Perspektif Hukum Perdata Indonesia

30 begitu adanya dua macam akibat hukum yaitu kebatalan karena hukum atau kemungkinan pernyataannya batal oleh hakim atas permohonan pihak-pihak yang bersangkutan. 24 Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BW dengan jelas disebutkan pada pasal 85 yaitu: Kebatalan suatu perkawinan hanya dapat dinyatakan oleh hakim. Mengenai pembatalan dalam perkawinan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu di jelaskan dalam pasal 85-99. 25 Adapun bunyi dari pasal 85-99 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Suatu perkawinan dapat di batalkan dengan alasan-alasan sebagai berikut: 26 1. Karena adanya perkawinan rangkap poligami 2. karena tidak ada persetujuan yang bebas di antara para pihak 3. karena salah satu pihak di anggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum 4. karena salah satu pihak atau masing-masing pihak belum mencapai umur yang di tentukan menurut Undang-Undang dan belum mendapat izin 5. karena adanya larangan perkawinan 6. karena perkawinan yang di langsungkan akibat dari suatu hubungan zina overspell 24 H.F.A. Volmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jakarta: Rajawali, 1992 , Cet Ke-3, h. 60. 25 Lihat, Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h. 22. 26 Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007,Cet Ke-1, h. 13. 31 7. karena tidak adanya izin dari pihak yang berkepentingan, antara lain orang tua dan wali. Dalam hal perkawinan rangkap poligami, pihak yang berwenang melakukan permohonan pembatalan perkawinan adalah: 1. Suami atau istri dari perkawinan yang pertama 2. Suami atau istri dari perkawinan yang kedua 3. Jaksa Dalam hal perkawinan yang dilangsungkan oleh pihak-pihak yang di anggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum, permohonan pembatalan perkawinan dapat di lakukan oleh: 1. Orang tua 2. Keluarga dalam garis lurus ke atas dan ke samping 3. Curator Untuk melakukan pembatalan perkawinan harus dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negri yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan tersebut. Pembatalan perkawinan tersebut baru terjadi setelah dinyatakan dalam putusan Pengadilan yang telah in Kracht van gewijsde. 27 27 Ibid, h. 14. 32

4. Perspektif kompilasi Hukum Islam

Mengenai sebab batalnya perkawinan dan permohonan pembatalan perkawinan di Indonesia, Kompilasi Hukum Islam secara rinci menjelaskan sebagai berikut : Dalam pasal 70 dijelaskan bahwa suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila : a. Suami melakukan perkawinan, sedangkan ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang isteri, sekalipun satu dari keempat isterinya itu dalam iddah talak raj’i b. Seseorang menikahi isterinya yang telah dili’annya c. Seseorang menikahi bekas isterinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bila bekas isteri tersebut pernah menikah dengan pria lain yang kemudian bercerai lagi ba’da dukhul dari pria tersebut dan telah habis masa iddahnya. d. Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, yaitu : 1 Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah atau keatas. 2 Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudaranya neneknya. 33 3 Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah tirinya. 4 Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan, saudara sesusuan dan bibi atau paman sesusuan. e. Isteri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri atau isteri-isterinya. 28 Sedangkan pasal 71 KHI menjelaskan tentang aturan dimana suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila seorang suami melakukan poligami tidak mendapatkan izin dari Pengadilan Agama. Di dalam pasal 72 KHI dijelaskan bahwa perkawinan dapat dibatalkan apabila: 1 Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum 2 Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka salah sangka mengenai calon suami atau istri. Selanjutnya berkenaan dengan pihak-pihak yang dapat membatalkan perkawinan diatur dalam pasal 73, yaitu : 28 Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata hukum Indonesia, Jakarta : Gema Insani Press, 1994 , h. 97.