b. Kategorisasi data penelitian motivasi berprestasi Besar nilai rata-rata hipotetik data motivasi berprestasi adalah 35 dengan
standar deviasi 7 sehingga kategorisasi yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Tabel 16 - Kategori Data Penelitian Motivasi Berprestasi Rentang Nilai
Kategorisasi Jumlah
Persentase
28 Rendah
- -
28 – 41
Sedang 50
65,79 41
Tinggi 26
34,21
Total 76
100
Keterangan : - = tidak ada Angka dalam Tabel 16 menggambarkan bahwa dari keseluruhan responden,
tidak satupun memiliki motivasi berprestasi yang rendah. Sebanyak 65,79 reponden masuk dalam kategori motivasi berprestasi yang sedang, dan sisanya, yakni sebesar
34,21 berada dalam kategori motivasi berprestasi yang tinggi.
B. PEMBAHASAN
Melalui penelitian yang dilakukan pada karyawan PT. Pos Indonesia, peneliti hendak menguji hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh
negatif motivasi berprestasi terhadap serious cyberloafing. Hasil analisis data mendukung hipotesis penelitian tersebut dimana motivasi berprestasi mampu menjadi
prediktor serious cyberloafing karyawan, dalam artian semakin tinggi motivasi berprestasi karyawan akan semakin rendah tingkat serious cyberloafing karyawan.
Berdasarkan persamaan garis regresi yang dihasilkan oleh kedua variabel, yakni Y = 40,19
– 0,57 X. Bilamana perilaku serious cyberloafing dilambangkan dengan Y dan motivasi berprestasi dilambangkan dengan X, maka perilaku Y
akan berkurang sebesar 0,57 ketika terjadi penambahan pada tiap satuan skor variabel X. Dengan kata lain, semakin tinggi motivasi berprestasi dalam diri individu, maka
akan semakin jarang individu terlibat serious cyberloafing. Hasil penelitian juga menunjukkan besaran pengaruh motivasi berprestasi terhadap serious cyberloafing,
yaitu sebesar 32 dari total 100. Hal ini mengindikasikan bahwa 68 lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak diteliti dalam penelitian ini, seperti faktor
organisasi maupun faktor situasional. McClelland 1987 menggambarkan bahwa individu yang memiliki motivasi
berprestasi yang tinggi memilih untuk bertanggung jawab secara personal terhadap performanya. Hal tersebut mendorong individu untuk menyelesaikan pekerjaan
sampai tuntas, dan selalu ingat akan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan. Penyelesaian tugas merupakan prioritas utama yang membuat mereka sulit untuk
menunda-nunda perkerjaan dengan melakukan hal-hal yang tidak berkaitan dengan usaha penyelesaian tugas. Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi
cenderung berfokus kepada pemenuhan tugas, sehingga tidak cenderung untuk menggunakan waktunya melakukan serious cyberloafing. Hal ini dijelaskan status
serious cyberloafing yang dinilai sebagai kegiatan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan karyawan dan juga dianggap sebagai kegiatan prokrastinasi Prasad dkk.,
2012; Vitak dkk., 2011. Aktivitas cyberloafing dapat mengakibatkan terbaginya konsentrasi karyawan dari pekerjaan dan dapat mengganggu produktivitas, yang
mana dapat berimbas pada hasil kerja Beugré Kim, 2006. Steel 2007 menyatakan bahwa motivasi berprestasi yang rendah merupakan prediktor yang kuat
dan konsisten terhadap kemunculan perilaku prokrastinasi, yang mana rendahnya motivasi berprestasi pada diri individu sulit untuk berfokus pada tugas yang dimiliki
dan cenderung untuk melakukan hal-hal terkait penundaan penyelesaian tugas. Hasil penelitian yang menunjukkan hubungan negatif motivasi berprestasi
terhadap serious cyberloafing juga dapat dijelaskan dengan peranan variabel kontrol diri. Pernyataan tersebut dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ugrin dkk.
2008 tentang kontrol diri dan hubungannya terhadap cyberloafing. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrol diri yang rendah berkontribusi terhadap
peningkatan cyberloafing. Kontrol diri pada dasarnya merupakan bagian dari motivasi berprestasi, yang mana peningkatan pada kontrol diri akan mengakibatkan
kenaikan pada motivasi berprestasi Ingalls, 2006; Rozhkova, 2011; Socorro, 2012. Individu dengan kontrol diri yang rendah memiliki kesulitan untuk mengatur dirinya
ataupun menahan godaan dari kesenangan sesaat, yang mengakibatkan individu tersebut lebih rentan dan memiliki kecenderungan untuk melakukan cyberloafing.
Lebih lanjut lagi, kontrol diri merupakan satu dari tiga klaster utama, yang didalamnya terdapat total 17 dimensi dari motivasi berprestasi, yang menjadi
pedoman untuk merancang Achievement Motivation Inventory AMI, yakni instrumen yang digunakan untuk mengukur motivasi berprestasi seseorang secara
komprehensif Ingalls, 2006; Socorro, 2012. Hal tersebut berarti peningkatan kontrol diri seseorang berperan dalam peningkatan motivasi berprestasi individu, yang pada
akhirnya berefek pada penurunan serious cyberloafing. Berdasarkan hasil penelitian, tidak satupun dari karyawan PT. Pos memiliki
motivasi berprestasi yang rendah. Sekitar 66 dinyatakan memiliki motivasi berprestasi dalam tingkat menengah, dan sisanya, sekitar 34 memiliki motivasi
berprestasi yang tinggi. PT. Pos merupakan perusahaan yang memberikan target kerja yang nyata bagi setiap karyawannya. Karyawan yang menerima target kerja tersebut
diharapkan untuk dapat memenuhi dan jika bisa melampauinya, yang mana hal ini akan berkaitan dengan penilaian kerja mereka. Seperti pemaparan sebelumnya,
motivasi berprestasi memiliki hubungan positif dengan performa kerja, effort, dan juga produktivitas Hart dkk., 2004; Steer Porter, 1991; Suar, 2010.
Jika ditinjau dari frekuensi kemunculan serious cyberloafing, mayoritas karyawan PT. Pos berada dalam kategori sangat jarang, yaitu sebanyak 55.
Sedangkan 32 subjek penelitian jarang melakukan serious cyberloafing, dan sekitar 13 subjek penelitian yang kadang-kadang melakukan serious cyberloafing. Tidak
satupun subjek penelitian melakukan serious cyberloafing dengan sering maupun sangat sering. Rendahnya prevalansi serious cyberloafing bisa jadi merupakan
pengaruh dari usia karyawan Askew, 2012.
Henle dan Blanchard 2008 serta Garrett dan Danziger 2008 menjelaskan bahwa karyawan yang lebih muda melakukan lebih banyak cyberloafing
dibandingkan dengan karyawan yang lebih tua. Sejalan dengan pernyataan tersebut, reponden yang berada dalam masa dewasa madya mendominasi populasi penelitian,
yakni sebanyak 72. Sedangkan responden yang berada dalam masa dewasa awal hanya berkisar 28. APJII 2012 menjelaskan bahwa pengguna internet diatas usia
34 tahun dianggap sebagai generasi yang mengenal internet saat dewasa, yang masih harus belajar untuk beradaptasi dengan internet serta kurang memiliki fleksibilitas
dalam menggunakannya. Sebaliknya, para pengguna internet dibawah usia 34 tahun merupakan generasi yang terlahir dan hidup dalam era internet, sehingga lebih mahir
menggunakannya. Hasil ini mendukung pendapat Weatherbee 2010 yang menyatakan masih terdapat temuan-temuan kontradiksi terkait pengaruh usia
terhadap cyberloafing. Berdasarkan dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa jumlah subjek
penelitian pria dan wanita memiliki proporsi berbeda dengan rasio 6:4. Perbedaan tersebut dapat diabaikan dalam penelitian ini karena berbagai penelitian tidak
menemukan perbedaan yang berarti dalam penggunaan internet berdasarkan jenis kelamin. Stanton 2002 dan Ugrin dkk. 2008 menemukan bahwa baik pria maupun
wanita memiliki kecenderungan serupa dalam penyalahgunaan internet. Selain itu, sampai saat ini belum ditemukan bukti empirik yang memadai untuk menentukan
bahwa jenis kelamin memiliki hubungan yang kuat dengan cyberloafing
Weatherbee, 2010.
56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan dalam penelitian ini. Pada akhir bab, peneliti akan mengemukakan hasil penelitian dalam bentuk poin-poin serta
beberapa saran yang mungkin dapat berguna bagi penelitian yang akan datang dengan tema serupa.
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan data yang telah diperoleh, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada pengaruh negatif motivasi berprestasi terhadap serious cyberloafing artinya, semakin tinggi suatu motivasi berprestasi karyawan maka semakin rendah
frekuensi seseorang melakukan serious cyberloafing. 2. Sumbangan efektif yang diberikan variabel bebas motivasi berprestasi
terhadap variabel tergantung serious cyberloafing adalah sebesar 32, yang berarti bahwa pada penelitian ini variabel bebas dapat mempengaruhi variabel tergantung
sebesar 32. 3. Secara keseluruhan, karyawan pada PT Pos Indonesia Kantor Regional I
Medan memiliki motivasi berprestasi dalam kategori sedang dan serious cyberloafing dalam tingkat sangat jarang.