BAB IV PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA No. 078Pdt.G2007PA
JAKARTA PUSAT DALAM CERAI GUGAT REKONPENSI DENGAN HAK HADHANAH
A. Pengertian Rekonpensi, Syarat, dan Larangan Gugat Rekonpensi
1. Pengertian Rekonpensi
Kata rekonpensi dari bahasa latin, yang aslinya reconventio, artinya tuntutan balasan, tuntutan balik, tuntutan tergugat dalam konvensi. Tergugat dalam
konvensi menjadi
penggugat dalam
rekonvensi.
56
Menurut Supomo,
mengartikannya tuntutan
kembali.
57
Sedang Sudikno
Mertokusumo, mengartikannya gugatan balik dimana penggugat dalam gugatan pertama atau
gugatan konvensi disebut penggugat dalam konvensi atau tergugat dalam gugatan rekonvesi. Sedang tergugat disebut sebagai tergugat dalam konvensi atau
penggugat dalam rekonvensi.
58
Istilah dalam bahasa Indonesia sebagai terjemahan dari kata “rekonvensi”, menunjukan belum terdapat istilah yang baku bagi istilah
56
Andi Hamzah. Kamus Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986, Cet.Ke-1, h. 502
57
R.Supomo. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Jakarta: Pradnya Paramitha, 1972, Cet. Ke-5, h.37
58
Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty,1998, Edisi Ke-5, Cet.1, h.99
hukum untuk kata ”rekonpensi” tersebut. Istilah yang tetap digunakan dalam hukum adalah ”rekonpensi”.
59
Berdasarkan pengertian di atas, Penulis memahami bahwa rekonpensi merupakan gugatan yang diajukan tergugat atau termohon untuk memenuhi
tuntutan tergugat atau termohon yang belum bisa terpenuhi dengan adanya gugatan dari penggugat atau tergugat merasa dirugikan oleh penggugat. Adanya
rekonpensi merupakan gugatan yang belum terdapat dalam petitum gugatan mengenai kepentingan tergugat. Jadi pada dasarnya hanya kepentingan tergugat
saja yang diutamakan dengan adanya gugatan rekonpensi ini. Selebihnya hanyalah supaya adanya hukum yang adil bisa diterapkan di Pengadilan dan tidak
ada salah satu pihak yang dirugikan. Dengan demikian, adanya rekonpensi sangat berguna bagi kelancaran
jalannya persidangan yang biasanya lama dan memakan biaya. Oleh sebab itu, rekonpensi memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Menggabungkan dua tuntutan yang berhubungan;
b. Mempermudah prosedur;
c. Menghindarkan putusan-putusan yang saling bertentangan satu sama lainnya;
d. Menetralisir tuntutan konpensi;
e. Acara persidangan dapat dipersingkat atau disederhanakan;
f. Menghemat biaya.
60
59
Departemen pendidikan dan kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989
Adanya gugatan rekonpensi tuntutan yang berhubungan sebagai akibat dari gugatan konpensi dapat digabungkan dan diselesaikan secara bersama-sama
dalam gugatan, sidang yang sama dan majelis yang sama pula. Dengan adanya penggabungan dua atau beberapa tuntutan sekaligus menjadikan perkara yang
menjadi tuntutan awal dalam konpensi beserta akibatnya dapat diselesaikan secara bersama-sama dengan tuntutan rekonpensi. Seperti dalam perkara perceraian
sebagai akibatnya berkaitan erat dengan adanya penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri, dan harta bersama suami isteri. Hal tersebut dapat diselesaikan
dalam satu persidangan dan satu majelis melalui gugatan rekonpensi dari pihak lawan.
Begitu juga dalam prosedur gugatan di Pengadilan Agama menjadi mudah dengan adanya gugatan rekonpensi. Karena dengan adanya gugatan rekonpensi
tidak perlu mengajukan kembali gugatan sebagai perkara baru untuk mengajukan tuntutan yang berbeda dan dapat diselesaikan secara berbarengan dalam satu
majelis. Namun ada kalanya harus ada satu syarat yakni, bahwa yang menjadi tuntutan dalam gugatan rekonpensi harus berhubungan erat dengan gugatan
konpensi. Dalam perkara perceraian adanya persyaratan untuk mengabulkan gugatan
rekonpensi tergantung pada dikabulkannya gugatan konpensi karena yang menjadi gugatan rekonpensi adalah merupakan “Assesor” tambahan dari
60
Hensyah Syahlani. Penemuan dan Pemecahan Masalah Hukum Dalam Pengadilan Agama, Jakarta: Mahkamah Agung.RI, 1992, h.27
gugatan konpensi. Dengan demikian putusan yang dihasilkan pun setidaknya terhindar dari perbedaan ataupun tidak akan terjadi putusan konpensi cerai
ditolak tetapi putusan rekonpensi akibat cerai. Seperti pengasuhan anak, nafkah anak dikabulkan, yang demikian menimbulkan pertentangan.
Pada dasarnya gugatan konpensi hanya sekedar mengutamakan kepentingan Penggugat pada konpensi, karena gugatan konpensi adalah untuk
memenuhi tuntutan dan menguntungkan penggugat, tanpa memperhatikan kepentingan tergugat. Namun dengan adanya rekonpensi, maka pihak yang
menjadi tergugat dalam konpensi bisa mengajukan gugatan balik mengenai kepentingannya dalam gugatan rekonpensi. Maka dari itu, adanya rekonpensi
tidak ada pihak yang merasa dirugikan, sama-sama memiliki tuntutan demi dapat memenuhi hak masing-masing pihak yang berperkara tersebut. Dalam tuntutan
konpensi yang tidak menyangkut seluruh masalah mengenai perkara yang diajukan, dengan adanya gugat rekonpensi dapat menyelesaikan seluruh masalah
yang berkaitan erat dengan perkara yang telah diajukan oleh penggugat dalam konpensi ke Pengadilan.
Manfaat dari
gugat rekonpensi
seperti mempersingkat
dan menyederhanakan persidangan. Menurut hemat Penulis, bahwa hal tersebut
kadang sebaliknya, persidangan menjadi lama dan berlarut-larut serta tidak manjadi sederhana lagi, malah menjadi terkesan berbelit-belit. Yang seharusnya
menyelesaikan dalam satu tuntutan malah menjadi beberapa tuntutan yang terkadang saling tuding-menuding dalam replik-dupliknya karena para pihak
merasa harus dibenarkan dan dikabulkan dalam tuntutannya. Namun ada pendapat yang mengatakan adanya gugatan rekonpensi pemeriksaan perkara menjadi
efisien, cepat, dan sederhana, tidak begitu saja dikatakan tidak dibenarkan karena memang dengan adanya gugat rekonpensi perkara yang diajukan menjadi efisien.
Karena memang penggugat dalam rekonpensi tidak harus membuat surat lagi untuk mengajukan gugatan dalam perkara yang baru atau tuntutan yang berbeda.
Dengan gugat rekonpensi maka menjadi hemat biaya karena tidak ada biaya tambahan menyatu dengan rekonpensi dan sudah mengikuti biaya perkara
awal. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagai Hukum acara di
Pengadilan Agama secara yuridis tidak ada aturannya, akan tetapi ketentuan dalam Undang-undang No. 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama jo Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama juga memberlakukan Hukum Acara yang
berlaku pada Peradilan Umum. Hal ini dijelaskan pada pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama jo Undang-undang Nomor 3
Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, yaitu: “Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini”.
Maka dengan demikian, mengenai gugatan rekonpensi di Pengadilan Agama berlaku ketentuan acara perdata yang berlaku pada Peradilan Umum, yaitu
dalam paal 132 a dan 132 b HIR. Sedangkan dalam R.Bg. tentang rekonpensi diatur dalam pasal 157 dan 158.
61
Seperti pasal 132 a dan 132 b HIR dan 158 R.Bg. yang berbunyi: a.
Tergugat dapat mengajukan gugat balas reconvetio sama dengan rekonpensi dalam segala perkara, kecuali:
1 Semula dalam perkara itu bukan bertindak untuk dirinya, sedang gugat balas
kepada dirinya sendiri; 2
Apabila Pengadilan Negeri tidak mempunyai wewenang mutlak; 3
Dalam hal perselisihan tentang pelaksanaan putusan hakim; b.
Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan gugatan balas, maka dalam tingkat banding tidak dapat diajukan lagi.
Pasal 132 b158 HIRR.Bg. a.
Tergugat harus mengajukan gugat balas rekonpensi bersama-sama dengan jawabannya, baik dengan tertulis maupun lisan;
b. Tentang gugat balas rekonpensi berlaku juga peraturan ini;
61
Abdul Manan. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2001, Cet.Ke-2, h.37
c. Kedua perkara itu diperiksa bersama-sama dan diputuskan dalam satu
putusan, kecuali kalau Pengadilan berpendapat bahwa perkara yang satu dapat diselesaikan lebih dulu daripada yang lain. Dalam hal ini perkara yang dapat
diperiksa dahulu boleh didahulukan, tetapi gugatan semula dan dan gugatan balas rekonpensi yang belum diputuskan tetap diperiksa oleh hakim yang
sama, sampai dijatuhkan putusan yang terakhir; d.
Dapat memohon banding, kalau jumlah uang dalam gugatan semula ditambahkan dengan gugatan balas lebih dari jumlah yang sebanyak-
banyaknya yang dapat diputus oleh Pengadilan Negeri sebagai Pengadilan Tertinggi;
e. Kalau kedua pemeriksaan dipisahkan dan diputuskan satu persatu, maka harus
diurut peraturan biasa tentang naik banding.
62
Sesuai dengan penjelasan pasal-pasal di atas, masalah perceraian yang memungkinkan adanya gugatan rekonpensi sebagai alternatif penyelesaian akibat
perceraian tentunya harus memenuhi persyaratan yang telah diuraikan dalam HIR pasal 132 a dan 132 b beserta R.Bg. pasal 157 dan 158. Demikian juga dalam
prakteknya di Pengadilan Agama berlaku juga ketentuan di atas, juga Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dalam pasal 73-86 yang
berkaitan dengan cerai gugat. Walaupun demikian yang mangatur masalah gugatan rekonpensi secara eksplisit tentang akibat perceraian hanya pasal 86 ayat
62
Abdul Manaf. Bulletin Berkala Hukum dan Peradilan, Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Nomor 7 Tahun
19971998, h. 8
1 mengenai cerai gugat. Karena pasal tersebut sebenarnya hanya mengatur tentang kumulasi penggabungan gugatan. Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan pada pasal-pasal di atas dapat ditafsirkan bahwa gugat rekonpensi dapat pula dimungkinkan adanya dalam masalah perceraian di Pengadilan
Agama.
2. Syarat-syarat Mengajukan Rekonpensi