D. Pertimbangan dan Putusan Hakim
1. Pertimbangan Hakim
Dalam setiap perkara perdata yang terjadi adalah sebuah wujud antara teori dan praktek harus dapat dilaksanakan sesuai dengan jalur hukum yang
berlaku di lingkungannya. Maka dalam hal ini Pengadilan ditunjuk sebagai penegak keadilan bagi orang yang mencari keadilan, bagi perkara orang Islam
dalam hal perdatanya seperti Perceraian akibat perkawinan yang bermasalah, untuk itu hakim di Pengadilan diminta menjadi penengah atau bisa menjadi juru
damai Hakamain sekaligus penegasan hukum yang terjadi pada perkaranya yang diajukan oleh para pihak tersebut, dengan harapan menemukan keadilan.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas tentang duduknya perkara No. 078Pdt.G2007PA.JP, Majelis Hakim memberikan pertimbangan-pertimbangan
dalam masalah gugatan rekonpensi mengenai perkara perceraian dan akibatnya terhadap hak hadhanahnya.
Dalam ketentuan hukum yang berlaku bahwa berdasarkan bukti P-1 dihubungkan P-2 dan pengakuan Penggugat terbukti bahwa Penggugat dan
Terggugat adalah isteri dan suami sah yang pernikahannya dilaksanakan pada tanggal 08 Januari 2004 dihadapan PPN Kecamatan Tanah Abang sebagaimana
ternyata dalam Bukti Kutipan Akta Nikah Nomor: 280512001 oleh karenanya keduanya mempunyai kualitas hukum untuk bertindak sebagai pihak-pihak dalam
perkara ini.
Dengan adanya bukti pernikahan yang sah menurut hukum, Majelis Hakim memanggil secara patut sesuai dengan aturan perundangan-undangan yang
berlaku di lingkungan Peradilan. Dalam persidangan yang pertama dihadirkan oleh Penggugat sedangkan tergugat diwakili oleh kuasa hukumnya John Sidi
Sidabutar, dan Ferdinand Robot, Majelis Hakim berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak dengan memberikan nasehat kepada Penggugat untuk rukun
kembali dengan Tergugat dengan ketentuan pasal 82 ayat 1 dan 4 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah
diamandemen oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo pasal 31 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, tetapi Penggugat tetap pada
gugatannya. Setelah sidang yang pertama hakim berusaha mendamaikan dan uraian
Penggugat pada pokoknya mendalilkan bahwa rumah tangga Penggugat dengan Tergugat sudah tidak ada keharmonisan lagi dikarenakan adanya perselisihan dan
pertengkaran yang terjadi terus menerus yang dipicu oleh sikap Tergugat yang pencemburu, Tergugat sangat temperamen masalah kecil menjadi besar yang
mengakibatkan Penggugat secara psikis sangat tertekan. Namun dalam dalil yang dikemukan oleh Penggugat tersebut, Tergugat
melalui kuasa hukumnya mendalilkan dalam jawaban dan dupliknya sebagian membenarkannya dan disebagianya dibantah seperti Tergugat menyatakan tidak
benar dalam membina rumah tangga kalau ada masalah kecil selalu menjadi besar
dan diakhiri dengan ucapan kasar serta pemukulan dan bertemperamen sangat tinggi, serta setiap hari timbul perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus.
Pada sidang lanjutan, Tergugat mengajukan eksepsi yang pada pokoknya adalah bahwa Penggugat dalam mengajukan gugatan aquo terhadap Tergugat
terlalu premature, karena Penggugat adalah seorang Pegawai Negeri Sipil PNS pada Departemen Agama, sehingga apabila seorang Pegawai Negeri Sipil akan
mengajukan gugatan perceraian, maka harus terlebih dahulu mendapatkan ijin persetujuan dari atasan Penggugat, maka Majelis Hakim berpendapat atas eksepsi
tersebut di atas bahwa ijin atasan bagi seorang Pegawai Negeri Sipil bukan merupkan syarat formal atau hukum acara bagi Peradilan Agama dan tidak
meghalangi seorang Pegawai Negeri Sipil untuk menyelesaikan perkara perceraiannya, karena izin atasan langsung bisa diperoleh sebelum maupun
sesudah perkara didaftarkan. Kemudian dalam gugatannya, Penggugat menuntut ditetapkan sebagai
pihak yang merawat dan mengasuh seorang anak yang bernama Muhammad Maulana Khoir, lahir tanggal 28 September 2004. Serta Penggugat meminta
kewajiban nafkah anak yang harus ditanggung oleh Tergugat, kemudian dalam jawaban dan dupliknya bahwa Tergugat menggugat balik rekonpensi atas hak
pengasuhan terhadap Penggugat dengan alasan Penggugat tidak bisa merawat anak, selalu pulang malam dan kurang perhatian terhadap anaknya.
Berdasarkan keterangan Penggugat dan keluarga atau yang dekat dengan Penggugat dan keluarga atau yang dekat dengan Tergugat dihubungkan dengan
keterangan Penggugat dan kuasa hukum Tergugat maka majelis hakim berkesimpulan bahwa Penggugat telah berhasil membuktikan dalil-dalilnya, oleh
karenanya permohonan Penggugat dapat dikabulkan dengan menjatuhkan talak 1 satu bain sughro. Majelis Hakim berpendapat anak Penggugat masih dibawah
umur kecil dilihat secara psikologis maupun biologis anak yang masih kecil memerlukan belaian kasih sayang ibunya dan biasanya lebih dekat dengan ibunya
dan sesuai dengan ketentuan pasal 105 huruf a Kompilasi Hukum Islam anak yang bernama Muhammad Maulana Khoir lahir tanggal 28 September 2004
harus ditetapkan berada dalam asuhan dan pemeliharaan Penggugat sampai anak tersebut dapat menentukan pilihannya sendiri.
Kemudian dalam sidang berikutnya, berdasarkan keterangan Penggugat dihubungkan dengan pengakuan kuasa hukum Tergugat yang menyatakan bahwa
anak dibawah umur atau dikuasai oleh Tergugat tersebut dan sampai saat ini Tergugat masih berada di Dubai sehingga keberadaan anak yang bernama
Muhammad Maulana Khoir lahir tanggal 28 September 2004 tidak diketahui. Oleh karena pihak Penggugat telah ditetapkan sebagai hadlin pengasuhan dan
pemeliharaan anak
dihubungkan bukti
P-14 bahwa
Tergugat akan
mengembalikan anak yang bernama Muhammad Maulana Khoir lahir tanggal 28 September 2004 kepada Penggugat ternyata sampai perkara tersebut diputuskan
Tergugat belum juga menyerahkan anak tersebut. Dengan hal ini, Majelis Hakim mengetengahkan hal-hal tersebut, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Hal
demikian merupakan untuk mengingatkan agar para pihak-pihak dapat ikut menjaga keutuhan dan keharmonisan dalam rumah tangganya.
Mengenai tuntutan Penggugat berupa nafkah anak harus ditanggung oleh Tergugat perbulan Rp. 5.000.000 lima juta rupiah dan untuk kemaslahatan anak
meraih masa depan yang cemerlang perlu ditetapkan biaya pengasuhan dan pemeliharaan anak. Kemudian berdasarkan pengakuan Penggugat dan
dihubungkan dengan keterangan Kuasa Hukum Tergugat serta keterangan saksi- saksi di persidangan bahwa Tergugat memiliki pekerjaan dan berpenghasilan
tetap, dan sewaktu Tergugat memberikan nafkah kepada Penggugat sebesar Rp.750.000 tujuh ratus lima puluh ribu rupiah. Dengan adanya hal demikian,
Majlis Hakim berpendapat bahwa setiap orang tua manapun menginginkan yang terbaik bagi putra-putrinya begitu pula apa yang diinginkan oleh Penggugat,
namun demikian keinginan yang terbaik tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan dan penghasilan Tergugat sesuai dengan firman Allah SWT dalam
surat At-Talak ayat 7:
S;
` xI I¤
,b X-CI I¤
,4 1 12M —
- ; 4
n- — •2
S; +?
- 1:
• Y
V
• ¢
4o H0 G
4 Id
1: Y
3I «1JI¤ •
IM 4. +
„+¦
,
]
1 Artinya : “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah
tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan”. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas sesuai pasal 41
huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 105 huruf c KHI adalah dipandang patut dan layak untuk nafkah dua orang anak sebesar
Rp.750.000 tujuh ratus ribu rupiah perbulan mengingat Tergugat usia produktif dan biaya tersebut dipandang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimal di
Jakarta. Dalam masalah pengasuhan dan pemeliharaan anak yang sudah ditetapkan
oleh Majelis Hakim perlu mengetengahkan pasal 77 huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak yang menyebutkan bahwa
setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental,
maupun sosial dipidana paling lama 5 lima tahun danatau denda Rp.100.000.000 seratus juta rupiah, oleh karena itu Majelis Hakim
memerintahkan kepada pihak mentaati apa yang telah diputuskan dalam perkara ini.
Mengenai gugatan Tergugat maka gugatan balik yang diajukan Penggugat Rekonpensi Tergugat cukup beralasan dan tidak bertentangan dengan hukum
sesuai pasal 132 huruf b HIR maka gugatan balik rekonpensi Tergugat oleh karenanya dapat diterima dan dipertimbangkan.
Kemudian dalam tuntutan tersebut Majelis Hakim telah menetapkan dalam konpensi bahwa seorang anak bernama Muhammad Maulana Khoir lahir
tanggal 28 September 2002 berada dalam asuhan dan pemeliharaan Tergugat rekonpensi Penggugat, maka berdasarkan pertimbangan tersebut di atas gugatan
Penggugat rekonpensi Tergugat ditolak. Dengan demikian, oleh karena perkara ini termasuk dalam bidang
perkawinan, maka sesuai pasal 89 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana yang telah diamandemen oleh Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, semua biaya yang timbul oleh perkara ini
dibebankan kepada Penggugat. Dengan demikian, Majelis Hakim telah mempertimbangkan perkara
perceraian dengan gugat rekonpensi agar dapat putusan yang memberikan kepastian hukum dengan seadil-adilnya menurut peraturan Undang-undang yang
berlaku dalam hukum materil maupun hukum formil di lingkungan Peradilan.
2. Putusan Hakim