuhan Wajib Pajak, dan Penerimaan Pajak Penghasilan.
(9)
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayahnya, shalawat serta salam kepada sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan apa yang saya harapkan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat yang ditetapkan dalam rangka mengakhiri studi pada jenjang Strata Satu (S1) Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, saya tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah mendukung dalam penyusunan skripsi saya ini, antara lain kepada:
1. Allah S.W.T atas rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Kedua orang tua yang penulis cintai dan hormati sepanjang hidup, yang dengan rasa cinta dan kasih sayangnya secara tulus telah mengurus, membesarkan, mendidik penulis hingga sekarang ini serta memberikan semangat dan doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis. Makasih Ibu dan Bapak,,aya sayang kalian...
3. Adikku tercinta (wahyu) yang tak pernah henti memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
5. Bapak Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ibu Yessi Fitri SE., Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
(10)
7. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan watu, memberikan saran dan pengarahan serta bimbingan dengan kesabaran hingga terselesaikannya skripsi ini.
8. Ibu Yusro Rahma SE.,M.Si selaku pembimbing 2 yang telah memberikan saran dan pengarahan serta bimbingan dengan kesabaran dan keikhlasan hingga terselesaikannya skripsi ini.
9. Segenap dosen yang telah mentransformasikan ilmu pengetahuannya kepada penulis, serta seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (Mba Ani, Empo, Mas Heri, Mas Ajiz, Mas Alfred) penulis ucapkan terima kasih atas partisipasinya dan segala bantuannya selama penulis menuntut ilmu. 10. Kawan-kawanku di Akuntansi A, Akuntansi B, Manajemen A, dan
Manajemen B yang telah membantu saya, dan memberikan semangat sehingga tersusunnya skripsi. Terus berjuang dan semangat.
11. Teman seperjuangan kompre dan sidang (Dwino, Sugi, Nopi, Mila, Tomi, Iras, Rhaina, Rika, Avrie, Luthfi, Ka Rifki),,akhirnya lulus juga kita....
12. Sutiawati, Adik Febria, Fitri sartika, qory, marina, Kholifah, Dian, Rike, Ana, Rina, Cicih dan semuanya yang telah memberi semangat dan dukungan kepada saya dari mulai ujian kompre sampe dengan selesainya skripsi saya,
“Moga kita semua bisa menjadi penyemangat satu sama lainnya”.
13. Buat Alya, Fachry, Mba Dina, Asep, Diky, Deva, Veris, Mas Dedwi. Akhirnya aya menyusul kalian juga,,,ngerasain di wisuda juga akhirnya akyu..he...
14. Kawan-kawanku tercinta yang tergabung dalam The End Touch Family (Akil, Abi, Pandu, Wahyu, Ucup, Asep, Tomi, Berli, Tio) pokonya smua deh, maap kalu aku lupa menyebutkan nama kalian yaaaa. Pokonya aku sayang kalian. Cepet nyusul ya..
15. Jamhuri Akil Muhlis,,maksih yaa A’ udah selalu semangatin aya. Perjuangan kita berdua akhirnya berhasil juga. Hasil dari kita keliling-keliling Jakarta, panas-panasan buat nyari KPP. Panas, haus, puasa juga kita jalanin demi dapetin KPP. Kita bisa ngewujudin impian orangtua kita, semoga kita bisa
(11)
x
belum berhenti sampe disini, masih panjang jalan kita). Jangan lupa kado buat aya...(Aa paling T.O.P B.G.T deh)
16. Pihak-pihak lain, yang saya tidak dapat sebutkan namanya satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, November 2010
(Arya Herwin Safitri)
(12)
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi... i
Lembar Pengesahan Ujian Kompre ... ii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii
Daftar Riwayat Hidup ... iv
Abstract ... v
Abstrak ... vi
Kata Pengantar...vii
Daftar Isi ... x
Daftar Tabel...xiv
Daftar Gambar...xvi
Daftar Lampiran...xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Tinjauan Umum tentang Pajak ... 10
1. Pengertian Pajak ...10
2. Fungsi Pajak ...12
(13)
xii
5. Penggolongan Jenis Pajak ...16
6. Sistem Pemungutan Pajak ...17
7. Azas-azas Pemungutan Pajak ...19
B. Pemeriksaan Pajak ... 21
1. Pengertian Pemeriksaan Pajak ... 21
2. Tujuan Pemeriksaan Pajak ... 22
3. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan ... 23
4. Norma Pemeriksaan ... 25
5. Hak dan Kewajiban saat Dilakukan Pemeriksaan ... 29
6. Surat Ketetapan Pajak (SKP) ... 31
C. Kepatuhan Wajib Pajak ... 31
1. Definisi Kepatuhan Wajib Pajak ...31
2. Faktor yang Menentukan Tinggi Rendahnya Kepatuhan ...33
3. Kriteria Wajib Pajak Patuh ...35
D. Sanksi Perpajakan ... 36
1. Sanksi Administrasi ...36
2. Sanksi Pidana ...37
E. Pajak Penghasilan ... 37
1. Definisi Pajak Penghasilan ...37
2. Subjek Pajak Penghasilan ...38
3. Objek Pajak Penghasilan ...40
4. Pajak Penghasilan Pasal 25 ...42
F. Penelitian Sebelumnya dan Perumusan Hipotesis ...43
G. Kerangka Pemikiran ...48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 51
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 51
B. Metode Pengumpulan Sampel ... 51
C. Metode Pengumpulan Data ... 52
D. Metode Analisis Data ... 53
(14)
a. Uji Validitas ... 53
b. Uji Reliabilitas ... 53
2. Uji Analisis Jalur (Model Trimming) ... 54
a. Analisis Jalur Sub-Struktur 1 ... 54
1. Pengujian secara simultan ... 55
2. Pengujian secara individual ... 56
a. Jumlah pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak ... 56
b. Sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak ... 56
b. Analisis Jalur Sub-Struktur 2 ...57
1. Pengujian secara simultan ...58
2. Pengujian secara individual ...59
a. Jumlah pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap Penerimaan pajak penghasilan ...59
b. Sanksi perpajakan berpengaruh terhadap penerimaan Pajak penghasilan ...59
c. Kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap Penerimaan pajak penghasilan ...60
3. Pengujian Kesesuaian Model Koefisien : Q ...60
4. Uji Asumsi Klasik ...62
E. Operasionaisasi Variabel Penelitian ... 62
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 68
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 68
1. Sejarah Singkat KPP Pratama Jakarta Mampang Prapatan ... 68
2. Wilayah Kerja ... 69
3. Struktur Organisasi ...70
4. Kebijakan Ditjen Pajak ...72
(15)
xiv
1. Tingkat Pengembalian Kuesioner... 75
2. Deskripsi Statistik Demografi Responden... 76
C. Penemuan dan Pembahasan ... 77
1. Hasil Uji Kualitas Data ... 77
a. Hasil Uji Validitas ... 77
b. Hasil Uji Reliabilitas ...81
2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 84
a. Hasil Uji Normalitas ... 84
3. Hasil Analisis Jalur (Model Trimming) ... 87
a. Menguji Sub-Struktur 1... 87
1. Pengujian secara simultan ... 89
2. Pengujian secara Individual ... 90
a. Jumlah pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wp ... 90
b. Sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak ... 90
b. Menguji Sub-Struktur 2... 93
3. Pengujian secara simultan ... 95
4. Pengujian secara individual ... 96
a. Jumlah pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan ... 96
b. Sanksi perpajakan berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan ... 96
c. Kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap Penerimaan pajak penghasilan ... 97
4. Hasil Pengujian Kesesuaian Model : Koefisien Q ...102
D. Pembahasan ...104
E. Interpretasi ………107
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ...109
A. Kesimpulan ...109
B. Implikasi ...109
C. Saran ……….110
(16)
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Penelitian sebelumnya 46
3.1 Tabel Definisi Operasionalisasi 65
4.1 Sampel dan Tingkat Pengembalian 75
4.2 Deskripsi Statistik Demografi Responden
Berdasarkan Pendidikan dan Jenis Kelamin 75 4.3 Deskripsi Statistik Demografi Responden
Berdasarkan Jabatan dan Jenis Kelamin 76 4.4 Hasil Uji Validitas Jumlah Pemeriksaan Pajak 78
4.5 Hasil Uji Validitas Sanksi Perpajakan 79
4.6 Hasil Uji Validitas Kepatuhan Wajib Pajak 80 4.7 Hasil Uji Validitas Penerimaan Pajak Penghasilan 81 4.8 Hasil Uji Reliabilitas Jumlah Pemeriksaan Pajak 82 4.9 Hasil Uji Reliabilitas Sanksi Perpajakan 83 4.10 Hasil Uji Reliabilitas Kepatuhan Wajib Pajak 83 4.11 Hasil Uji Reliabilitas Penerimaan Pajak Penghasilan 84 4.12 Hasil Uji summary Model 1 Sub-Struktur 1 87 4.13 Hasil Uji ANOVA (b) Model 1 Sub-Struktur 1 88 4.14 Hasil Uji Coefficients (a) Model 1 Sub-Struktur 1 88 4.15 Hasil Uji Summary Model 2 Sub-Struktur 2 91 4.16 Hasil Uji ANOVA (b) Model 2 Sub-Struktur 1 91 4.17 Hasil Uji Coefficient (a) Model 2 Sub-Struktur 1 91
(17)
xvi
Nomor Keterangan Halaman
4.18 Hasil Uji Summary Model 1 Sub-Struktur 2 93 4.19 Hasil Uji ANOVA (b) Model 1 Sub-Struktur 2 94 4.20 Hasil Uji Coefficient (a) Model 1 Sub-Struktur 2 94 4.21 Hasil Uji Summary Model 2 Sub-Struktur 2 98 4.22 Hasil Uji ANOVA (b) Model 2 Sub-Struktur 2 98 4.23 Hasil Uji Coefficient (a) Model 2 Sub-struktur 2 98
4.24 Hasil Uji Korelasi 100
4.25 Koefisien Jalur, Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Pengaruh Total dan Pengaruh Bersama Variabel Jumlah Pemeriksaan Pajak, Sanksi Perpajakan, dan Kepatuhan Wajib Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan 102
(18)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran 50
4.2 Uji Normalitas 86
4.3 Hubungan Kausal Empiris Sub-Struktur 1 Variabel Jumlah Pemeriksaan Pajak (X1) dan Kepatuhan Wajib
Pajak (X3) 93
4.4 Hubungan Kausal Sub-Struktur 2 Variabel Jumlah Pemeriksaan Pajak (X1) terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan (Y) 100
4.5 Hubungan Kausal Empiris Variabel Jumlah Pemeriksaan Pajak (X1), Sanksi Perpajakan (X2), Kepatuhan Wajib
(19)
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Permohonan Pengisian Kuesioner 101
2 Identitas Responden 102
3 Pernyataan Jumlah Pemeriksaan Pajak 103
4 Pernyataan Sanksi Perpajakan 104
5 Pernyataan Kepatuhan Wajib Pajak 105
6 Pernyataan Penerimaan Pajak Penghasilan 106 7 Jawaban Pernyataan Jumlah Pemeriksaan Pajak 107
8 Jawaban Pernyataan Sanksi Perpajakan 109
9 Jawaban Pernyataan Kepatuhan Wajib Pajak 111 10 Jawaban Pernyataan Penerimaan Pajak Penghasilan 113 11 Hasil Uji Validitas Jumlah Pemeriksaan Pajak 115
12 Hasil Uji Validitas Sanksi Perpajakan 117
13 Hasil Uji Validitas Kepatuhan Wajib Pajak 118 14 Hasil Uji Validitas Penerimaan Pajak Penghasilan 119 15 Hasil Uji Reliabilitas Jumlah Pemeriksaan Pajak 120 16 Hasil Uji Reliabilitas Sanksi Perpajakan 122 17 Hasil Uji Reliabilitas Kepatuhan Wajib Pajak 124 18 Hasil Uji Reliabilitas Penerimaan Pajak Penghasilan 126
19 Hasil Uji Hipotesis (1) 128
(20)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pemerintah suatu Negara, terutama Indonesia dalam melaksanakan kegiatannya memerlukan dana yang jumlahnya setiap tahun semakin meningkat. Perkembangan perekonomian global, seperti AFTA 2003 maupun APEC 2010 ikut memacu pemerintah dalam membenahi semua sektor perekonomian. Dalam membenahi berbagai sektor tersebut diperlukan dana yang tidak sedikit jumlahnya, dan ironisnya akhir-akhir ini pemerintah terlihat sangat sibuk dalam membenahi sektor penerimaan negara yang jumlah defisitnya mencapai angka puluhan milyar rupiah. Peningkatan penerimaan luar negeri berupa ekspor dan penerimaan dalam negeri, terutama penerimaan pajak sangat penting mengingat fungsi pajak yang salah satunya adalah sebagai fungsi budgetair, yaitu pajak adalah sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, dari penerimaan dikedua sektor tersebut diharapkan akan tercapai fundamental ekonomi yang kuat, yang dilandasi oleh kemandirian pembiayaan negara. Porsi penerimaan pajak dalam APBN kita terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Bila pada tahun 1970-an hingga awal tahun 1980-an penerimaan masih bertumpu pada sektor minyak dan gas bumi (migas), namun dengan seiring dinamika pasar dunia yang kurang
(21)
Pemerintah tidak lagi mengandalkan penerimaan negara dari sektor ini. Kemudian dicari alternatif penerimaan dari sektor lain yang relatif aman dan mendukung kesinambungan anggaran yaitu dengan memilih pajak sebagai primadona baru penerimaan Negara (Hendra, 2008).
Menurut Taufan, penerimaan selalu dikaitkan dengan kebutuhan investasi dalam negeri yang terus menerus akibat proyek-proyek pembangunan nasional yang terus bertambah, dimana dalam pelaksanaan pembangunan nasional harus sesuai kemampuan sendiri. Penerimaan pajak salah satunya dari Pajak Penghasilah (PPh). Dalam perkembangan selama lebih dari dua dasawarsa terakhir, penerimaan dari sektor pajak mengalami tren yang selalu meningkat dan puncak penerimaan pajak tertinggi yaitu pada tahun 2007 penerimaan mencapai Rp. 426,22 triliun atau 98,5% dari target APBN-P 2007 sebesar Rp 432,5 triliun. Meski kekurangan (short fall) Rp 6,23 triliun, realisasi penerimaan pajak 2007 merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. Hingga saat ini tidak kurang dari 80% APBN penerimaan dari sektor pajak (Kompas, 12 April 2008). Sebagai sebuah kebijakan yang lebih memandang ke dalam (inward looking policy), penerimaan dari sektor pajak diharapkan mampu mengurangi dari ketergantugan dari hutang luar negeri serta mampu membangkitkan kembali kepercayaan diri bangsa kita dihadapan bangsa-bangsa lain di dunia. Ini selaras benar dengan misi yang diemban Ditjen Pajak selaku otoritas pajak yang berkompeten di negeri ini, yaitu : menghimpun sumber dana dari sektor perpajakan guna menunjang kemandirian pembiayaan APBN.
(22)
Dalam usaha untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, antara lain fiskus melakukan grand strategy, yaitu extensifikasi dan intensifikasi. Ekstensifikasi adalah upaya mencari Wajib Pajak yang bersembunyi ditempuh dengan meningkatkan jumlah Wajib Pajak yang aktif. Intensifikasi adalah upaya untuk meningkatkan penerimaan melalui peningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, kemampuan kualitas aparatur perpajakan, pelayanan prima terhadap Wajib Pajak, dan pembinaan terhadap Wajib Pajak, pengawasan administratif, pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pasif dan aktif serta penegakan hukum (Handayani, 2009).
Kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance) dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Isu kepatuhan menjadi penting karena ketidakpatuhan secara bersamaan akan menimbulkan upaya menghindarkan pajak, seperti tax evasion dan tax avoidance, yang mengakibatkan berkurangnya penyetoran dana pajak ke kas Negara (Taufan Sofyan, 2005).
Pajak adalah iuran partisipasi seluruh anggota masyarakat kepada Negara berdasarkan kemampuan (daya pikulnya) masing-masing yang dapat dipaksakan dan pembayaran pajak tidak menerima imbalan/kontribusi yang dapat secara langsung dapat dihubungkan dengan pihak yang dibayarnya. Sedangkan pajak
(23)
berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima dan diperolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang dilaksanakannya (Hendra, 2008). Karena sifat pajak tanpa adanya kontraprestasi langsung, pada umumnya wajib pajak cenderung untuk menghindar dari pembayaran pajak atau memperkecil kewajiban pajaknya. Kecenderungan melakukan penghindaran oleh Wajib Pajak lebih banyak terjadi karena sistem pemungutan pajak di Indonesia yang menggunakan
self assessment. Sistem yang memberikan wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terhutang dan sebagai konsekuensi yuridis melaporkan pajak yang telah dihitung dan disetor melalui SPT baik secara bulanan (masa) maupun akhir tahun (tahunan).
Agar sistem self assessment berjalan secara efektif, keterbukaan dan pelaksanaan penegakan hukum merupakan hal yang paling penting. Penegakan hukum ini dapat dilakukan dengan adanya pemeriksaan atau penyidikan pajak dan penagihan pajak (Handayani, 2009). Penegakan hukum di bidang perpajakan merupakan tindakan yang dilakukan pihak terkait untuk menjamin agar Wajib pajak dan para calon Wajib Pajak memenuhi ketentuan undang-undang perpajakan seperti menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), pembukuan dan informasi lain yang relevan serta membayar pajak pada waktunya. Dengan penegakan hukum yang diterapkan juga dapat memberikan sanksi kepada Wajib Pajak atas kelalaian dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
(24)
Sanksi Perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dituruti/ditaati/dipatuhi atau dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sanksi perpajakan ini terdiri atas sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Menurut Burton (2002), sanksi pidana maupun sanksi administrasi dalam hukum pajak secara luas dapat diartikan sebagai tujuan untuk kelangsungan hidup bersama dalam masyarakat dan sebagai salah satu kewajiban asasi manusia terhadap masyarakat tempat dimana wajib pajak berada adalah dengan membayar pajak. Apabila pelanggaran yang dilakukan sifatnya ringan cukup diselesaikan secara administratif, tetapi kalau pelanggarannya berat maka sanksi pidana yang diterapkan. Sebagaimana telah diatur berdasarkan Pasal 29 ayat 1 UU KUP tahun 2000 menyatakan bahwa:
“Direktur Jendral Pajak berwenang melakukan pemeriksaan atau menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Norman (1973:68) menekankan bahwa pemeriksaan pajak memberikan pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, yaitu dapat mencegah terjadinya penyelundupan pajak oleh WP yang diperiksa. Kepatuhan ini akan sangat berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung pada penerimaan pajak.
Penelitian mengenai pemeriksaan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak sebelumnya telah dilakukan, diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh
(25)
Salip (2006). Ia melakukan penelitian tentang pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak di KPP Jakarta Kebon Jeruk. Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak. Melalui pemeriksaan yang merupakan upaya untuk penegakan hukum (law enforcement), diteliti apakah penerimaan pajak dari masing-masing sumber mengalami peningkatan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa hasil pemeriksaan pajak secara nominal telah meningkatkan penerimaan pajak, namun penerimaan secara nominal tersebut tidak diikuti oleh peningkatan yang signifikan pada rata-rata rasio laba sebelum pajak terhadap penjualan (EBT) dan rata-rata penerimaan pajak berdasarkan rasio Pajak Penghasilan Badan terhadap penjualan.
Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2009). Dalam penelitian ini ia menguji apakah terdapat pengaruh dari jumlah pemeriksaan pajak dan kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan. Hasil dari pengujian hipotesa menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dari jumlah pemeriksaan pajak terhadap penerimaan PPh dan tidak terdapat pengaruh kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan. Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Handayani (2009). Penelitian ini betujuan untuk menguji konsistensi hasil penelitian sebelumnya dan diharapkan dapat memperbaiki keterbatasan yang ada dalam penelitian tersebut. Ada hal yang membedakan penelitian kali ini dengan penelitian sebelumnya. Perbedaannya adalah penulis menambahkan variabel independen, yaitu variabel sanksi perpajakan.
(26)
Dari upaya Direktorat Jendral Pajak melakukan pemeriksaan hasilnya ada yang berpengaruh sangat rendah tetapi ada juga yang berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan. Maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah pemeriksaan pajak, sanksi perpajakan, dan kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan Pajak Penghasilan di KPP wilayah Jakarta Selatan. Untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian lebih
lanjut dengan memberi judul : “Pengaruh Jumlah Pemeriksaan Pajak dan Sanksi Perpajakan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan dengan Kepatuhan Wajib Pajak sebagai variabel Intervening Pada KPP Pratama Jakarta Mampang Prapatan”.
B. Perumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini:
1. Apakah jumlah pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak ?
2. Apakah jumlah pemeriksaan pajak, sanksi perpajakan dan kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan?
3. Apakah jumlah pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan melalui kepatuhan wajib pajak sebagai variabel intervening?
(27)
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
a. Untuk menganalisis pengaruh jumlah pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
b. Untuk menganalisis pengaruh jumlah pemeriksaan pajak, sanksi perpajakan, dan kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan.
c. Untuk menganalisis pengaruh jumlah pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan terhadap penerimaan pajak penghasilan melalui kepatuhan wajib pajak sebagai variabel intervening.
2. Manfaat penelitian : a. Bagi Praktisi
Bagi perusahaan (aparat pajak) sebagai informasi yang mungkin berguna untuk menilai usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengoptimalkan pemeriksaan dalam meningkatkan penerimaan Negara dari sektor perpajakan. Bagi masyarakat dapat memberikan informasi tentang pemeriksaan secara umum, kepatuhan Wajib Pajak, dan sanksi perpajakan.
b. Bagi Lembaga Perguruan Tinggi
Sebagai masukan dan tambahan informasi khususnya dalam bidang perpajakan.
(28)
c. Bagi Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan wacana tentang pengaruh jumlah pemeriksaan, kepatuhan wajib pajak, dan sanksi perpajakan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan di dalam studi perpajakan.
d. Bagi Penulis
1. Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sebagai bahan informasi ilmiah dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang perpajakan.
(29)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Pajak 1. Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran partisipasi seluruh anggota masyarakat kepada Negara berdasarkan kemampuan (daya pikulnya) masing-masing yang dapat dipaksakan dan pembayaran pajak tidak menerima imbalan/kontribusi yang dapat secara langsung dapat dihubungkan dengan pihak yang dibayarnya.
Untuk mengetahui apa arti pajak, Santoso Brotodiharjo dalam
bukunya “Pengantar Ilmu Hukum Pajak” mengemukakan beberapa pendapat
pakar tentang definisi pajak yang antara lain sebagai berikut : Menurut Feldmann (2004:4) berpendapat bahwa :
“ Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada
penguasa, (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.
Menurut Smeets (2004:4) :
“ Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma -norma umum, dan yang dapat dipaksakannya tanpa adanya kontra-prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.
(30)
Menurut Soeparman Soemahamidjaja :
“ Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.
Menurut Lhia (2008) berpendapat bahwa:
“Pajak adalah sumbangan wajib yang harus dibayar oleh para Wajib Pajak
kepada negara berdasarkan undang-undang tanpa ada balas jasa (kontraprestasi) yang secara langsung diterima oleh pembayar (Wajib Pajak)”.
Jadi, dapat disimpulkan pajak merupakan suatu iuran wajib yang harus dibayarakan warga negara khususnya Wajib Pajak kepada Pemerintah/Negara yang mana iuran ini sifatnya memaksa dan akan dikenai sanksi apabila ada Wajib Pajak yang melanggarnya. Iuran ini nantinya digunakan untuk membiayai seluruh pengeluaran Negara dan tidak ada imbalan secara langsung yang dapat dinikmati oleh Wajib Pajak tersebut.
Dari pengertian pajak diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat unsur yang melekat dalam pengertian pajak, yaitu (Ilyas, 2004:5):
1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang. 2. Sifatnya dapat dipaksakan.
3. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak.
4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta).
(31)
5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan bangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.
2. Fungsi Pajak
Menurut Marsyahrul (2005:3), fungsi pajak antara lain:
a. Fungsi Budgeter
Sebagai alat (sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas Negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran Negara, yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan.
b. Fungsi Regulerend
Ragulerend disebut juga sebagai fungsi mengatur, sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan, misalnya bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan keamanan seperti:
1. Mengadakan perubahan-perubahan tarif dan
2. Memberikan pengecualian-pengecualian, keringanan-keringanan atau sebaliknya, yang ditujukan kepada masalah tertentu.
3. Jenis-jenis Pajak
Menurut Lubis (2006:35), jenis-jenis pajak dibagi berdasarkan:
a. Berdasarkan pembagian antar tingkat pemerintah di suatu Negara, antara lain adalah :
1. Pajak Pusat
Pajak pusat adalah pajak yang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah pusat, sebagai berikut:
(32)
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Materai.
2. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
e. Berdasarkan sifatnya pajak tersebut dibagi menjadi dua (2), yaitu: 1. Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah suatu jenis pajak yang kewajiban pajaknya sangat ditentukan pertama-tama oleh keadaan subjektif subjek pajak, walaupun untuk menentukan timbulnya kewajiban membayar pajak tergantung pada keadaan objek pajaknya. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah pajak penghasilan
2. Pajak Objektif
Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajaknya sangat ditentukan pertama-tama oleh objek pajak. Keadaan subjektif subjek pajak tidak relevan, walaupun dalam kasus-kasus tertentu ikut dipertimbangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Kendaraan Bermotor.
(33)
c. Berdasarkan Golongan
1. Pajak Langsung (direct taxes)
Pajak langsung adalah pajak yang langsung dipikul sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan, tidak dapat dialihkan kepada orang lain dan dipungut secara berkala atau periodik, seperti Pajak Penghasilan (PPh).
2. Pajak Tidak Langsung (indirect taxes)
Pajak tidak langsung adalah pajak yang dikenakan kalau ada peristiwa, perbuatan tertentu, dimana pembebanan pembayaran pajaknya dapat dialihkan kepada pihak lain. Contoh pajak tidak langsung adalah PPN, PPnBM, dan Bea Materai.
4. Teori Pemungutan Pajak
Menurut Suandy (2005:28), teori pemungutan pajak antara lain : a. Teori Asuransi
Negara dalam melaksanakan tugasnya, mencakup pula tugas melindungi jiwa raga dan harta benda perseorangan. Oleh sebab itu, negara disamakan dengan perusahaan asuransi, untuk mendapat perlindungan warga negara harus membayar pajak sebagai premi. Namun, teori ini sudah lama ditinggalkan dan sekarang praktis tidak ada pembelanya lagi.
b. Teori Kepentingan
Menurut teori ini pembayaran pajak mempunyai hubungan dengan kepentingan individu yang diperoleh dari pekerjaan negara. Makin banyak
(34)
individu mengenyam atau menikmati jasa dari pekerjaan pemerintah, makin besar pula pajaknya.
c. Teori Daya Pikul
Teori ini mengemukakan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan kekuatan membayar dari Wajib Pajak (individu-individu). Jadi, tekanan semua pajak-pajak harus sesuai dengan daya pikul Wajib Pajak dengan memperhatikan pada besarnya penghasilan dan kekayaan, juga pengeluaran belanja Wajib Pajak tersebut.
d. Teori Daya Beli
Menurut teori ini maka fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam masyarakat, dapat disamakan dengan pompa yaitu mengambil daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara dan kemudian memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya ke arah tertentu. Teori ini mengajarkan bahwa menyelenggarakan kepentingan masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungut pajak, bukan kepentingan individu, juga bukan kepentingan negara, melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya.
e. Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti
Teori ini didasari paham organisasi negara (Organische Staatsleer) yang mengajarkan bahwa negara sebagai organisasi mempunyai tugas untuk
(35)
atau keputusan yang diperlukan termasuk keputusan di bidang pajak. Dengan sifat seperti itu maka negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak dan rakyat harus membayar pajak sebagai tanda baktinya. Menurut teori ini dasar hukum pajak terletak pada hubungan antara rakyat dengan negara, dimana negara berhak memungut pajak dan rakyat berkewajiban membayar pajak.
5. Penggolongan Jenis Pajak
Penggolongan jenis pajak menurut Ilyas (2004:17) yaitu : a. Menurut Sifatnya
1. Pajak langsung
Pajak langsung adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan pajak secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu, misalnya pajak penghasilan.
2. Pajak tidak langsung
Pajak tidak langsung merupakan pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan kepada hal-hal tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu saja, misalnya Pajak Pertambahan Nilai.
(36)
b. Menurut Sasaran/Obyeknya 1. Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (subjeknya).
2. Pajak Objektif
Pajak objektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan/melihat obyeknya baik berupa keadaan perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. c. Menurut Lembaga Pemungutannya
1. Pajak Pusat
Pajak pusat adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan. 2. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang dalam pelaksanaanya sehari-hari dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda).
6. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Resmi (2009:11) dalam memungut pajak dikenal sistem pemungutan yaitu:
a. Official Assesment System
(37)
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan.
b. Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak. Dengan demikian berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri.
c. With Holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukkan pihak ketiga ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia.
(38)
7. Azas-Azas Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak harus adil dalam pelaksanaannya dan bebannya juga dipikul oleh masyarakat, tidak boleh melakukan diskriminasi atau pemberian keistimewaan kepada salah satu golongan wajib pajak, terdapat kepastian hukum bagi wajib pajak maupun aparatur pajak (Lubis, 2006:26).
Beberapa Azas-azas pemungutan pajak yang menjadi dasar penyusunan hukum pajak, yaitu terdiri dari:
a. Azas Falsafah Hukum
Undang-undang perpajakan harus mengabdi kepada keadilan, baik dalam arti perundangan maupun pelaksanaanya. Oleh karena itu undang-undang perpajakan harus memperhatikan teori seperti teori bakti, teori asuransi, teori kepentingan, taori daya pikul, teori daya beli.
b. Azas Yuridis
Hukum pajak harus dapat memberikan jaminan/kepastian hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan bagi warga negara dan warganya. Oleh karena itu pemungutan pajak negara hukum haruslah berdasarkan undang-undang, agar tercapai kepastian hukum. Hal-hal yang perlu diperhatikan ialah:
1. Hak-hak aparatur perpajakan harus dijamin dapat dilaksanakan dengan lancar.
(39)
dituntut memenuhi kewajibannya, tetapi hak wajib pajak juga harus diperhatikan.
3. Harus ada jaminan terhadap kerahasiaan diri wajib pajak orang pribadi maupun perusahaan.
c. Azas Finansial
Sesuai dengan fungsi budgeter, maka biaya pemungutan pajak harus seminimal mungkin, dan hasil pungutan pajak hendaknya cukup untuk menutupi pengeluaran negara. Harus pula diperhatikan saat pengenaan pajak hendaknya sedekat mungkin dengan terjadinya perbuatan, peristiwa, keadaan yang menjadi dasar pengenaan pajak.
d. Azas Ekonomis
Selain fungsi budgeter, pajak juga dipergunakan sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian, tidak mungkin suatu negara menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakat, karena itu pemungutan pajak sebagai berikut:
1. Harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan.
2. Harus diusahakan, supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam usahanya menuju kemakmuran dan jangan sampai merugikan kepentingan umum.
(40)
B. Pemeriksaan Pajak
1. Pengertian Pemeriksaan Pajak
Beberapa pengertian tentang pemeriksaan pajak antara lain :
Pengertian pemeriksaan pajak menurut Pasal 1 angka 25 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 (selanjutnya ditulis UU.No.28/2007) adalah :
“Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara obyektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Menurut Lubis (2006:84), pengertian pemeriksaan pajak adalah :
“Pemeriksaan pajak merupakan law enforcement, yaitu salah satu kebijakan dari Direktorat Jenderal Pajak secara office assessment menetapkan pajak terutang atas surat pemberitahuan pajak (SPT) yang disampaikan wajib pajak secara self assessment”.
Menurut ketentuan dalam Pasal 1 Angka 24 KUP dikatakan :
“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan,
mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Jadi, dapat disimpulkan pengertian pemeriksaan pajak adalah suatu proses kegiatan untuk menghimpun, mencari, dan mengolah data atau keterangan lainnya yang digunakan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak
(41)
Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang dihitung oleh Wajib Pajak dengan prinsip self assessment.
2. Tujuan Pemeriksaan Pajak
Menurut Pardiat (2007:6), pemeriksaan pajak yang dilakukan Pemeriksa pajak Direktorat Jenderal Pajak bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketantuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan pajak dilakukan terhadap SPT WP, yang bertujuan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak, kecuali ditemukan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan akan dilanjutkan dengan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Pemeriksaan pajak untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, seperti yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor:199/PMK.03/2007 Tanggal 28 Desember 2000, meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka:
a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan. b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. d. Wajib Pajak mengajukan keberatan.
e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.
(42)
f. Pencocokkan data dan atau alat keterangan.
g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai. i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.
j. Menentukan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan. k. Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda.
3. Ruang Lingkup Pemeriksaan dan Jangka Waktu Pemeriksaan a. Menurut Suandy (2005:211), ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari:
1. Pemeriksaan lapangan yang meliputi suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya dan/atau untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat Wajib Pajak. 2. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik
tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
b. Pemeriksaan lapangan dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan lengkap atau pemeriksaan sederhana.
c. Pemeriksaan kantor hanya dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana.
(43)
e. Pemeriksaan sederhana lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan. f. Pemeriksaan sederhana kantor dilaksanakan dalam jangka waktu 4
(empat) minggu dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan.
g. Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan kantor ditemukan indikasi adanya transaksi unsur transfer pricing, maka lingkup pemeriksaan ditingkatkan menjadi pemeriksaan lapangan.
h. Pemeriksaan lapangan berkenaan dengan ditemukannya indikasi adanya unsur transfer pricing, yang memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam serta memerlukan waktu yang lebih lama dilaksanakan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun.
Pemeriksaan lengkap adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat wajib pajak meliputi seluruh jenis pajak, dan/atau tujuan lain baik tahun berjalan dan/atau tahun sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam pemeriksaan pada umumnya.
Pemeriksaan sederhana lapangan adalah pemeriksaan pajak meliputi seluruh jenis pajak, dan/atau tujuan lain baik tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang sederhana.
(44)
Pemeriksaan sederhana kantor adalah pemeriksaan pajak meliputi jenis pajak tertentu untuk tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang sederhana.
4. Norma Pemeriksaan
Norma pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 545/KMK.04/2000 meliputi Norma Pemeriksaan lapangan, Norma Pemeriksaan Kantor, dan Norma Pelaksanaan Pemeriksan. a. Norma Pemeriksan Lapangan
Norma pemeriksan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak dalam rangka Pemeriksaan Lapangan adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksa pajak harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan pada waktu melaksanakan pemeriksan.
2. Wajib memberitahukan secara tertulis tentang akan dilakukan pemeriksaan kepada wajib pajak.
3. Wajib pajak memperlihatkan tanda pengenal pemeriksa dan surat perintah pemeriksaan kepada wajib pajak.
4. Wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksan kepada wajib pajak yang diperiksa.
(45)
6. Wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi Wajib Pajak.
7. Wajib memberi petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya 8. Wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen
pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lama 14 (empat belas) hari sejak selesainya pemeriksaan.
9. Dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan.
Dalam pemeriksaan lapangan, pemeriksa pajak mempunyai wewenang sebagai berikut:
1. Memeriksa, dan atau meminjam buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen pendukung lainnya termasuk keluaran atau media komputer dan perangkat elektronik pengolah data lainnya.
2. Meminta keterangan lisan atau tertulis dari wajib pajak yang diperiksa 3. Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat
menyimpan dokumen, uang, barang, yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha wajib pajak dan atau tempat-tempat lain yang
(46)
dianggap penting serta melakukan pemeriksaan di tempat-tempat tersebut.
4. Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut, apabila wajib pajak atau wakil atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki atau ruangan dimaksud, dan atau kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud, atau tidak ada di tempat pada saat pemeriksaan dilakukan.
5. Meminta keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa
b. Norma Pemeriksaan Kantor
Norma pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak dalam rangka pemeriksaan kantor adalah sebagai berikut :
1. Memanggil wajib pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk dalam rangka pemeriksaan, dengan menggunakan surat panggilan.
2. Wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada wajib pajak yang akan diperiksa.
3. Wajib membuat Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP).
4. Wajib memberitahukan secara tertulis kepada wajib pajak tentang hal-hal yang berbeda antar SPT dengan hasil pemeriksaan.
(47)
6. Wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari wajib pajak paling lama 7 (tujuh) hari sejak selesainya pemeriksaan.
7. Dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak atas segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan.
Dalam pemeriksaan kantor, pemeriksa pajak mempunyai wewenang sebagai berikut:
1. Memeriksa dan atau meminjam buku-buku, catatan-catatan wajib pajak.
2. Meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari wajib pajak yang diperiksa.
3. Meminta keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa.
c. Norma Pelaksanaan Pemeriksan
Norma pemeriksaan yang berkaitan dengan Pelaksanaan pemeriksaan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh seorang atau lebih pemeriksa pajak. 2. Pemeriksaan dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, di kantor
Wajib pajak atau di kantor lainnya atau di pabrik atau di tempat usaha atau di tempat pekerjaan bebas atau di tempat tinggal wajib pajak atau di tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(48)
3. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila dipandang perlu dapat dilanjutkan di luar jam kerja.
4. Hasil pemeriksan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP). 5. Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) disusun berdasarkan Kertas Kerja
Pemeriksaan (KPP).
6. Hasil pemeriksaan lapangan yang seluruhnya disetujui Wajib Pajak atau kuasanya, dibuatkan surat pernyataan tentang persetujuan tersebut dan ditandatangani oleh wajib pajak yang bersangkutan atau kuasanya. 7. Hasil pemeriksaan lengkap yang tidak atau seluruhnya disetujui oleh wajib pajak, dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan dibuatkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan.
8. Berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP), diterbitkan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak, kecuali pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyelidikan.
5. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan
Menurut Pardiat (2008:2) adanya hak dan kewajiban Wajib Pajak apabila dilakukan pemeriksaan yaitu:
a. Hak-Hak Wajib Pajak Apabila dilakukan Pemeriksaan:
1) Meminta kepada pemeriksa pajak untuk memperlihatkan tanda pengenal pemeriksa pajak dan surat perintah pemeriksaan.
(49)
3) Meminta kepada pemeriksa pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan pemeriksaan.
4) Meminta kepada pemeriksa pajak untuk memperlihatkan surat tugas apabila susunan tim pemeriksa pajak mengalami perubahan.
5) Menghadiri pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
6) Mengajukan pengaduan apabila kerahasiaan usaha Wajib Pajak dibocorkan kepada pihak lain yang tidak berhak.
b. Kewajiban Wajib Pajak Apabila dilakukan Pemeriksaan:
1) Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
2) Memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib pajak.
3) Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu oleh pemeriksa dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
4) Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.
(50)
6. Jumlah Pemeriksaan Pajak
Jumlah pemeriksaan pajak adalah jumlah aktifitas pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus. Salah satu produk dari aktivitas pemeriksaan pajak adalah dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Surat ketetapan pajak yang mempunyai potensi untuk meningkatkan jumlah pemeriksaan pajak adalah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). 7. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (Resmi, 2009:51).
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) c. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
C. Kepatuhan Wajib Pajak
1. Definisi Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan perpajakan menurut Pakde Sofa (2008) dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.
(51)
Menurut Nurmantu (2009), terdapat 2 (dua) macam kepatuhan yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan materiil.
a. Kepatuhan formal
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan dengan menitik beratkan pada nama dan bentuk kewajiban saja, tanpa memperhatikan hakekat kewajiban itu. Misalnya menyampaikan SPT PPh sebelum tanggal 31 Maret ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), dengan mengabaikan apakah isi Surat Pemberitahuan (SPT) PPh tersebut sudah benar atau belum dan hal yang terpenting SPT PPh sudah disampaikan sebelum tanggal 31 Maret.
b. Kepatuhan Materiil
Kepatuhan materiil adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak selain memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan nama dan bentuk kewajiban perpajakan, juga terutama memenuhi hakekat kewajiban perpajakannya. Di sini wajib pajak yang bersangkutan, selain memperhatikan tanggal penyampaian SPT PPh juga memperhatikan kebenaran yang sesungguhnya dari isi SPT PPh tersebut.
Menurut Gunadi (2005:5) kepatuhan Wajib Pajak adalah bahwa mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi, seksama, peringatan, atau ancaman dan partisipasi sanksi baik hukum maupun administrasi.
(52)
Jadi, dapat disimpulkan pengertian dari kepatuhan Wajib Pajak yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak memiliki kesediaan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya tanpa adanya pemeriksaan ataupun sanksi yang diberikan dan secara sukarela mau membayar kewajibannya berupa pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2. Faktor-Faktor yang Menentukan Tinggi Rendah Kepatuhan yaitu: Menurut Nurmantu (2009), ada beberapa faktor yang menentukan tinggi rendahnya kepatuhan perpajakan, antara lain kejelasan (clarity) undang-undang dan peraturan pelaksanaan perpajakan, besarnya biaya kepatuhan (compliance cost), dan adanya panutan.
a. Kejelasan
Makin jelas undang-undang dan peraturan pelaksanaan perpajakan, makin mudah bagi wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Makin berbelit aturan pelaksanaan perpajakan, apalagi kalau terdapat ketidakpastian dan ketidaksinambungan peraturan, maka makin sulit bagi wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
b. Biaya kepatuhan
Untuk mewujudkan pemasukan pajak ke dalam kas negara, maka dibutuhkan biaya-biaya yang dalam literatur perpajakan disebut sebagai
tax operating cost, yang terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk memungut pajak yang disebut administrative cost dan
(53)
kewajiban perpajakannya yang disebut compliance cost atau biaya kepatuhan. Biaya kepatuhan adalah semua biaya baik secara fisik maupun psikis yang harus dipikul oleh wajib pajak untuk memnuhi kewajiban perpajakannya. Biaya kepatuhan terdiri dari fee untuk konsultan/akuntan, biaya pegawai, biaya transport ke kantor pajak/bank/kas negara, biaya fotocopy sebagai biaya fisik, dan biaya psikis berupa stress, keingintahuan, dan kekhawatiran. Makin rendah biaya kepatuhan, makin mudah bagi wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Permintaan lembar fotocopy lebih dari satu kali oleh seksi/petugas kantor pajak di bawah satu atap merupakan contoh dari biaya kepatuhan yang tidak perlu.
c. Panutan
Sistem panutan di kalangan masyarakat wajib pajak di Indonesia untuk
menjadi wajib pajak ”terbesar” dapat merupakan faktor yang
meningkatkan rasa kepatuhan perpajakan. Menjadi salah satu dari 100 pembayar pajak terbesar mendorong konglomerat baik pada tingkat pusat maupun daerah untuk meningkatkan pembayaran pajaknya yang sekaligus mendekatkan dirinya pada tingkat kepatuhan. Contoh yang diberikan presiden untuk mengisi SPT dan menyampaikannya ke KPP sebelum tanggal 31 Maret ikut mendorong pimpinan Departemen, pimpinan Perusahaan untuk mengajak anggota organisasinya untuk mengikuti jejak presiden menyampaikan SPT sebelum batas waktu. Sebaliknya, apabila
(54)
pimpinan bahkan tetangga yang tidak membayar pajak, atau tidak menyampaikan SPT bahkan tidak atau belum memiliki NPWP akan merupakan panutan yang negatif bagi anggota masyarakat wajib pajak untuk tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya.
3. Kriteria Wajib Pajak Patuh
Menurut Keputusan Menteri Keuangan nomor : 544/KMK.04/2000, kriteria wajib pajak patuh adalah:
a. Wajib Pajak Patuh
Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
2) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
3) Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau Lembaga Pengawasan Keuangan Pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 tahun berturut-turut
4) Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
(55)
b.Tepat Waktu
Tepat waktu menyampaikan SPT meliputi penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) yang tidak terlambat dalam tahun terakhir untuk masa pajak Januari sampai November tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut. Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat tersebut telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa Pajak berikutnya
D. Sanksi Perpajakan
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dituruti/ditaati/dipatuhi atau dengan kata lain sanksi perpajakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan (Lubis, 2006:55).
Menurut Resmi (2009:71) sanksi pajak terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Adapun pengertian dari sanksi-sanksi tersebut adalah:
1. Sanksi Adminsitrasi
Sanksi administrasi sehubungan dengan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak. Sanksi Administrasi adalah sanksi yang ditetapkan oleh undang-undang kepada wajib pajak karena tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban sebagaimana ditentukan dalam undang-undang perpajakan yaitu berupa :
(56)
a. Denda (Pasal 7, Undang-undang No.6 tahun 1983).
b. Bunga (Pasal 8, ayat (2) dan Pasal 13, ayat (2) undang-undang No.6 tahun 1983).
c. Kenaikan (Pasal 13, ayat (1), (2), (3), dan pasal 15, ayat (1), (2), Undang-undang No.6 tahun 1983).
2. Sanksi Pidana
Sanksi pidana adalah sanksi yang ditetapkan oleh undang-undang kepada wajib pajak karena melakukan tindak pidana, yaitu berupa :
a. kurungan (pasal 38, 39, dan 41 undang-undang No.6 tahun 1983). b. denda (pasal 38, 39, dan 41 undang-undang No.6 tahun 1983).
Jadi, dapat disimpulkan pengertian dari sanksi perpajakan adalah sanksi yang diberikan kepada Wajib Pajak karena tidak mematuhi perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Sanksi tersebut bisa berupa sanksi adminitrasi ataupun sanksi pidana. Sanksi administrasi bisa berupa denda, sedangkan sanksi pidana berupa kurungan penjara. Sanksi tersebut diberikan agar mampu memberikan efek jera bagi WP yang telah melakukan pelanggaran pajak.
E. Pajak Penghasilan (PPh)
1. Definisi Pajak Penghasilan (PPh)
Menurut Resmi (2009:80), pengertian pajak penghasilan adalah :
(57)
Menurut Undang-undang pajak penghasilan tahun 2000 :
“Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apapun”.
Menurut Suandy (2005:45) pengertian Pajak penghasilan (PPh) adalah:
“PPh termasuk dalam kategori pajak subjektif, artinya pajak dikenakan karena
ada subjeknya yakni yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Sehingga terdapat ketegasan bahwa apabila tidak
ada subjek pajaknya, maka jelas tidak dapat dikenakan PPh”.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan pengertian Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada subjeknya yaitu Wajib Pajak atas penghasilan yang diperolehnya baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang menambah kekayaan WP yang bersangkutan dalam satu tahun pajak.
2. Subjek Pajak Penghasilan (PPh)
Subjek pajak PPh terdiri atas orang pribadi, badan, dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Disamping itu, ditentukan bahwa selama warisan tidak/belum dibagi maka warisan itu sendiri ditunjuk sebagai subjek pajak pengganti. Yang dimaksud dengan subjek pajak orang pribadi adalah setiap orang tidak memandang mereka itu warga negara atau bukan, keturunan atau pribumi, laki-laki atau perempuan yang bertempat tinggal di Indonesia atau bertempat
(58)
tinggal di luar Indonesia yang memungkinkan dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. (Marsyahrul, 2005:98).
Sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang PPh, subjek pajak dalam PPh terdiri dari 2 (dua) jenis, yakni:
a. Subjek pajak dalam negeri
Subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau bertempat kedudukan di Indonesia. Secara praktis dapat dilihat dalam ketentuan berikut:
1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Atau juga orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Disamping itu, juga tidak harus secara berturut-turut 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tinggal di Indonesia, namun bisa jadi secara tidak kontinyu sepanjang jumlahnya memenuhi 183 hari selama 12 bulan.
2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
b. Subjek pajak luar negeri
(59)
1. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. 2. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
3. Objek Pajak Penghasilan (PPh)
Objek pajak penghasilan adalah penghasilan. Yang dimaksud penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang digunakan baik untuk investasi maupun konsumsi. (Ilyas, 2006:85).
Meskipun UU No.17 Tahun 2000 menetapkan bahwa objek pajak
adalah “penghasilan”, tetapi sebagai dasar penghitungan pajak (tax basic) adalah Penghasilan Kena Pajak (PKP). Oleh karena itu, ukuran untuk
(60)
menentukan bahwa wajib pajak terutang pajak atau tidak tergantung ada tidaknya PKP tersebut.
Berdasarkan undang-undang pajak penghasilan tahun 2000, Objek Pajak Penghasilan (PPh) antara lain:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang PPh.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. c. Laba usaha
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk : 1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal 2. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota.
3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha.
4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan
(61)
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
4. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25
a. Definisi Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25
Menurut Resmi (2009:355) pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25, selanjutnya disingkat PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
b.Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan (PPh pasal 21 ayat 1) adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak lalu dikurangi dengan:
1. PPh pasal 21 dan pasal 23 2. PPh pasal 22
3. PPh pasal 24 dibagi 12
(62)
1. PPh pasal 25 harus dibayar/disetorkan selambat-lambatnya pada tanggal 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
2. Wajib Pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
F. Penelitian Sebelumnya dan Perumusan Hipotesis
1. Jumlah Pemeriksaan Pajak dan Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pemeriksaan merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti tentang informasi yang dapat diukur dari suatu entitas usaha yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Variabel pemeriksaan pajak disini memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Fadilah (2008).
Jatmiko (2006) meneliti pengaruh sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus, dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Kemudian diperoleh hasil bahwa sikap WP terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap WP terhadap pelayanan fiskus, dan sikap WP terhadap kesadaran perpajakan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap
(63)
Ha1 : Pengaruh jumlah pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
2. Jumlah Pemeriksaan Pajak, Sanksi Perpajakan, dan Kepatuhan Wajib Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan secara simultan
Jumlah pemeriksaan pajak merupakan jumlah aktifitas pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus. Salah satu produk dari aktifitas pemeriksaan pajak adalah diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Variabel jumlah pemeriksaan pajak memiliki pengaruh positif terhadap penerimaan pajak penghasilan (PPh). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Handayani (2009).
Penelitian lain yang mendukung keterkaitan kedua variabel ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Salip (2006). Penelitiannya menjelaskan bahwa ternyata hasil pemeriksaan pajak meningkatkan penerimaan pajak penghasilan badan untuk masing-masing wajib pajak secara nominal.
Sanksi Perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dituruti/ditaati/dipatuhi atau dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Misalnya dengan tidak melakukan penyelundupan pajak yang nantinya akan mengurangi penerimaan pajak.
Dalam penelitian Jatmiko (2006) di Kota Semarang, ia meneliti pengaruh sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus,
(64)
dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Kemudian diperoleh hasil bahwa sikap WP terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap WP terhadap pelayanan fiskus, dan sikap WP terhadap kesadaran perpajakan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan WP. Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan dengan meningkatnya kepatuhan wajib pajak ditinjau dari besarnya sanksi denda, maka akan meningkatkan pula penerimaan pajak penghasilan.
Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak memiliki kesediaan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya tanpa adanya pemeriksaan ataupun sanksi yang diberikan dan secara sukarela mau membayar kewajibannya berupa pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan jumlah kepatuhan wajib pajak adalah wajib pajak baik orang maupun badan yang terdaftar di KPP dan telah melakukan kewajiban perpajakannya yaitu dengan melunasi dan melaporkan SPT tepat waktu. Dalam penelitian ini, variabel kepatuhan wajib pajak dipilih sebagai variabel intervening. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Direktorat jenderal Pajak. Dari upaya DJP menguji kepatuhan wajib pajak, ternyata hasilnya signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan. Namun, Handayani (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan.
(65)
3. Jumlah Pemeriksaan Pajak dan Sanksi Perpajakan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan melalui Kepatuhan Wajib Pajak sebagai Variabel Intervening
Ha3 : Pengaruh jumlah pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan terhadap penerimaan pajak penghasilan dengan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel intervening.
Tabel 2.1
Penelitian Sebelumnya No. Judul
Penelitian
Variabel Alat Analisis Hasil
1. Pengaruh Reformasi Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Chaizi Nasucha, 2004) 1. Reformasi Administras i Perpajakan 2. Kepatuhan Wajib Pajak Analisis Regresi Linier Berganda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa reformasi administrasi perpajakan berpengaruh cukup signifikan terhadap
akuntabilitas organisasi dan berpengaruh sangat signifikan terhadap kepatuhan pajak, akuntabilitas organisasi berpengaruh relatif signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, dan reformasi administrasi perpajakan bersama akuntabilitas
organisasi berpengaruh sangat signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
2. An
Examination
of Taxpayer’s
Attitudes Towards The Australian Tax System : Findings From a
1.Pemeriksaan Pajak
2.Sistem Pajak
Uji Beda Hasilnya menunjukkan bahwa kepercayaan dan sikap yang diselenggarakan oleh Sampel Nasional Pajak berbeda secara substansial dari orang-orang populasi umum.
(1)
HASIL UJI RELIABILITAS
VARIABEL KEPATUHAN WAJIB PAJAK
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 50 100.0
Excludeda 0 .0
Total 50 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.747 .820 7
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
KWP1 4.1400 .49528 50
KWP2 4.0400 .49322 50
KWP4 4.0600 .46991 50
KWP5 4.2600 .52722 50
KWP7 3.2200 1.05540 50
KWP8 4.1200 .77301 50
KWP9 3.2200 .91003 50
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Squared Multiple Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
KWP1 22.9200 7.871 .610 .533 .700
KWP2 23.0200 7.816 .636 .654 .696
KWP4 23.0000 7.796 .684 .541 .691
KWP5 22.8000 7.306 .782 .671 .666
KWP7 23.8400 6.137 .490 .523 .728
KWP8 22.9400 6.915 .566 .470 .692
KWP9 23.8400 8.749 .044 .267 .830
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
(2)
HASIL UJI RELIABILITAS
VARIABEL PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 50 100.0
Excludeda 0 .0
Total 50 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.880 .885 9
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
PPH1 3.9800 .55291 50
PPH2 4.0600 .71171 50
PPH3 4.0000 .60609 50
PPH4 3.5400 .81341 50
PPH5 3.8800 .79898 50
PPH6 3.7600 .68690 50
PPH8 3.7600 .74396 50
PPH9 3.8000 .69985 50
PPH10 3.7800 .76372 50
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Squared Multiple Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
PPH1 30.5800 17.432 .704 .704 .863
PPH2 30.5000 16.622 .665 .577 .863
PPH3 30.5600 17.068 .709 .731 .861
PPH4 31.0200 17.081 .482 .457 .881
PPH5 30.6800 16.834 .536 .499 .875
PPH6 30.8000 17.714 .484 .752 .878
PPH8 30.8000 15.796 .784 .835 .852
PPH9 30.7600 16.758 .653 .815 .864
PPH10 30.7800 16.175 .688 .826 .861
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
(3)
HASIL UJI HIPOTESIS
VARIABEL JUMLAH PEMERIKSAAN PAJAK, SANKSI PERPAJAKAN, DAN KEPATUHAN WAJIB
PAJAK
Regression
Variables Entered/Removed
Model
Variables Entered
Variables
Removed Method
1 Sanksi
Perpajakan, umlah Pemeriksaan Pajaka
. Enter
a. All requested variables entered.
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .850a .722 .710 1.68588
a. Predictors: (Constant), Sanksi Perpajakan, umlah Pemeriksaan Pajak
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 347.237 2 173.618 61.086 .000a
Residual 133.583 47 2.842
Total 480.820 49
a. Predictors: (Constant), Sanksi Perpajakan, umlah Pemeriksaan Pajak b. Dependent Variable: Kepatuhan Wajib Pajak
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 4.220 2.080 2.028 .048
umlah Pemeriksaan Pajak .506 .153 .976 3.318 .002 .068 14.632
Sanksi Perpajakan -.102 .229 -.131 -.446 .658 .068 14.632
(4)
UJI ANALISIS JALUR
(SETELAH VARIABEL YANG TIDAK VALID DI TRIMMING)
Regression
Variables Entered/Removedb
Model
Variables Entered
Variables
Removed Method
1 umlah
Pemeriksaan Pajaka
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Kepatuhan Wajib Pajak
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .849a .721 .715 1.67176
a. Predictors: (Constant), umlah Pemeriksaan Pajak
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 346.671 1 346.671 124.043 .000a
Residual 134.149 48 2.795
Total 480.820 49
a. Predictors: (Constant), umlah Pemeriksaan Pajak b. Dependent Variable: Kepatuhan Wajib Pajak
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 4.262 2.061 2.069 .044
umlah Pemeriksaan Pajak .441 .040 .849 11.137 .000 1.000 1.000
(5)
UJI HIPOTESIS
VARIABEL JUMLAH PEMERIKSAAN PAJAK, SANKSI PERPAJAKAN, KEPATUHAN WAJIB PAJAK
DAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN
Regression
Variables Entered/Removed
Model
Variables Entered
Variables
Removed Method
1 Kepatuhan Wajib
Pajak, Sanksi Perpajakan, Jumlah Pemeriksaan Pajaka
. Enter
a. All requested variables entered.
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .844a .713 .694 2.53218
a. Predictors: (Constant), Kepatuhan Wajib Pajak, Sanksi Perpajakan, Jumlah Pemeriksaan Pajak
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 733.370 3 244.457 38.125 .000a
Residual 294.950 46 6.412
Total 1028.320 49
a. Predictors: (Constant), Kepatuhan Wajib Pajak, Sanksi Perpajakan, Jumlah Pemeriksaan Pajak b. Dependent Variable: Penerimaan Pajak Penghasilan
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .422 3.258 .130 .897
Jumlah Pemeriksaan Pajak .780 .255 1.028 3.063 .004 .055 18.059
Sanksi Perpajakan -.470 .345 -.412 -1.362 .180 .068 14.694
Kepatuhan Wajib Pajak .340 .219 .233 1.554 .127 .278 3.599
(6)
HASIL UJI HIPOTESIS
(SETELAH VARIABEL YANG TIDAK SIGNIFIKAN DI TRIMMING)
Regression
Variables Entered/Removedb
Model
Variables Entered
Variables
Removed Method
1 Jumlah
Pemeriksaan Pajaka
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Penerimaan Pajak Penghasilan
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .827a .685 .678 2.59893
a. Predictors: (Constant), Jumlah Pemeriksaan Pajak
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 704.108 1 704.108 104.244 .000a
Residual 324.212 48 6.754
Total 1028.320 49
a. Predictors: (Constant), Jumlah Pemeriksaan Pajak b. Dependent Variable: Penerimaan Pajak Penghasilan
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 2.070 3.203 .646 .521
Jumlah Pemeriksaan Pajak .628 .062 .827 10.210 .000 1.000 1.000