64 Dari pernyataan diatas akan menyebabkan anak menjadi manja
dan sulit untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk begitupun dengan perilakunya. Anak akan berperilaku semaunya
tanpa memikirkan adanya hukuman yang akan diberikan oleh orang tua. Kesibukan dan pendidikan yang kurang seperti keluarga I Pak
SM, keluarga III Pak SK, dan keluarga V Pak JK cenderung permisif dan selalu membiarkan segala tindakkan yang dilakukan oleh
anaknya dan mengakibatkan suatu perilaku yang tidak diterima oleh masyarakat, yaitu perilaku menyimpang seperti pergaulan bebas atau
hamil diluar nikah, mabuk-mabukan, dan menghisab lem.
b. Pola Asuh Otoriter
Seperti yang telah dijelaskan diatas, pola asuh otoriter ini ditandai dengan orang tua yang sering memberikan hukuman pada
anak. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibu IJ keluarga II, beliau mengatakan bahwa:
“Didikan yang saya terapkan dikeluarga saya adalah didikan keras dan disiplin, saya lebih banyak memukul anak saya
dibandingkan dengan memberikannya nasehat .”
Ungkapan ini pun dibenarkan oleh AG anaknya, bahwa: “Saya pernah dihukum ibu saya sewaktu saya pulang larut
malam dan sesampainya saya dirumah, saya dipukul dan disuruh tidur diluar.”
Hal yang sama yang diungkapkan oleh AB. Ia mengungkapkan
bahwa:
65 “Sedikit saja kesalahan yang saya perbuat pasti saya akan
dimarahi, walaupun sebenarnya bukan sepenuhnya salah saya. Beliau tidak mau tau soal itu.”
SH selaku ayah dari saudara AB juga membenarkan hal
pernyataan yang dikatakan oleh AB, yaitu : “Iya, saya akan memberikan hukuman kepada mereka apabila
mereka melakukan kesalahan.” Pada pola asuh ini, kebanyakan memiliki hubungan yang tidak
baik antara orang tua dengan anak. Anak takut dalam mengawali pembicaraan terhadap orang tuanya serta aturan-aturan orang tua yang
membuat anak menjadi tertekan dan menjadi tidak betah berada di rumah. Seperti yang di katakan oleh AB, yaitu:
“Semenjak ibu saya meninggal, saya dituntut untuk mematuhi semua peraturan-peraturan yang telah mereka buat tanpa
berdiskusi dengan saya terlebih dahulu. Setelah itu saya mulai tidak akur dengan bapak maupun ibu tiri saya. Saya lebih
banyak berada diluar rumah dan memilih tinggal sendiri dan mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
saya.
” Selain itu SH juga mengatakan hubungan antara dia dan
anaknya tidak baik, seperti berikut ini: ”Hubungan saya dengan anak ke-2 saya sama sekali tidak akur
begitupun dengan ibu tirinya. Saya sering berkelahi dengannya. Sikapnya di rumah dingin, tidak mau berbicara
dengan ibunya
maupun saya.” Begitupun dengan Ibu IJ, beliau mengatakan bahwa:
“Karena dia sering dipukuli dia menjadi takut dengan saya, lebih tertutup sama kerasnya dengan saya sehingga takut untuk
berkomunikasi makanya hubungan saya dan anak saya kurang baik.
” Hal tersebut dibenarkan oleh saudara AG, yakni:
66 “Hubungan saya dan orang tua saya kurang baik, jarang bicara,
saya takut dengan mereka. ”
Selain itu, anak akan membentuk karakter atau kepribadian sesuai dengan cara penerapan pola asuh yang di terapkan orang tua
pada saat proses perkembangan anak. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan dari AG, bahwa:
“karena saya sering dipukuli di rumah, ibu sama ayah saya sering berkelahi, jadi saya melampiaskannya di luar dengan
malakin orang, berantem antar kampung. Kalau mencuri saya lakukan karena kebutuhan, saya mau sama dengan anak-anak
yang lain, mau punya baju bagus, punya uang untuk beli rokok, dll.
” Hal serupa yang diungkapkan oleh IJ selaku ibu dari AG.
Beliau membenarkan pernyataan anaknya, bahwa: “karena saya dan ayahnya sering berkelahi dan saya
sering memukul dia, makanya dia seperti itu.” AB juga demikian, seperti yang dikatakan oleh Bapak
SH, bahwa: “karena sikap saya yang selalu keras terhadap dia, AB
sekarang menjadi anak yang keras kepala, lebih egois dan tidk mendengarkan kata-
kata saya.” Dari pernyataan diatas, AG anak dari keluarga II yang
melakukan perilaku menyimpang tawuran dan bullying kekerasan terhadap teman sekolahnya, diakibatkan dari hukuman yang berat
yang telah diberikan orang tua terhadap AG. Begitupun dengan saudara AB, apabila orang tuanya mencoba untuk berkomunikasi AB
selalu membangkang, tidak mau mendengarkan nasehat-nasehat yang
67 telah diberikan dan melakukan perilaku menyimpang yang merugikan
dirinya sendiri.
4. Hambatan yang Dialami Orang Tua dalam Mengatasi Masalah
Perilaku Menyimpang Pada Anak di Kecamatan Toboali Kabupaten Bangka Selatan
Setiap orang tua tentunya mengharapkan anaknya menjadi anak yang memiliki tumbuh kembang secara optimal dengan sikap dan
perilaku yang baik, meliliki pribadi yang baik, cerdas, dan taat pada agama, serta dapat membanggakan keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Oleh karena itu, untuk mewujudkan semua harapan orang tua tersebut, dibutuhkan suatu proses sosialisasi dan interaksi antara anak
dan orang tua, dengan cara membimbing, mendidik, mendisiplinkan, dan melindungi anak dengan cara yang khas dan berbeda-beda yang
biasa disebut dengan pola asuh. Namun orang tua di Kecamatan Toboali Kabupaten Bangka
Selatan memiliki hambatan dalam membimbing serta mendidik anak- anaknya terutama dalam mengatasi perilaku anak yang menyimpang
yang ada di Kecamatan Toboali. Adapun hambatan tersebut diantaranya adalah lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat
yang kurang kondusif, kurangnya pengetahuan orang tua tentang pola
asuh yang tepat untuk anak, kesibukan orang tua, dan keluarga yang tercerai berai. Berikut paparan hasil wawancara yang dilakukan pada
orang tua yang memiliki anak yang berperilaku menyimpang.