Pendidikan Syukur Perintah Bertakwa Hanya Kepada Allah

dihubungkan dengan kata iman نﺎَﻤِْﻹا, seperti dalam QS. Al-Baqarah [2]: 103, Al-A‘râf [7]: 96, ﺁli ‘Imrân [3]: 179, Al-Anfâl [8]: 29, dan Muhammad [47]: 36. Adapun pengertian taqwa dari akar kata yang bermakna ”menghindar, menjauhi, atau menjaga diri”, M. Quraish Shihab menjelaskan, bahwa kalimat perintah ”ittaqullah” yang secara harfiah berarti ”hindarilah, jauhilah, atau jagalah dirimu dari Allah”, tentu makna ini tidak lurus dan bahkan mustahil dapat dilakukan makhluk. Sebab, bagaimana mungkin makhluk menghindarkan diri dari Allah atau menjauhiNya, sedangkan ”Dia Allah bersama kamu dimana pun kamu berada” . Karena itu, perlu disisipkan kata atau kalimat untuk meluruskan maknanya. Misalnya, kata siksa atau yang semakna dengannya, sehingga perintah bertaqwa mengandung arti perintah untuk menghindarkan diri dari siksa Allah, baik di dunia maupun akhirat. 9 Dengan demikian, pangkal dari taqwa adalah ”perintah dan larangan” Allah yang ditujukan kepada manusia beriman, sehingga muncul kesadaran untuk ”takut” akan siksa Allah kalau tidak melaksanakan segala perintahNya, ”menghindari siksa Allah dengan cara melaksanakan perintah-Nya, dan senantiasa ”menjaga” serta ”memelihara” untuk melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala laranganNya.

2. Pendidikan Syukur

Allah menciptakan segala sesuatu dengan tujuan tertentu, seperti anugerah-Nya. Setiap anugerah ini, hidup, keimanan, kesehatan, sepasang mata dan telinga kita merupakan anugerah kepada manusia agar bersyukur kepada-Nya. Dalam al-Qur’an “syukur” dengan berbagai bentuknya ditemukan sebanyak enam puluh empat kali. Ahmad Ibnu Faris dalam bukunya maqayis al- lughah menyebutkan empat arti dasar dari kata tersebut, yaitu: a. Pujian kerena adanya kebaikan yang diperoleh. Hakikatnya adalah merasa ridha atau puas dengan sedikit sekali pun, karena itu bahasa menggunakan kata ini syukur untuk kuda yang gemuk namun hanya membutuhkan sedikit rumput. Peribahasa juga memperkenalkan ungkapan asykar min 9 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’I Atas Pelbagai Persoalan Umat , Bandung: Mizan, 1996, cetakan II, hal. 531 barwaqah lebih bersyukur dari tumbuhan barwaqah. Barwaqah adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh subur, walau dengan awan mendung tanpa hujan. b. Kepenuhan dan kelebatan. Pohon yang tumbuh subur dilukiskan dengan kalimat syakarat asy-syajarat. c. Sesuatu yang tumbuh ditangkai pohon parasit. 10 d. Pernikahan, alat kelamin. Makna-makna dasar tersebut dapat juga diartikan sebagai penyebab dan dampaknya, maka ia memperoleh banyak, lebat dan subur. Rasa bersyukur merupakan ibadah dan juga cara untuk melindungi kita dari “penyimpangan”. Tidak bersyukur berarti melangkah menuju kerusakan dan kejahatan, merupan kelemahan-kelemahan, dan menjadi takabbur ketika mereka semakin kaya dan berkuasa. Menunjukkan rasa bersyukur kita kepada Allah berarti melindungi diri dari “kerusakan”. Mereka yang menunjukkan rasa syukurnya kepada Allah berarti melindungi diri dari “kerusakan”. Mereka yang menunjukkan rasa syukurnya kepada Allah disertai ilmu bahwa semua yang mereka capai adalah pemberian Allah, berarti mereka mengetahui bahwasannya mereka bertanggung jawab menggunakan semua rahmat ini dijalan Allah seperti kehendak-Nya. Itulah rasa syukur kepada Allah dan seperti kehendak-Nya. Itulah rasa syukur kepada Allah yang didasari kerendahan hati dan kedewasaan para Rasul. Seperti Nabi Daud a.s atau Nabi Sulaiman a.s yang kepadanya diberikan harta, kedudukan, dan ketundukan. Sebenarnya, peristiwa Qarun yang menjadi ingkar disebabkan harta, karena ia tidak bersyukur kepada Allah. 11 Ar-Raghib al-Asfahani salah seorang yang di kenal sebagai pakar bahasa al-qur’an menulis dalam al-mufradat fi gharib al-qur’an, bahwa kata “syukur” mengandung arti “gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya kepermukaan”. Kata ini, tulis ar-Raghib, menurut semenara ulama berasal dari kata “kasyara” yang berarti “membuka”, sehingga ia merupakan lawan dari kata 10 Qurais Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhi’i Atas Pelbagai Permasalahan Umat , Bandung: Mizan, 1996, cet II, h. 215 11 Harun Yahya, Nilai-Nilai Moral Al-Qur’an, Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2003, h. 73-74 “kafara” kufur yang berarti menutup salah satu artinya adalah melupakan nikmat dan menutup-nutupinya. 12 Makna yang dikemukakan di atas dapat diperkuat dengan beberapa ayat al-Quran yang memperhadapkan kata syukur dengan kata kufur, antara lain dalam QS Ibrahim 14 :7 ⌧ ⌧ ⌧ ⌧ ﻢﻴهاﺮﺑا : Artinya: Dan ingatlah juga, tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. Q.S. Ibrahim [14] : 7 Demikian juga dengan redaksi pengakuan Nabi Sulaiman yang diabadikan Al-Qur’an: ﻤ ﻟا : Artinya: Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba Aku apakah Aku bersyukur atau mengingkari akan nikmat-Nya. Q.S. An-Naml [27] : 40. Hakikat syukur adalah merenungkan nikmat yang dikaruniakan dan menampakkannya. Syukur adalah lawan kebalikan dari “al-kasyru”. Dapat dikatakan juga bahwa syukur merupakan lawan dari “kufur” yang bermakna mengingkari. Ada pula yang berpendapat, syukur adalah imtila’ penuh. Maka syukur disini dapat diidentikkan sebagai aktivitas yang penuh penyebutan hal-hal yang merupakan pemberian dan anugerah. 13 Mengacu dari konteks inilah, sehingga ada yang merumuskan bahwa syukur itu lebih mendasar dan komprehensif dari pada memuji mengucapkan hamdalah. Hal ini disebabkan memuji lebih menonjolkan kepada sifatnya, sedangkan syukur sendiri selain menyebutkan sesuatu dengan sifat-sifatnya, sekaligus dengan kenikmatannya pula. 12 Qurais Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhi’i Atas Pelbagai Permasalahan Umat , Bandung: Mizan, 1996, cet II, h. 216 13 Abdullah bin Jarullah, Fenomena Syukur, Berzikir Dan Berfikir, Surabaya: Risalah Gusti, 1994, h. 41 Bersyukur tidak mesti selalu ditunjukkan dengan kata-kata. Yang justru harus dilakukan adalah menggunakan setiap anugerah di jalan yang disukai di rihdai Allah. Sebagai tahap awal, tubuh yang dianugerahkan kepada kita, harus kita pergunakan untuk berjuang karena-Nya. al-Qur’an pun memberitahukan bagaimana cara menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah, yaitu dengan menyebut semua anugerah-Nya, dengan menyampaikan “pesan”-Nya kepada semua orang. ⌧ ☺ ⌧ ⌧ ⌧ ⌧ ⌧ ☺ ﺤﻀﻟا ٩ : - Artinya: Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu hati kamu menjadi puas. Bukankah dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu dia melindungimu? Dan dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu dia memberikan petunjuk. Dan dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu dia memberikan kecukupan. Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta- minta, janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan. Q.S. Adh-Dhuha [93] : 5-11 Nabi Muhammad SAW pun bersabda: ﺎ ﺪ ﻦﺑا ﺪﻤﺤ ﻰ اﺮ ﺰﻟا ﺎ ﺪ نﺎ ﻦﺑ ﻢ ﺴ ﺎ ﺪ مﺎﻤه ﻦ ةدﺎﺘ ﻦ مﺮﻤ ﻦﺑ ﻴﻌ ﻦ ﻴﺑا ﻦ ﺪ لﺎ : لﺎ لﻮ ر ا ﷲ ﻰ ا ﷲ ﻴ ﻢ و ﻦإ ﷲا ﺤﻴ ﻦا ىﺮﻴ ﻤﻌ ﺮ ا ﻰ ﺪ اﻮﺮ ىذﻤﺮ ا 14 Allah senang melihat bekas bukti nikmat-Nya dalam penampilan hamba-Nya . diriwayatkan oleh At-Tirmizi Sementara ulama ketika menafsirkan firman Allah, ”bersyukurlah kepada- Ku dan janganlah kamu mengingkari nikmat Ku” QS Al-Baqarah [2] : 152, menjelaskan bahwa ayat ini mengandung perintah untuk mengingat Tuhan tanpa 14 Abi ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah, Sunan at-Tirmizi “al-Jami’ al-Mukhtashor min as-Sunan ‘an Rasulillah wa ma’rifatihi as-shahih wal ma’lul wa ma ‘alaihi al-ma’lul” , Beirut: Daar al-Fikri, 1994, h. 373 melupakannya, patuh kepada-Nya tanpa menodainya dengan kedurhakaan. Syukur yang demikian lahir dari keikhlasan kepada-Nya, dan karena itu, ketika setan menyatakan bahwa, ”Demi kemuliaan-Mu, aku akan mentesatkan mereka manusia semuanya”. QS. Shad [38] : 82, dilanjutkan dengan pernyataan penecualian, yaitu, ”kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas diantara mereka”. QS. Shad [38] : 83. Dalam QS. Al-A’raf [7] : 17 iblis menyatakan, ”Dan ungkau tidak akan menemukan kebanyakan dari mereka manusia bersyukur”, kalimat ”tidak akan menemukan” di sini serupa maknanya dengan pengecualian di atas, sehingga itu berarti bahwa orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang mukhlis tulus hatinya. 15 Karenanya, syukur dapat dikualifikasikan menjadi tiga macam: a. Syukur dengan hati, yaitu dengan merenungkan nikmat itu sendiri. b. Syukur melalui lisan, yaitu dengan memuji dan menyanjung sang pemberi nikmat. c. Syukur dengan anggota badan, yaitu dengan membalas nikmat karunia yang diterimanya sesuai dengan kemampuan dan etika bersyukur. 16 Ditilik dari sistem komunikasi dua arah antara yang bersyukur syakir dengan yang disyukuri masykur, maka kategori syukur dibedakan menjadi tiga macam. “Pertama, syukur seseorang kepada atasannya yang keduanya lebih tinggi-notabene Allah- dengan cara berbakti, memuji dan berbakti kepada-Nya. Kedua , syukur seseorang kepada sesamanya yang sepadan dengan cara membalas kembali pemberiannya sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang ada pada dirinya. Ketiga, syukur seseorang kepada orang yang kedudukannya lebih rendah daripadanya, yaitu berupa pemberian imbalan yang sepantasnya”. 17 15 Qurais Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhi’i Atas Pelbagai Permasalahan Umat , Bandung: Mizan, 1996, cet II, h. 217 16 Abdullah bin Jarullah, Fenomena Syukur, Berzikir Dan Berfikir, Surabaya: Risalah Gusti, 1994, h. 41 17 Abdullah bin Jarullah, Fenomena Syukur, Berzikir Dan Berfikir, h. 41-42 Dalam konteks ini syukur nikmat wajib hukumnya. Pertama-tama ditujukan kepada Allah swt. Sebagai sentral karunia, kemudian barulah kepada orang tertentu yang menjadi sebab atau perantara turunnya nikmat dan karunia itu. Rasulullah bersabda: دﺎ ز ﻦﺑ ﺪﻤﺤ ﻦ ﻢ ﺴ ﻦﺑ ﻴﺑﺮﻟا ﺎ ﺪ ﻢﻴهاﺮﺑا ﻦﺑ ﻢ ﺴ ﺎ ﺪ , ﻟا ﻦ ةﺮ ﺮه ﺑا ﻦ ﻢ و ﻴ ﷲا سﺎ ﻟا ﺮﻜ ﻻ ﻦ ﷲا ﺮﻜ ﻻ ] سﺎ ﻟا ﺮﻜ ﻻ ﻦ [ دواد ﻮﺑا اور Tidaklah dianggap bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterima kasih kepada sesama manusia . H.R. Abu Daud Dalam hadis lain disebutkan, ”Bersyukurlah kamu kepada orang yang memberimu kenikmatan.dan berilah kenikmatan kepada orang yang bersyukur kepadamu. Sesungguhnya nikmat itu tidak akan musnah jika kamu bersyukur. Sebaliknya ia tidak akan kekal jika kamu ingkar kepadanya.” Sebagian ulama salaf berkata, ”segala nikmat karunia itu dapat disyukuri, selain nikmat dari Allah sebab bersyukur kepada Allah itu sendiri sudah merupakan salah satu bentuk karunia-Nya juga. Karenanya, dia masih membutuhkan pertolongan dari-Nya agar senantiasa dapat bersyukur kepada-Nya. Berkaitan dengan masalah ini, Nabi Musa a.s. berkata, ”ya Tuhanku, engkau perintahkan aku untuk bersyukur atas nikmat-nikmat-Mu, padahal Syukurku kepada-Mu adalah salah satu karunia-Mu pula.” Berangkat dari kenyataan betapa sulitnya aktivitas syukur ini, maka tepat sekali dengan yang difirmankan Allah: ءﺎ ﺴﻟا : ”Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih. QS. Saba [34] : 13 Menurut al-Quran, sepanjang perjalanan sejarah manusia hanya ada dua sosok yang disanjung oleh Allah sebagai ahli syukur, Nabi Ibrahim a.s dan Nabi Nuh a.s Tentang Nabi Ibrahim a.s, Allah swt. Berfirman: ”yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya.” QS. An-Nahl: 121. Perihal Nabi Nuh a.s, Allah berfirman: ”Sesungguhnya ia adalah hamba yang banyak bersyukur.” QS. Al-Isra: 3. Perlu diketahui bahwa syukur dan sabar, keduanya merupakan barometer dan parameter keimanan sebagaiman sabda Rasulullah saw, ﻰﻘﻬﻴﺑﻟا اوﺮ ﻦاﻤﻴﻹا ﺮﺑ ﻟا ”Kesabaran adalah separuh sebagian dari keimanan.” HR. Baihaqi.

3. Nilai Pendidikan Sabar