Hak Pemeliharaan Anak Hadhanah

Demikianlah syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pemeliharaan anak hadhanah, dimana antara syarat-syarat yang dikemukakan diatas harus terpenuhi oleh orang yang berhak mengasuh anak tersebut.

C. Hak Pemeliharaan Anak Hadhanah

Keluarga merupakan sebuah istana yang dibangun berdasarkan kasih sayang antara anggota satu sama lain yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Untuk itu Islam mengatur hubungan di antara ketiganya termasuk pesoalan mengasuh anak. Ketika terjadi perceraian persoalan yang timbul adalah siapa yang berhak untuk mengasuh anak karena dalam mengasuh anak atau mendidik anak yang masih dibawah umur sangat memerlukan bimbingan orang tua dan kasih sayangnya serta mempersiapkan untuk menghadapi kehidupan. Dalam literatur fiqih banyak disebutkan bahwa ibulah yang lebih berhak memelihara anak, dengan alasan bahwa fitrah seorang ibu adalah mengasuh, menyusui dengan kasih sayang dan kedekatan naluri seorang ibu terhadap anak tidak dapat dihilangkan, walaupun sang ayah tidak menutup kemungkinan diberi porsi yang sama. Dengan kata lain ibu diutamakan karena dialah yang berhak untuk melakukan hadhanah dan menyusui, serta dia lebih mengetahui dan lebih mampu untuk melaksanakan tugas ini dan mempunyai rasa kesabaran yang tinggi ketimbang ayah, selain itu juga ayah memiliki kewajiban yang mutlak dan penting yaitu mencari nafkah untuk ibu dan anak tersebut. Hak memelihara dan mendidik anak yang masih dibawah umur adalah isteri yaitu ibu dari anak. Sebagaimana telah terjadi pada masa Rasulullah Saw yang dijelaskan dalam hadits sebagai berikut: H 3 ﻡ JK L J - MN JO P ی Qﻡ + ی JK . K 4 R 0 K JO S; Pﺡ T ?ﺡ S; 4 UMF V; W P 4X Y F ﻡ Z[ﺡK HﻥK , ﺡK 0 - . . P K 1 46 Artinya: “Dari Abdullah bin ‘Amr. Bahwasannya seorang wanita berkata: Ya Rasulullah sesungguhnya anak saya ini perut sayalah yang mengandungnya dan susu sayalah minumannya, dan pangkuan sayalah jadi penjaganya, sedangkan ayahnya menceraikan saya, dan dia hendak mengambil anaknya dari pangkuannya. Maka Rasulllah Saw: bersabda kepadanya: Engkau lebih berhak pada anakmu selama engkau belum kawin”. H.R. Ahmad dan Abu Daud dan Imam Hakim menshahikannya Menurut hadits diatas maka dapatlah ditetapkan bahwa ibulah yang lebih berhak untuk memelihara anaknya, selama ibunya tidak menikah dengan laki-laki lain. Apabila ibunya menikah, maka hak hadhanahnya beralih kepada ayahnya. Dengan alasan bahwa ibu anak tersebut menikah, maka besar kemungkinan perhatiannya akan beralih kepada suaminya yang baru dan mengalahkan atau bahkan mengorbankan anak kandungnya. 47 ` 46 Al-Imam al-Hafidz Daud Sulaiman, Sunan abi Daud, Kairo: Dar al-Harin, 1988, Juz 2, h.292 47 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2000, cet Ke-4, h.251 Apabila ibu berhalangan untuk memelihara anaknya atau perceraian terjadi ketika anak belum mumayyiz disusul dengan kematian ibunya, maka kedudukannya digantikan oleh: 1. Ibu dari ibu nenek dan seterusnya keatas; 2. Bapak; 3. Ibu dari bapak; 4. Ibu dari ibunya bapak dan seterusnya keatas; 5. Kerabat terdekat yang perempuan; dan 6. Kerabat yang terdekat laki-laki. 48 Hal ini juga telah disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 156 a Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dan ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh: 1. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu; 2. Ayah; 3. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah; 4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan; 5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah. 49

D. Masa Pemeliharaan Anak Hadhanah dan Biaya Hadhanah