Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Tabel 1.
Top Brand Index
Sepatu Perlengkapan Sekolah Tahun 2012-2014 MEREK
2012 2013
2014 CONVERSE
15,1 16,7
14,6 NEW BALANCE NB
12 12,2
7 ALL STAR
9,8 11,3
6,8 ADIDAS
8,9 4,8
6,6 NIKE
6,1 4,1
5,2 TOMKINS
4,6 3,9
5 BATA
4,5 3,4
3,9 REEBOOK
3,2 WARRIOR
2,7 AIR WALK
2,3 Sumber : www.topbrand-award.com
Dilihat dari data di atas, menyebutkan bahwa sepatu merek Converse dalam tiga tahun terakhir menempati posisi pertama dibandingkan dengan
merek yang lain karena memiliki TBI diatas 10. Pada tahun 2012 dan 2013 Converse mengalami kenaikan presentase. Tetapi pada tahun 2014
Converse mengalami penurunan. Salah satunya disebabkan karena banyak pemalsuan sepatu dengan label dan bentuk yang sama seperti Converse.
Aaker 2009 menyebutkan bahwa ketika sebuah merek memberikan manfaat diri secara ekspresif, hubungan antara merek dan konsumen
mungkin akan meningkat. Merek dalam hal ini mendominasi dalam mempengaruhi konsumen. Hubungan merek dan konsumen meningkat
dapat diartikan konsumen akan melangkah ke tahap selanjutnya yaitu minat pembelian. Menurut Kotler Keller Amstrong 2012 mengatakan
bahwa “In evaluation stage, the consumer froms an intention to buy the
most preferred brand”, pernyataan tersebut berarti bahwa konsumen membentuk preferensi diantara banyak merek pilihan yang mungkin akan
menimbulkan minat beli terhadap merek yang paling disukai.
Minat beli dapat mengukur kemungkinan konsumen untuk membeli produk, dan semakin tinggi minat beli, semakin tinggi keinginan
konsumen untuk membeli produk Dodds, et al, 1991;Schiffman Kanuk, 2000. Namun, hal tersebut bertentangan dengan pra survei yang dilakukan
oleh peneliti terhadap 30 orang di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta sebagai berikut.
Gambar 1. Data Studi Pendahuluan Terhadap Minat Beli Sepatu Merek Converse Di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta
Sumber : Data Primer yang diolah 2015 Berdasarkan gambar 1 diketahui bahwa konsumen yang tidak
berminat untuk membeli adalah sebesar 71 atau 25 orang. 29 atau 5 konsumen berminat untuk membeli. Pada gambar diatas dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar konsumen tidak berminat membeli sepatu Converse. Selanjutnya, menurut Aaker 2009, manfaat emosional terdiri dari
manfaat emosional atau personal
emotional benefit
, manfaat ekspresi diri
self-expressive benefit
, serta manfaat sosial
social benefit
. Aaker 2009 71
29 Hasil Studi Pendahuluan Terhadap
Minat Beli Sepatu Merek Converse Di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta
Tidak Berminat Membeli Berminat Membeli
juga menjelaskan bahwa manfaat emosional berkaitan dengan kemampuan merek dalam membuat konsumen merasakan sesuatu pada saat proses
pembelian atau penggunaan produk. Schiffman Kanuk 2007 mendefinisikan, “
Brand personality is a set of human characteristic that
become associated with a brand.” yang dapat diartikan bahwa kepribadian merek adalah seperangkat karateristik seseorang yang diasosiasikan
dengan sebuah merek. Konsumen yang merasakan kepribadiannnya sesuai ketika sedang memakai sepatu merek Converse dapat mempengaruhi
minat beli dalam tahap selanjutnya. Priyanda, Putra 2014 dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Brand Personality
Apple Terhadap Minat Beli Pelajar Dan Mahasiswa
Di Kota Bandung” menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara kepribadian merek dan
minat beli. Namun, hal tersebut bertentangan dengan pra survei yang dilakukan oleh peneliti terhadap 30 orang di Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Yogyakarta sebagai berikut :
Gambar 2. Data Studi Pendahuluan Kepribadian Merek Terhadap Minat Beli Sepatu Merek Converse di Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Yogyakarta
Sumber : Data Primer yang diolah 2015 Gambar 2 merupakan pra survei yang dilakukan peneliti antara
kepribadian merek dan minat beli. Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa konsumen yang tidak beminat melakukan pembelian karena alasan
tidak sesuai dengan kepribadian merek sebesar 60 atau 18 orang. 40 atau 12 orang konsumen menyatakan sesuai dengan kepribadian merek.
Kepribadian merek menggambarkan kejujuran konsumen dalam memilih suatu merek. Kepribadian merek merupakan kendaraan ekspresi
diri konsumen dan dapat berperan dalam membantu konsumen mengungkapkan aspek yang berbeda dari dirinya sendiri Johar, Sengupta
dan Aaker, 2005; Escalas, dan Bettman, 2005; Rohm dan Swaminathan, 2004; Belk, 1988; Aaker, 1997 dalam Bouhlel et al., 2011. Para pemasar
juga harus berusaha membedakan dan membangun preferensi untuk merek mereka tidak hanya atas dasar bagaimana konsumen memandang mereka
60 40
Hasil Studi Pendahuluan Kepribadian Merek Terhadap Minat Beli Sepatu Merek Converse Di Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta
Tidak Sesuai Dengan Kepribadian Merek Sesuai Dengan Kepribadian Merek
secara fungsional, tetapi juga atas dasar persepsi kepribadian merek tersebut Keller, 1993; Aaker, 1997.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi minat beli adalah nilai yang dirasakan
perceived value
. Zeithaml 1988 mendefinisikan
perceived value
sebagai penilaian secara keseluruhan konsumen dari kegunaan produk berdasarkan persepsi apa yang diterima dan apa yang diberikan.
Thaler 1985 juga menilai bahwa
perceived value
adalah anteseden penting untuk mempengaruhi minat beli konsumen karena komposisi
transaksi utilitas dan akuisisi utilitas. Kwon et al., 2007 dalam penelitiannya yang berjudul “
The Mediating Role of Perceived Value: Team identification an Purchase Intention of Team-
Licensed Apparel” mengungkapkan bahwa
perceived value
berpengaruh positif terhadap minat beli. Hal serupa juga diungkapkan oleh
Chi et al., 2009 dalam
penelitiannya yang berjudul “
The Influences of Perceived Value on Consumer Purchase Intention: The Moderating Effect of Advertising
Endorser” mengungkapkan bahwa
perceived value
berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli. Namun, hal tersebut bertentangan
dengan pra survei yang dilakukan oleh peneliti terhadap 30 orang di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta sebagai berikut :
Gambar 3. Data Studi Pendahuluan
Perceived Value
Terhadap Minat Beli Sepatu Merek Converse Di Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Yogyakarta
Sumber : Data Primer yang diolah 2015 Gambar 3 merupakan pra survei yang dilakukan peneliti antara
perceived value
dan minat beli. Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa konsumen yang tidak berminat melakukan pembelian karena alasan
tidak sesuai dengan
perceived value
yang didapat sebesar 70 atau 21 orang. 30 atau 9 orang konsumen menyatakan sesuai dengan
perceived value
yang didapat.
Perceived value
dianggap bisa mengukur seberapa besar nilai yang didapat konsumen dalam suatu produk yang akan dibelinya. Sangat
penting bagi perusahaan memberikan nilai yang baik di mata konsumen dan konsumen akan menerima nilai tersebut sebagai bahan pertimbangan.
Perceived value
merupakan nilai tingkat akhir yang dirasakan konsumen terhadap suatu produk. Jika konsumen merasakan kepuasan terhadap suatu
70 30
Hasil Studi Pendahuluan
Perceived Value
Terhadap Minat Beli Sepatu Merek Converse Di Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta
Tidak Sesuai Dengan Perceived Value Sesuai Dengan Perceived Value
produk karena sesuai dengan kepribadiannya, maka hal ini akan mempengaruhi minat beli konsumen terhadap produk tersebut.
Kepribadian merek salah satunya mempengaruhi penilaian konsumen terhadap suatu barang disamping faktor harga. Dalam tahap selanjutnya,
ketika konsumen merasakan
value
yang sesuai dengan harapan, maka konsumen akan mengkomunikasikan hal tersebut dengan orang lain.
Chowtanapanich, and Sirion Chaipoopirutana 2014 dalam penelitiannya yang berjudul
“Identifying Factors influencing Purchase
Intentions of Non-
Blackmores Uses” mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara
word of mouth
WOM dan minat beli.
Word of mouth
WOM didefinisikan sebagai lisan, komunikasi orang ke orang antara komunikator dan penerima dimana penerima
dianggap sebagai merek non-komersial, produk atau layanan. Komunikasi
word of mouth
WOM terjadi sebelum atau setelah konsumen menggunakan atau merasakan suatu produk.
Word of mouth
WOM sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari adalah itu
salah satu bentuk promosi ketika membicarakan suatu produk. Studi terdahulu mengungkapkan bahwa
word of mouth
WOM telah menunjukkan memiliki dampak penting pada keputusan pelanggan
Allsopet et al., 2007, dan membantu untuk menjaga hubungan baik pasca pembelian. Namun, hal tersebut bertentangan dengan pra survei yang
dilakukan oleh peneliti terhadap 30 orang di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta sebagai berikut
:
Gambar 4. Data Studi Pendahuluan
Word of Mouth
WOM Terhadap Minat Beli Sepatu Merek Converse Di Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta
Sumber : Data Primer yang diolah 2015 Gambar 4 merupakan pra survei yang dilakukan peneliti antara
word of mouth
WOM dan minat beli
.
Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa konsumen yang tidak berminat melakukan pembelian karena alasan
tidak melakukan
word of mouth
WOM sebesar 67 atau 20 orang. 33 atau 10 orang konsumen melakukan
word of mouth
WOM. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kepribadian Merek,
Perceived Value
dan
Word of Mouth
WOM tehadap Minat Beli”.