b. Madzhab Syafi’i; Masa hadhanah itu berakhir setelah anak mumayyiz, yaitu berumur antara 5 lima dan 6 enam tahun
52
c. Madzhab Maliki; masa asuhan anak laki-laki adalah sejak ia dilahirkan sampai ia baligh dan masa asuhan anak perempuan sejak lahir sampai
menikah d. Madzhab Hambali; memberi batas mengasuh anak yaitu sampai anak
berumur 7 tujuh tahun baik laki-laki maupun perempuan.
53
Berdasarkan pendapat diatas bahwa masa pengasuhan terhadap anak tidak ada yang
sama. Hal ini disesuaikan dengan masa hidupnya yang tidak sama dan disesuaikan dengan situasi anak tersebut.
2. Biaya Hadhanah
Menurut Islam biaya hidup anak merupakan tanggung jawab bapaknya, baik selama perkawinan berlangsung maupun setelah perceraian.
Apabila setelah perceraian, anak yang masih kecil dan menyusui berada di bawah pemeliharaan ibunya, sedangkan masa ‘iddahnya telah habis, maka ibu
berhak mendapatkan upah atas pemeliharaan dan penyusuan tersebut. Hal ini karena tidak lagi menerima nafkah dari bapak anak tersebut. Upah tersebut
wajib diberikan baik diminta ataupun tidak. Sebagaimana firman Allah SWT:
52
DEPAG RI, Ilmu Fiqih, Direktorat Jendral Pembinaan Agama Islam Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggih Agama IAIN Jakarta, 19841985. Jilid.2 , h.418
53
M. Djamil latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985, Cet. Ke-2, h.82
•
Q, ®62
6.: +, A
4E +, 12AT\
...
B Artinya: “…Kemudian jika mereka menyusukan anak-anakmu untukmu
Maka berikanlah kepada mereka upahnya…At-Thalaq: Ayat 6 Adapun besar biaya yang ditanggung oleh bapak untuk anaknya
disesuaikan dengan kemampuan si bapak, sesuai dengan firman Allah SWT:
S;
` xI I¤
,b X-CI I¤
,4 1 12M —
- ; 4
n- — •2
S; +?
- 1:
• Y
V
• ¢
4o H0 G
4 Id
1: Y
3I «1JI¤ •
IM 4. +
„+¦
Artinya:“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa
yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan.At-Thalaq: Ayat 4 Akan tetapi jika bapak tidak mampu, karena ia orang susah, dan
berpenghasilan rendah serta anak itu tidak mempunyai harta, sedangkan si ibu menolak untuk mengasuhnya kecuali dengan upah dan tiada seorang pun
diantara kaum kerabat yang mau mengasuhnya, maka si ibu berkewajiban mengasuhnya secara mutlak. Dan biaya pemeliharaan atau rawatan itu tetap
menjadi hutang suami yang tidak gugur, kecuali dengan ditunaikan. Kewajiban tersebut dapat ditanggung oleh kerabat ahli waris yang terdekat
yang mampu. Tetapi apabila ada orang lain yang dengan suka rela mendidik
anak itu tanpa ongkos, maka hal tersebut dapat diserahkan kepada pendidik suka rela tersebut.
54
Namun apabila bapak dengan sengaja melantarkan anaknya dengan tidak memberikan biaya hidupnya padahal bapak cukup mampu, maka Islam
memperingatkan bahwa perbuatan tersebut adalah dosa. Dengan demikian masa pembiayaan anak akan berakhir yakni bagi
anak laki-laki apabila ia dewasa, dapat bekerja dan berdiri sendiri. Sedangkan bagi perempuan sampai ia kawin, ketika anak perempuan telah kawin maka
nafkahnya menjadi kewajiban suaminya.
55
54
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, Cet. Ke-1, h. 135
55
Zahri Hamid, Pokok-pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia,
Yogyakarta: Bina Cipta, 1978, Cet. Ke-1 h. 106
BAB IV PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA No. 078Pdt.G2007PA
JAKARTA PUSAT DALAM CERAI GUGAT REKONPENSI DENGAN HAK HADHANAH
A. Pengertian Rekonpensi, Syarat, dan Larangan Gugat Rekonpensi
1. Pengertian Rekonpensi
Kata rekonpensi dari bahasa latin, yang aslinya reconventio, artinya tuntutan balasan, tuntutan balik, tuntutan tergugat dalam konvensi. Tergugat dalam
konvensi menjadi
penggugat dalam
rekonvensi.
56
Menurut Supomo,
mengartikannya tuntutan
kembali.
57
Sedang Sudikno
Mertokusumo, mengartikannya gugatan balik dimana penggugat dalam gugatan pertama atau
gugatan konvensi disebut penggugat dalam konvensi atau tergugat dalam gugatan rekonvesi. Sedang tergugat disebut sebagai tergugat dalam konvensi atau
penggugat dalam rekonvensi.
58
Istilah dalam bahasa Indonesia sebagai terjemahan dari kata “rekonvensi”, menunjukan belum terdapat istilah yang baku bagi istilah
56
Andi Hamzah. Kamus Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986, Cet.Ke-1, h. 502
57
R.Supomo. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Jakarta: Pradnya Paramitha, 1972, Cet. Ke-5, h.37
58
Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty,1998, Edisi Ke-5, Cet.1, h.99