Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
                                                                                28
Perkawinan  dinyatakan  bahwa  pernikahan  dapat  dibatalkan  apabila  para  pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Dalam  penjelasannya  kata  “  dapat  “  dalam  pasal  ini  adalah  bisa  batal bilamana  menurut  ketentuan  hukum  agamanya  tidak  menentukan  lain.
20
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa suatu perkawinan yang  dilaksanakan oleh  seseorang  dapat  menjadi  batal  demi  hukum  dan  dapat  dibatalkan  oleh
hakim  apabila  cacat  hukum  dalam  pelaksanaannya.  Pengadilan  Agama  dapat membatalkan  pernikahan  tersebut  atas  permohonan  pihak-pihak  yang
berkepentingan. Istilah  dapat  dibatalkan  dalam  Undang-Undang  ini  berarti  dapat
difasidkan,  sehingga  bersifat  relative  neitig.  Dengan  demikian  perkawinan dapat  dibatalkan  berarti  sebelumnya  telah  terjadi  perkawinan  lalu  dibatalkan
karena adanya pelanggaran terhadap aturan-aturan tertentu.
21
Menurut M. Yahya Harahap,
22
secara teoritis Undang-Undang Nomor 1 Tahun  1974  tentang  Perkawinan  menganut  prinsip  bahwa  tidak  ada  suatu
perkawinan  yang  dianggap  sendirinya  batal  menurut  hukum    van rechtswegwnietif    sampai  ikut  campur  tangan  Pengadilan.  Hal  ini  dapat
20
Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,  Jakarta: Kencana, 2004, Cet Ke-1, h. 106.
21
Martiman  Prodjohamidjodjo,  Hukum  Perkawinan  Indonesia,    Jakarta  :  Indonesia  Legal Center Publishing, 2002 , h. 25.
22
Yahya Harahap, SH. Hukum Perkawinan Nasional Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975,  Medan : CV. Zahir Trading Co , 1975,
Cet Ke-I, h. 74.
29
diketahui  dalam  pasal  37  Peraturan  Pemerintah  Nomor  9  tahun  1975,  dimana dikatakan  bahwa  batalnya  suatu  perkawinan  hanya  dapat  diputus  oleh
Pengadilan. Secara  sederhana  ada  dua  sebab  terjadinya  pembatalan  perkawinan.
Pertama,  pelanggaran  prosedural  perkawinan.  Kedua,  pelanggaran  terhadap materi  perkawinan.  Misalnya  perkawinan  dilangsungkan  dibawah  ancaman,
terjadi salah sangka mengenai calon suami dan isteri.
23
Pihak-pihak  yang  berhak  melakukan  pembatalan  perkawinan  dalam Undang-Undang Perkawinan yaitu:
1. Keluarga dalam garis lurus ke atas dan ke bawah dari masing-masing pihak
Pasal 23 huruf a 2.
Suami istri itu sendiri Pasal 23 huruf b 3.
Jaksa Pasal 23 huruf c ayat 1 jo. Pasal 16 4.
Pejabat tertentu Pasal 23 huruf d jo Pasal 16 5.
Setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut Pasal 23 huruf c