Syarat-syarat Mengajukan Rekonpensi Pengertian Rekonpensi, Syarat, dan Larangan Gugat Rekonpensi

1 mengenai cerai gugat. Karena pasal tersebut sebenarnya hanya mengatur tentang kumulasi penggabungan gugatan. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan pada pasal-pasal di atas dapat ditafsirkan bahwa gugat rekonpensi dapat pula dimungkinkan adanya dalam masalah perceraian di Pengadilan Agama.

2. Syarat-syarat Mengajukan Rekonpensi

Gugat rekonpensi biasanya hanya bisa dilakukan pada perkara yang mengandung masalah kebendaan dan tidak pada masalah tentang status atau non- kebendaan. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengajukan gugatan rekonpensi. Menurut A. Roihan Rasyid, syarat-syarat dibolehkannya gugatan rekonpensi adalah sebagai berikut: a. Mengajukan gugatan rekonpensi itu selambat-lambatnya bersama-sama dengan jawaban pertama dari tergugat konpensi. Gugatan rekonpensi sama dengan gugatan konpensi, boleh saja lisan bagi yang buta huruf; b. Kalau dimuka Pengadilan tingkat pertama tidak mengajukan rekonpensi maka ditingkat banding dan kasasi tidak boleh mengajukan gugatan rekonpensi; c. Kalau menggugat dalam gugat rekonpensi bertindak untuk suatu kualitas sedangkan rekonpensi menyangkut diri pribadi penggugat rekonpensi sendiri, rekonpensi tidak diperbolehkan. Misal: penggugat asal dalam konpensi bertindak sebagai wali maka gugatan rekonpensi tidak bisa diajukan kepada penggugat asal yang sebagai wali tersebut kecuali terhadap orang yang di bawah perwaliannya; d. Gugatan rekonpensi harus juga jenis perkara yang menjadi kekuasaan dari Pengadilan dalam konpensi; e. Walaupun antara gugatan konpensi dan rekonpensi tidak mesti adanya hubungan saling ketergantungan akan tetapi antara gugatan dalam konpensi dan dalam rekonpensi tersebut harus mengenai satu rangkaian yang berkaitan langsung. Misal: penggugat asal menggugat tergugat asal dalam bidang harta warisan yang dikuasai oleh tergugat asal, lalu tergugat asal menyatakan bahwa harta itu didapatkan melalui wasiat dari almarhum kepadanya dan oleh karena itu tergugat asal memohon kepada Pengadilan agar harta yang dikuasainya itu diputuskan sebagai miliknya yang didapati melalui wasiat almarhum. Dalam contoh ini, gugatan penggugat rekonpensi tergugat asal tidak diperbolehkan sebab sudah terlepaskan dari kaitan langsung dengan penggugat asal. 63 Syarat pertama yang dipaparkan oleh A. Raihan Rasyid, yang menentukan pengajuan rekonpensi harus ada jawaban pertama sebenarnya dalam prakteknya tidak demikian, karena jawaban tergugat tidak hanya selesai satu kali jawab menjawab. Proses jawab menjawab replik dan duplik , bisa terjadi beberapa kali dalam sebuah persidangan. Menurut Wiryono Projodikoro:” gugatan 63 Roihan .A. Rasyid. Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, Cet. Ke-8, h.71-72 rekonpensi masih dapat diajukan dalam acara jawab menjawab sebelum acara pembuktian”. Yahya Harahap, berpendapat tentang pengajuan gugat rekonpensi mengenai tata cara mengajukan gugat rekonpensi: “ memang masih sering terjadi perbedaan pendapat, seolah-olah lain hakim lain pendapatnya”. Ada yang berpendirian “ sempit”, mereka membatasi kebolehan pengajuan gugat rekonpensi terbatas hanya pada saat jawaban pertama. Pendirian yang semacam itu dapat dilihat dalam keputusan Mahkamah Agung tanggal 26 April 1979 No. 436 KSip1975. Dalam putusan ini gugat rekonpensi dinyatakan tidak dapat diterima atas alasan pertimbangan yang berbunyi: “ karena gugat rekonpensi baru diajukan pada jawaban tertulis kedua, gugat rekonpensi tersebut adalah terlambat”. Alangkah formalistiknya sikap dan pendapat tersebut, sangat bertentangan dengan semangat dan jiwa asas Peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Apalagi jika diuji pendapat di atas dengan ketentuan pasal 132 b HIR atau pasal 158 RBg. Dalam pasal ini tidak ditegaskan secara pasti kapan mesti mengajukan gugat rekonpensi. Rumusannya boleh dikatakan bersifat umum : “ Tergugat wajib mengajukan gugatan rekonpensi bersama-sama jawabannya, baik dengan surat maupun dengan lisan”. Jawaban yang keberapa tidak ditentukan kalau begitu tidak wajib mesti dalam jawaban pertama. Ditinjau dari segi praktek, yang dimasukkan dalam pengertian jawaban ialah disekitar proses replik-duplik. Replik dan duplik bisa berlangsung sampai beberapa kali persidangan. Oleh Karena itu, putusan dimaksud terlampau kaku dan formalistik. Seolah-olah hendak memaksakan kekakuan sikap formalistik Rv kedalam kehidupan Peradilan Indonesia”. Menurut pemahaman Penulis, bahwa gugatan rekonpensi dapat diajukan bersama- sama jawaban pertama adalah gugatan yang sejak awal sampai dalam proses replik duplik dilakukan secara tertulis. Adapun pengajuan gugatan rekonpensi bisa dilakukan sebelum pembuktian ini terjadi ketika sejak awal gugatan sampai proses replik duplik yang dilakukan secara lisan, karena pengajuan gugatan rekonpensi secara tertulis harus pada jawaban pertama untuk mencapai tujuan Peradilan yang cepat dan sederhana. Dengan mengajukan gugatan rekonpensi setelah jawaban selesai maka perkara bisa berlarut-larut dan kemungkinan dapat merugikan pihak penggugat. Dengan adanya syarat-syarat tersebut tidak akan ada kesalahan mungkin terjadi dalam praktek di Pengadilan, dalam menangani gugatan rekonpensi dan bisa terjauh dari kekeliruan mana hal rekonpensi dan mana yang bukan rekonpensi dalam gugatan perdata.

3. Larangan mengajukan gugat rekonpensi