Aktivitas Serious Cyberloafing Faktor yang Mempengaruhi Serious Cyberloafing

2. Aktivitas Serious Cyberloafing

Ditinjau dari frekuensi aktivitas cyberloafing yang dilakukan karyawan, cyberloafing dibagi menjadi dua yaitu, minor dan serious Blanchard Henle, 2008. Aktivitas dalam minor cyberloafing, yang dinilai paling sering terjadi, meliputi memeriksa email pribadi hingga membuka situs mainstream contoh: situs berita, olahraga, perbelanjaan, keuangan, dan liburan. Sedangkan aktivitas serious cyberloafing, yang mana dikatakan paling jarang terjadi, meliputi: a. Visit adult oriented website mengunjungi situs khusus dewasa b. Participate in chat rooms berinteraksi dengan menggunakan chat rooms c. Maintain personal web page mengurus situs internet pribadi d. Visit virtual communities mengunjungi komunitas virtual e. Visit gambling sites mengunjungi situs judi f. Check personals memeriksa akun pribadi g. Read blogs membaca artikel dari blog h. Download music mengunduh lagu

3. Faktor yang Mempengaruhi Serious Cyberloafing

Sampai saat ini penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi serious cyberloafing secara spesifik masih sangat terbatas Blanchard Henle, 2008. Dengan keterbatasan tersebut pembahasan selanjutnya akan dipaparkan dengan menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi cyberloafing secara umum. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kemunculan dari cyberloafing dibagi ke dalam tiga faktor utama, yakni faktor individual, faktor organisasional, dan juga faktor situasional Ozler dan Polat, 2012. Berikut akan dijelaskan secara singkat ketiga faktor tersebut beserta penelitian-penelitian pendukung dari berbagai sumber: a. Faktor Individual Perilaku manusia dapat terjadi atas dorongan yang berasal dari individu itu sendiri, begitu juga dengan cyberloafing. Terdapat beberapa hal dari dalam diri individu yang termasuk sebagai faktor individual: 1 Persepsi dan Sikap Karyawan yang memiliki sikap positif terhadap komputer memiliki kecenderungan untuk menggunakan komputer di tempat kerja untuk kepentingan pribadi. Hal tersebut juga memiliki hubungan positif dengan cyberloafing Liberman, 2011. 2 Trait Pribadi Ugrin dkk. 2008 menemukan bahwa kontrol diri merupakan trait pribadi yang turut mempengaruhi aktivitas cyberloafing seseorang, yang mana individu dengan kontrol diri yang rendah melakukan lebih banyak cyberloafing dibandingkan dengan individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi. Blanchard dan Henle 2008 mencoba menghubungkan serious cyberloafing dengan variabel external locus of control. Hasil penelitian menunjukkan individu dengan external locus of control memiliki keyakinan bahwa tertangkap basah ketika melakukan cyberloafing adalah faktor nasib atau keberuntungan. Hal ini membuat karyawan yang percaya bahwa nasib mereka ditentukan oleh faktor keberuntungan, menjadi lebih terlibat dengan serious cyberloafing. Prasad dkk. 2010 melakukan penelitian yang menghubungkan regulasi diri dengan cyberloafing. Dalam penelitiannya digunakan tiga variabel moderator, yaitu: self-efficacy, consciencetiousness, serta achievement orientation orientasi keberhasilan. Variabel terakhir ditemukan memiliki hubungan negatif dengan cyberloafing, yang mana individu dengan orientasi keberhasilan tinggi sangat berfokus pada tujuannya sehingga tidak memanjakan diri dengan cyberloafing. 3 Kebiasaan dan Kecanduan Internet Kebiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara berulang sehingga menjadi otomatis. Seseorang yang memiliki kebiasaan yang tidak dapat dikontrol dapat menjadi kecanduan. Tingkat kecanduan internet yang tinggi dapat menimbulkan perilaku penyalahgunaan internet Chen, Charlie, Chen, 2008. 4 Faktor Demografis Jenis kelamin dan usia merupakan faktor demografis yang berkontribusi terhadap cyberloafing. Namun hingga saat ini, temuan-temuan dari berbagai studi berbeda menunjukkan hasil yang saling berkontradiksi, sehingga tidak dapat dirincikan jenis kelamin dan usia yang bagaimana yang akan memiliki pengaruh terhadap cyberloafing Weatherbee, 2010. 5 Niat untuk Melakukan, Norma Sosial, dan Kode Etik Pribadi Seorang karyawan yang menghargai larangan terkait penyalahgunaan internet berkorelasi negatif dengan penerimaannya terhadap perilaku tersebut. Sehingga seseorang dengan pandangan pribadi bahwa cyberloafing itu salah akan berkurang niatnya untuk melakukan cyberloafing Vitak dkk., 2011. Walau begitu, hal ini tidak berlaku pada serious cyberloafing, dimana para pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut tidak benar dan tidak ditoleransi oleh norma sosial, namun tetap melakukannya Blanchard Henle, 2008. b. Faktor Organisasional Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai peneliti, didapatkan faktor-faktor terkait organisasi yang dipastikan memiliki pengaruh terhadap cyberloafing pada karyawan. Komitmen kerja tinggi, sanksi yang berat, dukungan manajerial yang ambigu, serta karakteristik pekerjaan dengan tuntutan yang tinggi merupakan faktor yang dianggap menurunkan kecenderungan individu dalam melakukan cyberloafing Garret Danziger, 2008; Vitak dkk., 2011. Ketidakadilan yang dipersepsi oleh karyawan dan kepuasan kerja yang tinggi dinilai memicu cyberloafing Lim, 2002; Ugrin dkk., 2008. c. Faktor Situasional Weatherbee 2010 menerangkan bahwa karyawan yang memiliki akses untuk menggunakan internet di tempat kerja lebih cenderung merupakan karyawan yang melakukan cyberloafing. Kay, Bart, Johnson, Chern, dan Kangas 2009 mengemukakan delapan faktor yang berkontribusi terhadap penggunaan internet di tempat kerja, termasuk didalamnya: kesempatan dan akses, anonimitas, kemudahan, keterjangkauan, serta waktu kerja yang panjang di tempat kerja. Orientasi keberhasilan, salah satu trait pribadi yang turut mempengaruhi cyberloafing, mencerminkan proses motivasi berprestasi yang mempengaruhi pemilihan tugas oleh individu, penetapan tujuan pribadi, dan mekanisme usaha dalam konteks pembelajaran dan kinerja Higgins, Friedman, Harlow, dkk., 2001; VandeWalle Cummings, 1997. Perilaku yang mengacu pada orientasi keberhasilan merupakan bukti dari adanya motivasi berprestasi dalam diri seseorang. Adapun penelitian ini akan melihat pengaruh motivasi berprestasi terhadap serious cyberloafing. Maka dari itu, pada bagian selanjutnya akan dipaparkan lebih rinci mengenai motivasi berprestasi itu sendiri.

B. MOTIVASI BERPRESTASI