Perdebatan tentang Menikahi Wanita Hamil

37 kehamilan dengan resiko tinggi. Apalagi jika kehamilan itu terjadi di luar nikah. Secara biologis remaja sudah siap menjadi ibu, tetapi secara psikologis belum memiliki kematangan untuk menjalankan peran sebagai seorang ibu yang akan mengasuh dan mendidik anaknya Yayasan Penerus Nilai Luhur Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; Anastasia Handayani, 2001. Demikian dapat disimpulkan bahwa, dampak yang timbul akibat hamil di luar nikah pada remaja selain mengganggu sistem kesehatan reproduksi remaja yang belum matang juga mengganggu kestabilan emosionalnya, dikarenakan ada dampak negatif baik psikologis maupun sosial yang terjadi di masyarakat.

4. Perdebatan tentang Menikahi Wanita Hamil

Di Indonesia, secara yuridis, kawin hamil ini dideskripsikan dalam Kompilasi Hukum Islam KHI Mohd. Idris Ramulyo, 1999: 65 Pasal 53, yang berbunyi: a. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. b. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat 1 dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. c. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Peunoh Daly 1988: 95 bahwa sah nikah dengan perempuan hamil karena zina, dengan sepakat ulama. Adapun tentang boleh atau tidaknya mencampurinya sesudah akad nikah, para ulama berbeda pendapat. Pendapat yang terkuat ialah, boleh mencampuri 38 perempuan yang demikian, karena mencampuri perempuan hamil zina tidak ada dalil yang melarangnya. Adanya perbedaan pendapat tentang status hukum menikahi wanita hamil sebelum menikah zina dilatar belakangi oleh beberapa pendapat tentang perbuatan zina sebagai penghalang perkawinan yang suci. Kehamilan seorang perempuan yang tidak terikat oleh perkawinan menjadi bukti bagi perbuatan zina yang dilakukan olehnya, maka mengawini wanita yang hamil di luar perkawinan sama hukumnya dengan mengawini wanita pezina yang dianggap sebagai penghalang perkawinan antara orang yang telah berzina dengan orang yang suci dari berbuatan zina Zahri Hamid, 1978: 14 Pendapat lain tentang penghalang perkawinan karena keadaan berzina disampaikan oleh beberapa ulama yang beralasan bahwa, seseorang yang terlanjur berbuat zina hendaknya segera menyesali diri dan bertaubat. Jika benar-benar yang bersangkutan telah bertaubat dengan taubat yang sebenarnya maka ia telah memperbaiki kedudukan dirinya, maka terhadap yang bersangkutan perlu direhabilitir nama baiknya, jangan dibiarkan terus menerus berbuat zina dan terjerumus ke jurang kenistaan serta rasa rendah diri di mata masyarakat, maka perkawinan itu dilakukan antara perempuan yang hamil akibat berzina itu dengan laki-laki teman berzina atau laki-laki yang menghamilinya itu, sebab dengan demikian anak yang dilahirkan nanti baik secara biologis maupun secara yuridis menjadi anak mereka, sedangkan dosa berzina telah disesali dan telah memohon ampun kepada Allah SWT Zahri Hamid, 1978: 15. 39 Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa menikahi wanita yang sedang dalam keadaan hamil karena perbuatan seksual sebelum adanya ikatan sah pernikahan zina adalah sah. Meskipun ada pendapat yang mengatakan keadaan wanita yang tengah hamil karena zina adalah tidak suci dan dianggap sebagai penghalang pernikahan, namun jika seseorang yang berbuat dosa itu sudah bertobat sungguh-sungguh maka wajib direhabilitir nama baiknya. Pilihan untuk segera menikahkan orang yang hamil itu dianggap lebih baik untuk menghindari gunjingan masyarakat dan mengindarkan diri orang tersebut melakukan perzinahan kembali, serta dengan demikian anak yang dilahirkan nanti baik secara biologis maupun secara yuridis menjadi anak yang sah.

E. Penyesuaian Sosial pada Remaja yang Menikah Akibat Hamil di Luar Nikah

Pernikahan sejatinya adalah sebuah ikatan suci di antara pria dan wanita, yang merasa sudah siap hidup bersama dan mengarungi bahtera rumah tangga, demi terciptanya kebahagiaan karena Tuhan Yang Maha Esa. Ikatan pernikahan dikatakan suci karena melibatkan agama dan kepercayaan setiap masyarakat untuk menghindarkan diri dari perbuatan tercela yaitu zina. Selain menghindari diri dari perbuatan yang dilarang oleh agama dan norma di masyarakat, memiliki keturunan sebagai penyambung tali silaturahmi dalam keluarga juga merupakan tujuan dari sebuah pernikahan. Seorang anak sering dianggap sebagai obat bagi pasangan suami isteri, dan penambah kebahagiaan di tengah-tengah keluarga, maka dari itu kehamilan seorang wanita yang sudah bersuami atau menikah menjadi idaman bagi setiap wanita.