Perbaikan Desain Kerja Dengan Pendekatan Ergonomi Makro Dipt. Perkebunan Nusantara Iii Kebun Rantau Prapat

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Auliciems, Andris And Steven V. Szokolay. Thermal Comfort. Brisband.

Grant, Adam M. 2012.Giving Time, Time After Time: Work Design And Sustained Employee Participation In Corporate Volunteering. The Wharton School: University Of Pennsylvania.

Hal W. Hendrik.2001. Macroergonomics. Santa Monica: HFES.

Mayang, Stephanie. 2013. Evaluasi Tracer Study Untuk Pembelajaran dengan Pendekatan Ergonomi Makro. Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Mukti, Imam Fadhilah. 2013. Desain Perbaikan Lingkungan Kerja Guna Mereduksi Paparan Panas Kerja Operator di PT. XY. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Parsons, K. 2003. Human Thermal Environments: The Effect of Hot, Moderate and Cold Environment on Human Health, Comfort and Performance. Second Edition. London: Taylor & Francis.

Stanton, Neville. 2005. Handbook of Human Factor and Ergonomic Method. USA: CRC Press.


(10)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Makro Ergonomi

Makro ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang pertama kalidiperkenalkan oleh Hal W. Hendrik pada era tahun 80-an. Cabang ergonomi ini muncul diakibatkan oleh perkembangan teknologi yang begitu pesat, melebihikecepatan perkembangan organisasi, selain itu juga disebabkan terdapatnyakelemahan dalam mikro ergonomi.1

Karakteristik

Makro ergonomi juga meneliti tentang pekerjaan, namun makro ergonomi memeriksa pekerjaan dan sistem kerja secara lebih luas. Beberapa hal yang dibahas dalam ergonomi makro adalah struktur organisasi, interaksi antara orang-orang yang ada dalam organisasi dan aspek motivasi pekerja. Dengan kata lain, ergonomi hanya melihat daritingkat pekerjaan namun makro ergonomi melihat dari tingkat pekerjaan dan jugatingkat organisasi.

Tabel 3.1. Perbandingan Antara Mikro Ergonomi Dengan Makro Ergonomi

Ergonomi Makro Ergonomi

Tingkat Bahasan Mikro Makro

Unit Kerja Tugas, sub-tugas Divisi kerja, kelompok Tujuan Mengoptimalkan kerja Mengoptimalkansistem kerja

Fokus Perincian Peninjauan secara luas

Alat Pengukuran Umumnya mengukur secara fisik seperti: luas,luminasi, desibel, waktu

Umumnya organisasional dan mengukur subjektivitas seperti jumlah orang, rentang kendali, perilaku dan moral

Aplikasi Keahlian Anatomi, psikologi, psikologi persepsi

Perilaku organisasi, psikologi industri dan organisasi

1


(11)

3.2. MacroergonomicAnalysis and Design(MEAD)Methodology

MEADtelahberkembangsebagaibagiandarikontribusiEmery danTrist (1978),TaylordanFelton(1993),Clegg,Ravden,CorbertdanJhonson(1989)

dandigunakandenganperubahanskalabesardibidang pendidikan,industridan pemerintah (Kleiner, 1996). Hal ini terintegrasi dengan teori sistem sosioteknikal danmikroergonomikarenasistemsosioteknikal tidakdapatmemecahkansecara langsung permasalahanmikroergonomidanmikroergonomitidakbisa menjembatani besarnyasistem lingkungan dan permasalahan organisasi.2

Langkah pertama fase analisis sosioteknikal dari proses sistem kerja yaitu Sepuluh langkah prosesMEAD:

1. Pemeriksaan kondisilingkungan dan subsistem organisasi

2. Pendefenisian tipesistem produksi dan pengaturan ekspektasi kinerja 3. Pendefenisian unit operasi dan proses kerja

4.Identifikasi variansi 5. Pembuatan matrixvariansi

6. Pembuatan tabel kuncipengaturan varians danaturan jaringan kerja 7. Pengujian alokasi fungsi dan rancangan joint

8. Penjelasan aturan danpersepsi tanggungjawab

9. Perancangan/perancangan ulangsubsistem pendukung 10.Implementasi, iterasidan perubahan

Langkah 1: PemeriksaankondisiLingkungan danSubsistem Organisasi

2


(12)

melakukan pemeriksaan/scanning sistem, lingkungan dan subsistem organisasi. Karena lingkungan eksternal, dioperasikan dibawah prinsip yang ada maka akan sangat menentukan keberhasilan proses ini. Dengan melakukan scan/pemeriksaan akan terlihat gap antara karakteristik organisasi dengan kondisi actual yang terlihat dari perilaku organisasi. Hal ini akan mempermudah untuk menentukan variansi. Untuk menyelesaikan ini, perusahaan formal biasanya memiliki misi, visi dan prinsip untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kinerja mereka.

Langkah 2: Pendefenisian tipesistem produksi dan pengaturanekspektasikinerja Sangatlahpentinguntuk mengidentifikasitipe sistemproduksi, dengan mengetahuinya dapat membantu untukmendapatkan tingkatan optimalpada kompleksitas,sentralisasidanformalisasi.Pada tahapan ini, kriterian darikey performance/kunci performansi dapat diidentifikasi.

Langkah 3: Pendefenisian unit operasi dan proseskerja

Unitoperasimerupakangrupdarikonversitahapandalamsatukesatuan untuk menyelesaikan pekerjaandandibatasiolehaspekteknologidan batasan sementara.Unitoperasibiasanyadapatdiidentifikasidarisubprodukkhususdan

pekerjaanspesifikdari 3-15pekerja.Halinidapatjugadiidentifikasidengan pemutusansecaraalamipadaprosesmisalnyabatasandariperubahankeadaan

(transformasi)atauperubahanaktualdaribahanmentah(input)ataupenyimpanan

material.Untuk masing-masing unit operasiatau departemen, tujuan, input, transformasi, dan output haruslah didefenisikan. Jika


(13)

teknologinyakompleks,penambahan pengelompokandepartemenakandibutuhkan. Aliran kerjadari prosestransformasi(konversiinputmenjadioutput)harusdibuatdalambentuk

flowchart,meliputialiranmaterial,stasiunkerja,danbentukfisikyaitubatasan

informal.Pada sistemlinearsepertikebanyakan sistem produksi, output merupakansatulangkahsetelahinput.Padasistemnonlinearsepertipelayanan ataupun lingkungan pendidikan langkah proses berupa paralel.Tujuandaritahapaniniyaituuntukmengetahuipeningkatan peluang dan koordinasi pada desain teknik dan fasilitas.Identifikasi alirankerjasebelum pemprosesandengananalisistugasyangjelasakanmemberikanmasukanyang

bermanfaatuntukprosesanalisis.Padaaliranproses,seorangmacroergonomistatau analis dapat mengolah dengananalisis tugasdari kerjafungsi dan tugas.

Langkah 4:Identifikasi variansi

Variansi merupakandeviasiyangtidak diharapkan atau tidak diinginkan dan suatu operasistandar,kondisi,spesifikasidannorma.Melaluivariansi,Deming (1986) membedakanantaraspesialatauhalbiasa,penyebabyang abnormaldanvariasi sistemyangdiinginkandarioperasisecaranormal.Variansi

khususharusdipecahkandahuluagarproseskerjaterkontrol.Bagiseorang ergonomis, identifikasivariansipadalevelprosesataupun leveltugas dapatdilakukandengan menambahkaninformasipentinguntukpekerjaandanperubahan sistem kerja untuk peningkatan keamanan dankualitas kerja.Dengan menggunakanflowchart, prosesdananalisiskerja dapatdituangkandalamflowchartdanseorang


(14)

macroergonomist dapat mengidentifikasi variansi.

Langkah 5: PembuatanMatrixVariansi Variansikuncimerupakanvariansiyang

secarasignifikanmempengaruhikriteria performasidan/atau mungkin berinteraksidengan variansilainnyadanmemiliki dampak khusus. Tujuandaritahapan iniyaitu untuk menggambarkan hubungan antara variansipada prosestransformasikerja untukmelihatfaktor manayang mempengaruhifaktor lainnya.Variansidapatdibuatdengantujuansebagaisumbu Y-axis dan horizontal X-axis. Unit operasi dapat dideteksi danmasing-masing kolommenerangkansatuvariansi.Seorang ergonomisdapatmembacamasing-masingkolomuntukmelihatjikavariansimempengaruhivariansilain.Masing-masing kolomdapatmenerangkanhubunganantaradua variansi.Selyangkosong menjelaskanbahwadua variansitidakberkorelasi. Seoranganalisdapat memperkirakanvariansi denganmenggunakan skalalikert.Akandapat dibuat dalam basis antaravariansi ataupun kombinasi darivariansiyang secarasignifikan mempengaruhikinerja.Halinidapatmembantu untukmengidentifikasivariansi kunci.Variansiterdiridari kuncibila variansitersebutberdampaksecara signifikan terhadap kuantitasproduksi, kualitasproduksi, biayaoperasi(pemeliharaan, bahan

baku, dankerjalembur),biayasosial (ketidakpuasan dan

keamanan)ataujikavariansiitumemilikibanyakhubungandenganvariansi lain(padamatrix).Biasanya,mengikutiaturanpareto,hanya10-20%variansi yangsignifikan berpengaruh terhadap kualitas, kuantitas dan biayaproduk.


(15)

Langkah 6: Pembuatan tabel kunci pengaturan varians dan aturan jaringan kerja Tujuan pada tahapan ini yaitu melihat bagaimana variansi yang ada dapat terkontrol dan kemudahan untuk menyediakan pendukung tambahan yang diperlukan. Tabel kunci variansi terdiri dari: unit operasi dimana terdapat pengaturan variansi, siapa orang yang bertanggung jawab, apa pengaturan aktivitas yang harus dilakukan, peralatan ataupun teknologi yang mendukung, komunikasi, informasi dan keterampilan serta pengetahuan khusus yang diperlukan untuk mendukung sistem kontrol.

Langkah 7: Pengujian alokasi fungsi dan rancangan joint

Tahapaniniberupayamengalokasikanfungsi dantugaspada manusia danmesin atau computersecarasistematis. Halinisangatmembantu untuk mengevaluasi lingkungandalamprosespenyaringandata sebelummemutuskanalokasiyang sesuai.Kemudian,secara proposionalakandilakukanalokasimanusia,mesin ataupunkeduanya. Selanjutnya akandibuatperencanaankebutuhandengan memperhatikan faktor kesehatan dan keselamatan kerja, kebutuhan operasional, karakteristikfungsi. Pada tahapanini,hipotesisperancanganorganisasiakan digeneralisasidan diiterasiuntuk menghasilkananalsisyang baru.Sekarang saatnyauntuk membuat spesifikasi tingkatperancangan organisasiyaitu kompleksitas, sentralisasi, formalisasi dan membuat strukturyang spesifik. Tergantung pada level proses analisis sistem kerja yang ada, kemudian akan dibuatrancanganataurancanganulang


(16)

padalevelorganisasiataulevelgrupatau tim.

Langkah 8: Penjelasanaturan dan persepsi tanggungjawab Sangatlahpenting

untukmengidentifikasibagaimanapekerjamenanggapiperan mereka pada tabel kuncivariansi,khususnya bilapada tabel tersebutdicantumkan orangyang belummengetahuitugasdantanggung jawabnya.Melaluiinterview, tugaspekerja dapatdianalisisdenganpersepsimereka terhadaptugasnya.Seorang analisdapatmembandingkantugasyang ada denganpersepsipekerjaterhadap tugasnyauntukmenghindarikebingunganpada pekerja mengenaitugasdan tanggung jawabnya. Jikaterdapatperbedaanpersepsi,dapatdiatasidengan memberikan pelatihan, komunikasi dan perancangan alat.

Langkah 9: Perancangan/Perancangan ulangsubsistem pendukung

Tahapan inibertujuan untuk memutuskan apakah akan dilakukan perancangan terhadapsistemkerjayang ada.Dansangatdiperlukanfungsialokasiyang sesuai denganspesifikasikebutuhan,sumberdayawaktuyang tersediauntuk mengimplementasikanperbaikan(sumberdaya manusia dansumberdaya modal/aspekfinansial). Khususnya padalevel tim atau pun individual, faktor lingkungan internal harus dibuat sedemikian rupa untuk meningkatkan keselamatanmanusia.Faktor lingkunganfisikpunharusdiperhatikanmeliputi: temperatur, pencahayaan, kelembapan, dan kontrol kebisingan.


(17)

Langkah 10:Implementasi,Iterasi dan perubahan

Pada tahapanini,akandiputuskanuntukmengimplementasiataumengacuhkan perubahanpadasistemkerjayangada.Timmakroergonomitidakmemilikihak

sepenuhnyauntukmengimplementasikanperubahanyang dirancang,proposal dengan rekomendasiharuslah diajukanpadaorganisasiyang bersangkutan. Tahapaninibersifatiteratifdanuntukperbaikanterusmenerusevaluasiyang ada dapat menjadi masukan untuk perbaikan sistem kerja.

3.3. Pembuatan Kuesioner

Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Pada penelitian, penggunaan kuesioner merupakan hal yang sangat pokok dalam pengmpulan data. Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan dengan cara mengisi pertanyaan yang diajukan oleh peneliti terhadap responden yang dipilih. Syarat pengisian kuesioner adalah pertanyaan harus jelas dan mengarah ketujuan penelitian.

Kuesioner dapat dibedakan atas : 1. Berdasarkan cara menjawab

a. Kuesioner terbuka, yang memberikan kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri tanpa dibatasi oleh apapun.


(18)

b. Kuesioner tertutup, yang telah disediakan jawabannya sehingga responden hanya tinggal memilih sesuai pilihan yang ada.

2. Berdasarkan jawaban yang diberikan

a. Kuesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya atau memberikan informasi mengenai perihal pribadi.

b. Kuesioner tidak langsung, yaitu jika responden memberikan respon tentang perihal orang lain.

3. Berdasarkan bentuknya

a. Kuesioner pilihan ganda, yaitu sama seperti kuesioner tertutup, dimana terdapat pilihan jawaban.

b. Kuesioner isian, yaitu sama seperti kuesioner terbuka, berbentuk essay. c. Check List, yaitu sebah daftar dimana responden tinggal membubuhkan

tanda check list pada kolom yang sesuai.

d. Rating Scale, yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya, mulai dari sangat setuju hingga sangat tidak setuju.

3.4. Skala Likert

Format tipe likert dirancang untuk memungkinkan responden menjawab dalam berbagai tingkatan pada setiap butir yang menguraikan jasa atau produk. Adapun di dalam skala likert, tingkat kepentingan responden terhadap suatu pertanyaan dalam angket diklafikasikan sebagai berikut :


(19)

2. Setuju, dengan simbol (S) 3. Netral, dengan simbol (N)

4. Tidak Setuju, dengan simbol (TS)

5. Sangat Tidak Setuju, dengan simbol (STS)

Skala likert memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1. Alasan kemudahan pembuatan

2. Interval respons yang lebih besar yang membuat skala ini dapat memberi keterangan yang nyata dan tegas mengenai pendapat responden

3. Reliabilitas yang relatif tinggi (makin banyak jumlah item, makin berkurang reliabilitasnya)

4. Dapat memperlihatkan beberapa responsi alternatif konsumen terhadap karakteristik produk

3.5. KeseimbanganTermal

Pengaturan suhu atau regulasi termal adalah suatu pengaturan secara kompleks dari suatu proses fisiologis dimana terjadi kesetimbangan antara produksi panas dengan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan. Suhu tubuh manusia yang dapat diraba/dirasakan tidak hanya didapat dari metabolisme, tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan. Panas lingkungan yang semakin tinggi menyebabkan pengaruh yang semakin besar terhadap suhu tubuh, sebaliknya jika suhu lingkungan semakin rendah maka semakin banyak panas tubuh yang hilang. Dengan kata


(20)

lain terjadi pertukaran proses antara tubuh manusia yang di dapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama pertukaran masih seimbang, tidak akan menimbulkan gangguan, baik penampilan kerja maupun keselamatan kerja.3

Gambar3.1.KeseimbanganPanas antaraPanas yang Dihasilkan denganPanas yang Dikeluarkan

Keseimbangan panas antara panas yang dihasilkan dengan panas yang dikeluarkan dapat diilustrasikan pada Gambar 3.1.

Pengeluaran panas(heatloss)daritubuhke lingkunganatausebaliknya berlangsung secarafisika.Permukaantubuhdapatkehilanganpanasmelalui pertukaranpanassecara radiasi,konduksi,konveksi,danevaporasiair.Heatstress dapatterjadipadakondisipanasyang diproduksilebihbesardaripadapanasyang hilang.Keseimbanganpanasyangterjadidalamtubuh dapatdilihatpadaGambar3.2.

3

Parsons,K.C,2003,HumanThermalEnvironment(LondonandNewYork:Taylor&Francis Group),hal. 36-38.


(21)

Gambar3.2.PertukaranPanas TubuhKe Lingkungan

ASHRAE(1989a)memberikanpersamaankeseimbanganpanas sebagai berikut:

M – W= (C+R+Esk)+(Cres +Eres)

Dimana:

M : tingkat produksienergi metabolisme W : tingkat pekerjaanmekanik

C : tingkat kehilangan panas konvektif dari kulit R : tingkat kehilangan panas radiatifdari kulit

Esk : tingkat kehilangan panas pengupan totaldari kulit Cres : tingkat kehilangan panas konvektif dari pernapasan Eres : tingkat kehilangan panas penguapan dari pernapasan


(22)

Catatan bahwa:

Esk=Ersw+Edif Dimana:

Ersw : tingkat kehilangan panas penguapan kulit melalui keringat Edif : tingkat kehilangan panas penguapan kulit melalui kelembaban

3.6. IndividualClothing

Dalammenjagakeseimbanganpanastubuhyang mengalir kekulit, menentukansuhukulit, melaluiperpindahan kepermukaanpakaian, menentukan suhupakaiandansuhulingkunganluar maka tubuhharusmenjaga keseimbangan panas. Panasakanmengalirkeluardaritubuhsampaimencapaikesetimbangan suhu tubuh, suhu kulit dan suhu pakaian dalam suhu lingkungan4

Jenis Pakaian

.Berikut adalah tabelnilaiinsulasipanasuntuksetiapjenispakaianyangditunjukkanpadaTabel3.2.

Tabel 3.2. Nilai Insulasi Panas (Iclo) untuk setiap Jenis Pakaian Insulasi Panas (Iclo) Pakaian Dalam

CelanaDalam 0.03

Celanadalam berkaki panjang 0.10

Singlet 0.04

Kaos 0.09

Kemeja/blus

Lengan panjang 0.15

Tebal, lengan panjang 0.20

Normal, lengan panjang 0.25

Kemejaplanel, lenganpanjang 0.30 Blus tipis, lengan panjang 0.15

Tabel 3.1. Nilai Insulasi Panas (Iclo) untuk setiap Jenis Pakaian (Lanjutan)

4


(23)

Jenis Pakaian Insulasi Panas (Iclo) Celana

Pendek 0.06

Tebal 0.20

Normal 0.25

Planel 0.28

Gaun/rok

Rok tipis(musim panas) 0.15

Gaun tebal (musim dingin) 0.25 Gaun tipis, lengan pendek 0.20 Gaun musimdingin, lengan 0.40

Boiler suit 0.55

Baju hangat

Rompi berlengan 0.12

Baju hangat tipis 0.20

Baju hangat 0.28

Baju hangat tebal 0.30

Jaket

Jaket musimpanas 0.25

Jaket 0.35

Blazer 0.30

Insulasitinggi, fibre-pelt

Boiler suit 0.90

Celana 0.35

Jaket 0.40

Rompi 0.20

Pakaian Luar

Mantel 0.60

Jaket 0.55

Parka 0.70

Keseluruhan fiber-pelt 0.55

Lain-lain

Kaus kaki 0.02

Kaus kaki tebal sepanjang 0.05

Kaus kaki tebal panjang 0.10

Stokingnilon 0.03

Sepatu (bersol tipis) 0.02

Sepatu (bersol tebal) 0.04

Sepatu bot 0.10

Sarungtangan 0.05

Sumber: Human Thermal Environments, Ken Parsons


(24)

Metabolic rate adalah panas di dalam tubuh sepanjang beraktivitas. Nilai dari metabolic rate sangat bervariasi tergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Pada umumnya, metabolic rate diukur dalam satuan met (1 met = 50 kcal h-1 m-2

kimiawi dalam jaringan maupun sel tubuh untuk mempertahankan hidup dan pertumbuhannya

). Semakin banyak melakukan aktivitas fisik maka semakin banyak panas yang dihasilkan. Metabolisme merupakan proses perubahan secara fisik dan

5

No.

. Semakin cepat terjadinya proses metabolisme, maka semakin banyak energi yang dihasilkan dari proses pembakaran kalori tubuh. Nilai untuk masing-masing aktivitas dan kecepatan metabolisme dapat dilihat pada Tabel 3.3

Tabel 3.3. Aktivitas danKecepatan Metabolisme

Aktivitas Satuan

Met W/m2

1 Berbaring 0.8 46

2 Duduk Tenang 1.0 58

3 Tukangjam 1.1 65

4 Berdiri santai 1.2 70

5 Aktivitas biasa(kantor, rumah tangga, sekolah) 1.2 70

6 Menyetirmobil 1.4 80

7 Pekerjagrafis – tukangjilid 1.5 85

8 Berdiri,aktivitas ringan(belanja, lab, industryringan) 1.6 93

9 Guru, mengajardidepankelas 1.6 95

10 Kerja rumah tangga(cukur, mencuci, berpakaian) 1.7 100

11 Berjalan di dataran, 2 km/jam 1.9 110

12 Berdiri,aktivitas sedang(menjagatoko, rumah tangga) 2.0 116 13 Industri bangunan, memasangbata (bata15,3 kg) 2.2 125

14 Berdiri mencuci piring 2.5 145

15 Kerja rumah tangga-mengumpulkan daun di halaman 2.9 170 16 Kerja rumah tangga– mencuci dengan tangan danmenyetrika 2.9 170

17 Besi dan baja-menuang,mencetak 3.0 175

18 Industri–membentuk cetakan 3.1 180

19 Berjalandi dataran,5 km/jam 3.4 200

. Tabel 3.3. Aktivitas danKecepatan Metabolisme (Lanjutan)

5


(25)

No. Aktivitas Satuan Met W/m2

20 Kehutanan–memotongdengangergajisatutangan 3.5 205

21 Pertanian– membajakdengankuda 4.0 235

22 Olahraga–meluncurdiatases,18km/jam 6.2 360

23 Peranian–menggalidengancangkul(24angkatan/menit) 6.5 380

24 Olahraga– skidiantara18 km/jam 7.0 405

25 Kehutanan–bekerjadengankapak(2kg,33ayunan/menit) 8.6 500

26 Olahraga–lari 15km/jam 9.5 550

Sumber:NevilleStanton&Auliciems,AndrisandStevenV.Szokolay

3.8. HeatStress Index(HSI)

Heat Stress Index (HSI) merupakan salah satu metode yang dapat digunakanuntukmembuktikanadanyaindikasiheatstresspada pekerja di tempatnyabekerja.MetodeinidikembangkanolehBeldingdanHactpadatahun1955.Pa dadasarnya,HSI merupakanperbandingandaripenguapanyang dibutuhkanuntuk mencapaikeseimbanganpanas(Er eq)daripenguapanyang diperoleh

darilingkungan(Emax)6

6

Naville, Stanton dkk. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics Method. London: CRC Press,hal. 62-5–62-6.

.Berikutadalahartirentang nilaiHSI yang ditunjukkanpadaTabel 3.4.


(26)

Tabel3.4. ArtiRentangNilaiHSI

HSI EfekPaparan Selama 8jam PengaruhTerhadapPekerja -20 Tekanan dingin yangringan Pemulihandari paparan panas

0 Tidakterjaditekananpanas Tidak ada

10-30 Terjadi tekanan panas, dari

tingkat ringan hingga sedang

Sedikit pengaruh pada

pekerjaanfisik, memungkinkan penurunan kemampuan kerja

40-60 Terjaditekanan panas,daritingkat

sangatberat

Ancamankesehatan

bagipekerjayangtidaklayak, aklitimasidibutuhkan

70-90 Terjaditekanan

panas,daritingkatyangsangatberat Pemilihanselektif pekerja

100 Tekanan panas maksimalharian Dapat ditoleransiapabilafit, aklitimasipadapekerjamuda

>100 Waktu paparanterbatas Temperaturintitubuh meningkat

Sumber:NevilleStanton&Auliciems,AndrisandStevenV.Szokolay


(27)

METODOLOGI PENELITIAN

4.1.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara III Kebun RantauPrapat yang berlokasi di Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan November 2016 sampai dengan Februari 2017.

4.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif karena penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan permasalahan yang ada pada pabrik pengolahan karet PT. Perkebunan Nusantara III Kebun RantauPrapat dan memberikan usulan perbaikannya. Berdasarkan analisis dan jenis data, penelitian ini termasuk dalam penelitian gabungan karena penelitian ini menggunakan data yang bersifat kuantitatif dan kualitiatif.

4.3. Objek Penelitian

Objek yang diteliti pada penelitian ini yaitu mesin dan peralatan, kondisi lingkungan kerja fisik, layout, metode kerja, kebijakan organisasi, dan pekerja yang berada dalam lingkuppabrik pengolahan karet PT. Perkebunan Nusantara III Kebun RantauPrapat.


(28)

Variabel yang digunakan padapenelitian ini adalah: a. VariabelIndependen

Variabel independen atau variabel bebas merupakan variabel yang dapat mempengaruhi variabel dependen baik secara positif maupun negatif. Variabel independen pada penelitian ini adalah:

1. Mesin dan peralatan

Semua mesin dan peralatan yang digunakan di lantai produksi pengolahan karet.

2. Kondisi lingkungan kerja fisik

Semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

3. Layout

Susunan mesin dan peralatan yang berada di lantai produksi pengolahan karet.

4. Metode kerja

Cara kerja yang ditetapkan untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan kerja.

5. Kebijakan organisasi

Kebijakan yang dibuat oleh perusahaan untuk mencapai visi dan misi perusahaan.


(29)

Seluruh pekerja yang terlibat dalam proses pengolahan karet. b. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi variabel lain yaitu desain kerja. Desain kerja menggambarkan bagaimana pekerjaan, tugas, dan peran yang terstruktur ditetapkan dan dimodifikasi, serta dampaknya pada individu, kelompok, dan hasil organisasi.

4.5. Kerangka Konseptual

Kerangka berpikir menunjukkan hubungan logis antara variabel-variabel yang telah diidentifikasi yang penting dan menjadi fondasi dalam melaksanakan penelitian. Kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

4.6. Metode Pengumpulan Data

Metodepengumpulan datayangdigunakanadalahsebagai berikut:

1. Metodewawancara,yaituteknikpengumpulandatadenganmelakukantanya jawab kepadaasisten pengolahandan pekerjamengenai gambaran perusahaan.

2. Metode survei dengan kuesioner yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberi beberapa pertanyaan yang akan dijawab oleh responden berdasarkan dengan masalahyang adadi lapangan. Kuesioneryang dilakukanpada penelitianadalah kuesioner terbuka dankuesioner tertutupterkait denganperbaikan desain kerja.


(30)

Mesin dan Peralatan

Kondisi Lingkungan Kerja

Fisik

Pekerja Kebijakan Organisasi

Layout

Metode Kerja

Desain Kerja

3. Metodepengukuran,yaituteknikpengumpulandatasecaralangsungdengan

menggunakanalatukur.Datayangdiambildenganteknikpengukuran ini yaitudata temperaturudara,temperaturkering,temperaturbasah,temperatur globe, kecepatan angin dan kelembaban udara.

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual

4.7. InstrumenPenelitian

Instrumenyangdigunakan dalam penelitian iniyaitu:

1. 4in1Environmental,yangberfungsiuntukmengukur temperatur,kelembaban, intensitas cahaya, dan kebisingan.


(31)

Gambar 4.2. 4 in1 Environmental

Spesifikasi alat4 in 1 Environmentaldapat dilihat padaTabel 4.1.

Tabel4.1. Spesifikasi 4in1Environmental

No. Spesifikasi Keterangan

1. Fungsi Mengukur suhu(oC-oF), cahaya (lux), kelembaban 2. Dimensi (%RH), dan kebisingan (db)

3. Berat 251,0 x 63,8 x 40 mm 4. Aksesoris 250 gr

5. Pengukuran Suhu 9 V Baterai

6. Pengukuran pengukuran dimulai dari-20oC-750oC / -4oF-1400o 7.

F Kelembaban RH 25% - 95% RH dengan resolusi RH 0,1% 8. Pengukuran 35dB – 100dB dengan resolusi 0,1dB

2. GlobeThermometer,yangberfungsi untuk mengukur suhubasah, suhukering, dan suhu bola.


(32)

Spesifikasi GlobeThermometerdapat dilihat padaTabel4.2.

Tabel4.2. SpesifikasiBlack GlobeThermometer

No. Spesifikasi Keterangan

1. Fungsi Pengukuran temperatur globe, temperatur basah,temperatur kering

2. Dimensi Panjang 9,2 in (23,5 cm); lebar 7,2 in (18,3 cm), tinggi3,0 in (7,5 cm)

3. Berat 1,2 kg

4. Aksesoris 9V alkaline: 140 jam

5. Tipe sensor Suhu: 1000 ohm platinum RTD 6. Akurasi Suhu : +/-0,5oCantara0oCdan 100oC

3. Anemometeryangberfungsi mengukurkecepatanudara

Gambar 4.4. Anemometer

Spesifikasi anemometerdapat dilihat padaTabel4.3.

Tabel4.3. SpesifikasiAnemometer

No. Spesifikasi Keterangan

1. Fungsi Mengukur kecepatan angin 0,1 sampai 20 m/s 2. Berat 180 gr

3. Aksesoris Baterai 9v ukuran AA, daya tahan 4 jam 4. Akurasi ±5%


(33)

4. Kuesioner

Insrumen pengumpulan data yang digunakan dalam langkah identifikasi varians ialah kuesioner terbuka dan kuesioner tertutup. Penyebaran kuesioner terbuka bertujuan untuk mengetahui kondisi sistem kerja yang terdapat pada PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat. Kondisi yang ingin diketahui mencakup beberapa aspek sesuai dengan variabel penelitian yang digunakan. Penyebaran kuesioner tertutup bertujuan untuk mengetahui persepsi pekerja dan penilaian terhadap kondisi sistem kerja saat ini (current condition) serta sebagai acuan perbandingan untuk mencapai kondisi sistem kerja yang diinginkan (desired condition). Kuesioner yang digunakan ditunjukkan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

4.8. Instalasi PeralatanPengukuran

Pengukuran untuk mendapatkan data-data termal mengikuti standar dan ketentuan yang ada. Penentuan titik pengukuran pada penelitian mengikuti ASHRAE Standar 55 (2004), suatu titik pengukuran harus mengikuti syarat-syarat berikut:

1. Titik pengukuran berada di area kerja pekerja dan pekerja cukup lama menghabiskan waktunya di titik tersebut.

2. Adanya informasi dan laporan pekerja mengenai ketidaknyamanan yang dirasakan terkait heat stress ketika beraktivitas di titik tersebut.


(34)

3. Mengenai jumlah titik pengukuran, tidak terdapat angka pasti (minimal, maksimal, atau range), sehingga jumlah titik pengukuran akan didasarkan pada kondisi tempat kerja

Standar yang kedua adalah pengukuran pada ketinggian yang berbeda untuk setiap titik pengukuran dari lantai berdasarkan ASHRAE Standard 55-2004 dengan asumsi standar tersebut sesuai dengan kondisi pekerja yang ada di Indonesia. Standar tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5. Standar Ketinggian Pengukuran dari Lantai No. Jenis Aktivitas Kerja Ketinggian Alat Ukur (m)

1. Berdiri 0,1

2. 1,1

3. 1,7

4. Duduk 0,1

5. 0,6

6. 1,1

Adapun titik-titik pengukuran dapat dilihat pada Gambar 4.5. berikut.

Up x x x x Up x LEGENDA KETERANGAN SIMBOL

Palet penampung hasil sortasi Jalur lori

Meja operator Operator Titik pengukuran


(35)

4.9. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah keseluruhan pekerja pada pabrik pengolahan karetPT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat yang berjumlah 25 orang.

Pengambilan data sampel yang digunakan diambil menggunakan teknik total sampling yang berarti jumlah sampel yang diambil sama dengan jumlah populasi.

4.10. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan mengacu kepada langkah-langkahprosesMEAD:

1. Pemeriksaan kondisilingkungan dan subsistem organisasi

2. Pendefenisian tipesistem produksi dan pengaturan ekspektasi kinerja 3. Pendefenisian unit operasi dan proses kerja

4.Identifikasi variansi 5. Pembuatan matrixvariansi

6. Pembuatan tabel kuncipengaturan varians danaturan jaringan kerja 7. Pengujian alokasi fungsi dan rancangan joint

8. Penjelasan aturan danpersepsi tanggungjawab

9. Perancangan/perancangan ulangsubsistem pendukung 10.Implementasi, iterasidan perubahan


(36)

4.11. Metode Analisis

Analisis dilakukan dengan menguraikan hasil pengolahan data sehingga dapat ditemukan akar permasalahan yang selanjutnya dievaluasi dengan pendekatan makro ergonomi untuk menghasilkan usulan perbaikan desain kerja pada pabrik pengolahan karetPT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat.


(37)

Rumusan Masalah :

Perbaikan desain kerja pabrik pengolahan karet pada bagian produksi

Pengumpulan Data

Data Primer :

-Hasil penyebaran kuesioner -Hasil pengukuran -Wawancara

Data Sekunder :

-Informasi lain dari perusahaan

Pengolahan Data :

1.Pemeriksaan kondisi lingkungan dan subsistem organisasi 2. Pendefenisian tipe sistem produksi dan pengaturan ekspektasi kinerja 3. Pendefenisian unit operasi dan proses kerja

4. Identifikasi variansi 5. Pembuatan matrix variansi

6. Pembuatan tabel kunci pengaturan varians dan aturan jaringan kerja 7. Pengujian alokasi fungsi dan rancangan joint

8. Penjelasan aturan dan persepsi tanggung jawab 9.Perancangan/perancangan ulang subsistem pendukung 10. Implementasi dan perbaikan

Analisis dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran Studi Pendahuluan :

Observasi awal pada PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat dan mengidentifikasi masalah yang akan diteliti

Tujuan Penelitian : 1.Mengidentifikasi permasalahan desain kerja

2.Menilai pengaruh dari komponen-komponen desain kerja terhadap partisipasi operator dalam mendukung pelaksanaan perbaikan desain kerja.

3.Memberikan usulan perbaikan terhadap setiap perbaikan desain kerja kerja


(38)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dengan mengikuti prosedur dari metode Macro Ergonomic Analysis and Design (MEAD). MEAD terdiri atas 10 langkah yaitu:

1. Pemeriksaan kondisilingkungan dan subsistem organisasi

2. Pendefenisian tipesistem produksi dan pengaturan ekspektasi kinerja 3. Pendefenisian unit operasi dan proses kerja

4.Identifikasi varians 5. Pembuatan matrixvarians

6. Pembuatan tabel kontrol varians kunci dan jaringan peran 7. Pengujian alokasi fungsi dan rancangan

8. Penjelasan aturan danpersepsi tanggungjawab

9. Perancangan/ perancangan ulangsubsistem pendukung 10.Implementasi, iterasidan perbaikan

Langkah-langkah MEAD dapat dikategorikan ke dalam 2 bagian, bagian pertama yaitu pengumpulan data yang dilakukan dari langkah 1 sampai langkah 5 dan bagian kedua yaitu pengolahan data yang dilakukan dari langkah 6 sampai langkah 10.


(39)

5.1. Pengumpulan Data

5.1.1. Pemeriksaan Kondisi Lingkungan dan Sub-sistem Organisasi

Pemeriksaan kondisi lingkungan dan sub-sistem organisasi dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan dari pihak manajemen perusahaan. Data-data yang dikumpulkan dalam pemeriksaan kondisi lingkungan dan sub-sistem organisasi yaitu data profil pekerja, data mesin dan peralatan, data jam kerja, dan data struktur organisasi. Data-data ini digunakan untuk berbagai keperluan seperti menentukan populasi responden dan unit-unit operasi pada setiap stasiun kerja. Data-data tersebut dapat dilihat pada Bab II.

5.1.2. Pendefenisian TipeSistem Produksi dan Pengaturan Ekspektasi Kinerja

Tipe sistem produksidan ekspektasi kinerja suatu perusahaan penting untuk diketahui dalam pendekatan makro ergonomi, dengan mengetahuinya dapat membantu untuk mendapatkan tingkatan optimal pada kompleksitas, sentralisasi dan formalisasi. Pada tahapan ini, kriteria dari key performance atau kunci performansi dapat diidentifikasi.

PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat menghasilkan empat tipe produk pengolahan karet dengan spesifikasi standar yang mengacu pada Green Book dan SNI yang dapat dilihat pada Tabel 5.1.


(40)

Tabel 5.1. Standar Kualitas Karet PT. Perkebunan Nusantara III Rantau Prapat

Kode Produk

Jumlah

Toleransi Keterangan

RSS I Min. 96% Gelembung udara hanya sebesar kepala jarum dan letaknya menyebar

RSS II Max. 2% Gelembung kecil yang ada tidak melampui 5% RSS III Max. 1% Gelembung kecil yang ada tidak melampui 10% Cutting Max. 1% Hasil sortiran dari RSS I, RSS II, RSS III yang

terdiri dari potongan karet yang kurang matang atau bergelembung.

Sumber : PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat

5.1.3. Pendefenisian Unit Operasi dan Proses Kerja

PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat terdiri atas enam unit operasi, yaitu penerimaan lateks, pengenceran lateks, penggilingan lateks, pengasapan lateks, sortasi lateks, dan pengepakan lateks. Penjelasan lebih rinci mengenai keenam unit operasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Unit-unit Operasi PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat

Unit Mesin/ peralatan Proses yang dilakukan Penerimaan

Lateks

Talang, bak penampungan

Truk pembawa lateks menuju tempat penampungan lateks

Pengentalan Lateks

Agitator, plat scoten, talang, saringan, bak koagulasi

Lateks dibongkar dan dialirkan melalui talang ke bak penampungan lateks

Penggilingan Lateks

Guthrie sheeter, bak pencucian

Koagulum yang sudah menggumpal digiling hingga menjadi lembaran-lembaran sheet

Pengasapan Lateks

Lori, bambu/ kayu Pengeringan lembaran sheet untuk menurunkan kadar air

Sortasi Lateks Parang Memisahkan antara RSS I, RSS II, RSS III dan cutting

Pengepakan Lateks

Electric automatic hidraulic press, paku bersih

Hasil sortasi dipress, dibungkus, dan diberikan merk


(41)

5.1.4. Identifikasi Varians

Instrumenpengumpulan data yang digunakan dalam langkah identifikasi varians ialah kuesioner terbuka. Teknik sampling yang digunakan dalam penyebaran kuesioner terbuka yaitu metode sensus atau total sampling. Metode sensus digunakan karena keseluruhan populasi yang akan diteliti dapat diakses dengan mudah oleh peneliti, dalam hal ini berjumlah 25 orang. Populasi yang diteliti yaitupekerja yang bertugas di pabrik pengolahan karet PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat.

Penyebaran kuesioner terbuka bertujuan untuk mengetahui kondisi sistem kerja yang terdapat pada PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat. Kondisi yang ingin diketahui mencakup beberapa aspek sesuai dengan variabel penelitian yang digunakan, yaitu: mesindan peralatan, kondisi lingkungan kerja fisik, layout, metode kerja, kebijakan organisasi, dan pekerja.

Butir-butir pertanyaan pada kuesioner terbuka dirumuskan berdasarkan variabel penelitian yang telah dipaparkan pada metodologi penelitian dan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Seluruh jawaban responden terhadap butir-butir pertanyaan kuesioner terbuka kemudian direkap dalam sebuah tabel dandisajikan dalam bentuk rekapitulasi jawaban disertai dengan persentase masing-masing jawaban. Rekapitulasi jawaban kuesioner terbuka dapat dilihat pada Tabel 5.3. Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan pada kuesioner terbuka dan didapatkan hasil kuesioner tersebut valid dan reliable sehingga dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.


(42)

BAB VI

ANALISIS DAN EVALUASI

6.1. Analisis dan Evaluasi Identifikasi Permasalahan dengan Kuesioner Terbuka

Metode MEAD (Macro Ergonomic Analysis and Design) yang dilakukan pada PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat secara garis besar bertujuan untuk menemukan permasalahan (variansi) yang terjadi pada lantai produksi, menentukan prioritas pemecahan masalah, serta membuat rancangan pemecahan masalah. Permasalahan-permasalahan yang terjadi di lantai produksi dikelompokkan berdasarkan komponen-komponen penyusun desain kerja, yaitu: mesin dan peralatan, kondisi lingkungan kerja fisik, layout, metode kerja, kebijakan organisasi, dan pekerja.

Berdasarkan pengelompokan permasalahan, diketahui bahwa desain kerja yang terdapat pada PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat memiliki kelemahan pada variabel kondisi lingkungan kerja fisik dan mesin dan peralatan.

Proses evaluasi merupakan langkah terakhir dalam penggunaan metode MEAD, yaitu iterasi, perbaikan, dan implementasi. Umumnyapeneliti tidak memiliki otoritas (kekuasaan) untuk mengimplementasikan hasil penelitiannya ke lapangan. Oleh karena itu, hasil dari metode MEAD merupakan konsep, rancangan, ataupun proposal yang perlu diajukan kepada pihak terkait yang berwenang atas objek penelitiannya (Hendrick, 2002). Proses pengajuan konsep tersebut dilakukan pada asisten lapangan PT. Perkebunan Nusantara III Kebun


(43)

Rantau Prapat untuk mendapatkan saran-saran perbaikan terhadap rancangan yang dibuat agar dapat mencapai apa yang diinginkan perusahaan.

Pengajuan konsep tersebut dilakukan secara iteratif, artinya bahwa setelah saran-saran perbaikan dari pihak berkepentingan diterapkan, masih terdapat kemungkinan rancangan tersebut belum disetujui sehingga dilakukan perbaikan kembali dan begitu seterusnya sampai rancangan tersebut dapat diterima oleh perusahaan. Hal ini umum terjadi apabila penelitian berkaitan erat dengan kebijakan penggunaan anggaran perusahaan.

6.2. Analisis dan Evaluasi Penentuan Tingkat Keparahan Permasalahan dengan Kuesioner Tertutup

Permasalahan yang terdapat pada variabel kondisi lingkungan kerja fisik yaitu area kerja yang terlalu panas, sedangkan permasalahan yang terdapat pada komponen mesin dan peralatan yaitu tidak adanya SOP untukmaintainance mesin.Proses perbaikan desain kerja dilakukan dengan memberikan usulan pemasangan turbin ventilator dan rancangan program perawatan.

Rancangan pemasangan turbin ventilator dapat diterima pihak perusahaan dengan baik dan akan dipertimbangkan untuk direalisasikan, sedangkan program perawatan mesin yang disusun oleh peneliti juga dapat diterima oleh pihak perusahaan dengan tambahan masukan dari asisten lapangan. Untuk lebih jelasnya, proses evaluasi setiap rancangan dapat dilihat pada sub-bab masing-masing.


(44)

6.3. Analisis dan Evaluasi Penentuan Alternatif-alternatif Solusi dan Pembobotan Alternatif

Penentuan alternatif-alternatif solusi dilakukan untuk menemukan kombinasi terbaik dari beberapa solusi permasalahan.Penentuan alokasi fungsi diperlukan untuk menentukan alternatif penyelesaian masalah terhadap varians-varians kunci yang telah didapatkan dari langkah sebelumnya. Bentuk alternatif penyelesaian masalah dirumuskan dalam bentuk diagram untuk memudahkan perbandingan antara satu alternatif dengan alternatif lainnya. Alokasi fungsi disajikan dalam bentuk tabel dan diagram yang menggambarkan alternatif-alternatif pemecahan masalah secara induktif, artinya alternatif-alternatif-alternatif-alternatif tersebut dijabarkan dari solusi umum menjadi solusi khusus.

Berdasarkan tabel alternatif solusi, setiap varians memiliki lebih dari dua alternatif solusi. Diagram pohon alternatif solusi menggambarkan kemungkinan-kemungkinan kombinasi solusi sehingga didapatkan 4 kombinasi alternatif.

Kombinasi-kombinasi alternatif yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya dievaluasi dengan memberikan bobot skor. Pemberian bobot skor didasarkan pada kriteria yang telah disusun. Perlu diketahui bahwa kriteria penilaian terbagi atas dua bagian, yaitu kriteria favorable dan kriteria unfavorable. Kriteria favorable merupakan kriteria positif dari suatu alternatif dan memiliki bobot skor positif, kriteria ini terdiri atas scope dan benefit. Kriteria unfavorable merupakan kriteria negatif dari suatu alternatif dan memiliki bobot skor negatif, kriteria ini terdiri atas riskoffailure dan costs.


(45)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Varians desain kerja yang diteliti yaitu mesin dan peralatan, kondisi lingkungan kerja fisik, layout, metode kerja, kebijakan organisasi, dan pekerja. Dua varians yang memiliki bobot nilai tertinggi dipilih untuk diselesaikan permasalahannya yaitu varians kondisi lingkungan kerja fisik dan varians mesin dan peralatan.

2. Perbaikan untuk varians kondisi lingkungan kerja fisik yaitu dilakukan pemasangan 4 buah turbin ventilator yang berdampak pada penurunan temperatur udara dan penurunanan nilai indeks paparan panas yang diterima operator dari 95,11%menjadi 80,98%.

3. Perbaikan untuk varians mesin dan peralatan yaitu dilakukan program perawatan preventif mesin yang mencakup rincian aktivitas perawatan dan pembuatan Standard Operational Procedure (SOP) untuk mesin guthrie sheeter.


(46)

7.2. Saran

Saran-saran yang dapat diberikan dari penelitian ini yaitu:

1. Kepada pihak manajemen PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat, disarankan untuk menjalankan rancangan-rancangan program perbaikan yang diusulkan dan melakukan evaluasi secara berkala untuk mengetahui efektivitas dari perbaikan sistem kerja yang dilakukan secara aktual.

2. Kepada pihak manajemen PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat, disarankan untuk membentuk satu unit baru dalam struktur organisasi guna memantau program perawatan yang terkoordinasi dengan bagian operasi, sehingga jadwal perawatan yang dilakukan sedapat mungkin tidak mengganggu kelancaran produksi perusahaan.

3. Kepada pihak manajemen PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat, disarankan untuk merealisasikan pemasangan turbin ventilator di stasiun sortasi RSS agar para pekerja nyaman dan tidak terkena penyakit akibat kerja.


(47)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat yang sekarang disingkat dengan KRPPT pada mulanya berasal dan bernama Kebun Pala Rantau Prapat Ost/West, salah satu kebun milik Pemerintah Belanda yang ada di Sumatera Utara. Pada tahun 1958 sesuai dengan Undang-Undang No. 86 Tahun 1958 oleh Pemerintah Republik Indonesia perusahan perkebunan milik Belanda ini kemudian diambil alih menjadi Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) dan Kebun Rantau Prapat termasuk dalam PPN Karet VII.

PPN Karet VII beberapa kali mengalami perubahan bentuk/ status badan hukum, sejalan dengan Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) yang berlaku maka pada tahun 1963 PPN berubah menjadi kesatuan Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) yang selanjutnya pada tahun 1974 bentuk hukumnya berubah menjadi PT. Perkebunan (Persero) dimana Kebun Rantau Prapat menjadi salah satu unitPT. Perkebunan III (Persero).

Selanjutnya melalui Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996, ketiga perseroan tersebut digabungkan dan diberi nama PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) yang kantor pusatnya berkedudukan di Medan. PT. Perkebunan Nusantara III memiliki perkebunan-perkebunan yang tersebar di Sumatera Utara sampai ke perbatasan Aceh dan Sumatera Barat.


(48)

Sebagai upaya untuk merespon perubahan berbisnis, yang dicirikan oleh perubahan dari era ekonomi industrial ke era ekonomi digital, PT Perkebunan Nusantara III (Persero) telah mencanangkan program transformasi bisnis pada bulan Agustus 2003. Implementasi ini diawali dengan pelatihan-pelatihan yang bertujuan untuk memahami seluk beluk program transformasi bisnis. Beberapa hasil dari pelaksanaan pelatihan tersebut telah dirumuskan untuk dijadikan sebagai pedoman bagi operasional perusahaan. Produk dari pelatihan antara lain, paradigma bisnis, the winning formula, yang terdiri dari visi, misi, tata nilai, dan strategi, indikator kerja atau Key Performance Indicator (KPI), dan upaya strategis atau strategic initiatives.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat merupakan perusahaan milik negara yang bergerak dalam bidang industri pengelolaan budidaya berupa komoditi karet dan kelapa sawit, memiliki 6 afdeling dan mengelola 1 Pabrik Pengolahan Karet (PPK) yang memiliki produk utama berupa Ribbed Smoked Sheet (RSS).

2.3. Lokasi Perusahaan

PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat berlokasi di Desa Afd.I Kecamatan Bilah Barat Kabupaten Labuhan Batu. Berjarak +/- 284 km dari Kota Medan dan +/- 4,5 km dari Kota Rantauprapat.


(49)

2.4. Daerah Pemasaran

PT. Perkebunan Nusantara III memasarkan hasil komoditas kelapa sawit dan karet ke pasar lokal dan luar negeri melalui PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) yang berkedudukan di Jakarta serta pemasaran CPO melalui Bursa Berjangka Jakarta (BBJ).

2.5. Organisasi dan Manajemen 2.5.1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan susunan yang terdiri dari fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan yang menyatakan keseluruhan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan. Secara fisik struktur organisasi dapat dinyatakan dalam bentuk gambar bagan yang memperlihatkan hubungan unit-unit organisasi dan garis-garis wewenang yang ada. Dengan demikian struktur organisasi dapat didefinisikan sebagai ciri organisasi yang dapat dipergunakan untuk mengendalikan dan membedakan bagian-bagian organisasi, sehingga perilaku organisasi dapat secara efektif dan efisien tersalurkan dan terkendali arahnya unuk menuju ketercapaian tujuan organisasi. Dengan pengorganisasian, maka dilakukan pembentukan departemen-departemen, penetapan wewenang, tanggung jawab, hierarki organisasi, yang tak kalah penting adalah penetapan orang-orang yang layak dan tepat untuk menduduki jabatan tersebut.

Struktur organisasi yang digunakan oleh PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat adalah struktur organisasi lini dan staff seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.


(50)

Manager

Askep Rayon A Askep Rayon B

Asisten Afd I

Asisten Afd II

Asisten Afd III

Asisten Afd IV

Asisten Afd V

Asisten Afd VI

Asisten

Pengolahan A S T A B A T U A P K Papam

Karyawan Pelaksana Keterangan :

Garis Komando Garis koordinasi


(51)

2.5.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab

Tugas dan tanggung jawab dari berbagai jabatan yang terdapat dalam struktur organisasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Manajer

a. Mengkoordinasikan penyusunan rencana anggaran belanja perusahaan b. Menandatangani dan mengecek dokumen, formulir dan laporan sesuai

dengan sistem prosedur yang berlaku.

c. Mengarahkan kegiatan-kegiatan kepada Asisten. d. Melaporkan data serta kegiatan yang ada ke Direksi.

e. Menyusun dan melaksanakan kebijakan umum perkebunan sesuai dengan norma pedoman dan instruksi dari pimpinan umum.

f. Menelaah dan mendisposisi surat-surat masuk untuk penyelesaian selanjutnya.

g. Membina dan meningkatkan kesejahteraan sosial karyawan.

h. Membina suasana kekeluargaan dan kerja sama yang baik antara asisten, karyawan dan warga serta memelihara keamanan.

i. Membina dan mengawasi serta mempertanggung jawabkan jalannya koperasi.

2. Asisten Kepala (Askep)

Asisten Kepala terbagi atas dua bagian yaitu Asisten Kepala Rayon A dan Asisten Kepala Rayon B yang mempunyai tanggung jawab dan tugas yang sama, dimana setiap asisten kepala menaungi beberapa asisten afdeling. Adapun tugas dan tanggung jawab Asisten Pengolahan yaitu:


(52)

a. Menerima perintah dan tanggung jawab Manajer.

b. Mengkoordinasi perencanaan dan pelaksanaan kegiatan Asisten. c. Melaporkan data serta kegiatan produksi pada Manajer.

d. Mengawasi kegiatan-kegiatan Asisten.

e. Mengajukan saran dan usulan untuk meningkatkan efesiensi pabrik 3. Asisten Afedling

a. Bertanggung jawab atas keberhasilan dan peningkatan hasil kebun.

b. Membuat laporan hasil kebun yang dipertanggung jawabkan kepada manager

c. Membuat agenda untuk perawatan dan pemupukan pada kebun. d. Memberikan instruksi dan program kerja pada mandor kebun. 4. Asisten Pengolahan

a. Menjamin bahwa kebijakan mutu dimengerti, diterapkan dan dipelihara seluruh mandor-mandor dan pekerja diproses pengolahan.

b. Membuat rencana pemakaian tenaga kerja, peralatan dan bahan-bahan kimia yang digunakan pada proses pengolahan sesuai dengan RKAP (Rencana Kerja Anggaran Pendapatan) dan penjabarannya ke RKO (Rencana Kerja Operasional).

c. Berusaha agar proses pengolahan dilakukan di pengolahan lateks pekat dan BSR efektif dan efisiensi supaya produktifitas dapat tercapai.

d. Mempersiapkan agenda meeting yang berhubungan dengan proses pengolahan seperti produksi, tenaga kerja, peralatan, bahan-bahan kimia yang digunakan.


(53)

e. Mengendalikan proses pengolahan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

f. Pengawasan barang-barang yang dipasok pelanggan jangan sampai hilang atau rusak.

g. Melakukan pengawasan terhadap identifikasi dan mampu telusur yang berhubungan dengan proses pengolahan sampai pada final produk di gudang.

h. Melakukan adjustment sesuai dengan data-data yang telah diberikan oleh Asisten Laboratorium.

i. Melakukan pengawasan terhadap jumlah bahan baku yang diterima serta produksi yang dikirim.

j. Mengawasi penanganan dalam proses pengolahan dan final produksi sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan serta penanganan packing dan penyimpanannya.

k. Mengawasi dan mengevaluasi stock produksi yang ada di gudang atau storage tank untuk lateks pekat.

l. Mengendalikan catatan mutu termasuk identifikasi, pengarsipan, pemeliharaan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.

m. Mengorganisasi auditee diproses pengolahan sehingga Instruksi Kerja (IK) dapat dilaksanakan secara efektif.

n. Bertanggung jawab kebersihan terhadapa seluruh lingkungan pabrik. o. Bertanggung jawab terhadap pencapaian target produksi sesuai bahan baku


(54)

p. Melakukan tindakan perbaikan pencegahan yang tidak sesuai yang ditentukan dalam IK.

q. Menandatangani dan mengevaluasi check sheet dalam proses pengolahan. r. Membuat laporan manajemen pengolahan.

s. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan untuk semua Mandor di proses pengolahan.

5. Asisten Personalia Kebun

a. Meneliti dan mengawasi penanganan yang berhubungan dengan penerimaan dan pengambilan tes aspek karyawan pensiun atau pesangon. b. Bertanggung jawab mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah

perbaikan hidup karyawan dan masalah perburuhan.

c. Menjadi penghubung antara perusahaan dengan masyarakat yang ada kaitan dengan pekerjaan kedinasan.

d. Memelihara hubungan baik antara karyawan dan pimpinan dan masyarakat sekitarnya.

6. Asisten Tata Usaha

a. Mengkoordinir pekerjaan bidang personalia, umum, jamsostek/dapenbun dan bidang Laporan Peristiwa Masalah Umum (LPMU)/ kependudukan. b. Menjamin bahwa semua personil dibagian personalia dan tata usaha

mengerti, menerapkan dan memelihara kebijakan mutu yang telah ditetapkan oleh Top Management.


(55)

c. Menjamin bahwa semua aktifitas-aktifitas pelatihan dengan prosedur mutu dan catatan mutu yang telah didokumentasikan dan diterapkan sampai dengan efektif.

d. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan untuk semua personil yang ada di bagian personalia.

e. Mempersiapkan daftar program pelatihan untuk semua personil.

f. Mengkoordinir pelatihan termasuk fasilitas yang dilatih, pelatih dan mampu mempersiapkan materi pelatihan yang diterima pada bagian terkait.

g. Menyusun jadwal pelatihan untuk disampaikan ke bagian terkait.

h. Menjamin bahwa daftar hadir pelatihan, identifikasi kebutuhan pelatihan , sertifikat dan catatan-catatan mutu lainnya yang berhubungan dengan akifitas-aktifitas pelatihan dipelihara dan disimpan dengan baik di bagian personalia.

i. Membuat laporan bulanan pelatihan.

j. Melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan bila ada masalah yang berhubungan dengan personalia dan umum dengan persetujuan manajer. k. Mengkoordinir pekerjaan bidang administrasi dan keuangan.

l. Mengkoordinir proses pembukuan untuk laporan bulanan.

m. Mengkoordinir proses pembuatan RKAP/RKO bekerjasama dengan bagian terkait.


(56)

o. Melaksanakan dan mengawasi proses permintaan barang, penyimpanan barang dan pengeluaran barang dari gudang.

p. Melaksanakan administrasi kas dan bank. q. Melaksanakan dan mengawasi proses finansial. r. Bertanggung jawab kepada Manajer.

7. Asisten Alat Berat

a. Meneliti dan memberi petunjuk tentang rencana perhitungan guna pemeliharaan rehabilitas dan pembangunan.

b. Mengkoordinir dalam memberi petunjuk dan mengawasi penyusunan rancangan anggaran belanja (RAB) dibidang teknik yang meneliti dan mengawasi pembuatan laporan teknik.

c. Meningkatkan efisiensi dan mengawasi biaya dibidang teknik.

d. Bertanggung jawab atas pemeliharaan sarana dan prasarana dan alat-alat produksi lainnya.

8. Asisten Personalia Kebun

a. Meneliti dan mengawasi penanganan yang berhubungan dengan penerimaan dan pengambilan tes aspek karyawan pensiun atau pesangon. b. Bertanggung jawab mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah

perbaikan hidup karyawan dan masalah perburuhan.

c. Menjadi penghubung antara perusahaan dengan masyarakat yang ada kaitan dengan pekerjaan kedinasan.

d. Memelihara hubungan baik antara karyawan dan pimpinan dan masyarakat sekitarnya.


(57)

9. Perwira Keamanan

a. Bertanggung jawab terhadap keamanan pabrik, kebun dan kompleks karyawan.

b. Melakukan pengawasan terhadap keamanan aset perusahaan baik dari pabrik maupun kantor.

c. Melakukan dan membuat jadwal pengawasan kebun.

2.6. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja

Tenaga kerja PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat

Bagian Karyawan

Pria Wanita Jumlah

Manager 1 0 1

Karyawan Pimpinan 14 0 14

Karyawan Pelaksana 868 21 889

Jumlah 883 21 904

Sumber : PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat

Data profil pekerja tetap pada pabrik pengolahan karet PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Profil Pekerja

No Nama Stasiun Pekerjaan

1 Rini Arti Penerimaan lateks Petugas penerima lateks 2 Darwis Penerimaan lateks Petugas penerima lateks 3 Sunarto Pengentalan lateks Petugas koagulum 4 Misnan Pengentalan lateks Petugas koagulum 5 Surprianto Pengentalan lateks Petugas koagulasi 6 Norman Ritonga Pengentalan lateks Petugas koagulum 7 Boimin Pengentalan lateks Petugas koagulum


(58)

Tabel 2.2. Profil Pekerja (Lanjutan)

No Nama Stasiun Pekerjaan

8 Oloan Hatorangan Pengentalan lateks Petugas cuci bak & plat scoten

9 Nurbaiti Pengentalan lateks Petugas cuci bak & plat scoten

10 Toga Gur-Gur Penggilingan lateks Petugas giling 11 Benhoden

Sibagariang

Penggilingan lateks Operator giling 12 Taufik Iskandar Penggilingan lateks Operator giling PPK 13 Alimusa Sihombing Penggilingan lateks Petugas giling 14 Suroto Pengasapan lateks Operator kamar asap 15 Haposan Siregar Pengasapan lateks Petugas kamar asap 16 Suroso Pengasapan lateks Petugas kamar asap

17 Rohani Sortasi RSS Petugas sortasi

18 Mangindua Sibarani Sortasi RSS Petugas sortasi 19 Sri Darmayanti Sortasi RSS Petugas sortasi 20 Mujino S. Sortasi RSS Petugas sortasi 21 Rudi Sofyan Sortasi RSS Petugas sortasi 22 Syahruddin Sortasi RSS Petugas sortasi

23 Supardi Pengepakan Petugas packing

24 Edi Surya Pengepakan Petugas packing

25 Sudirman Pengepakan Petugas packing

Waktu kerja di PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat terdiri dari dua bagian yaitu waktu kerja karyawan kantor dan waktu kerja karyawan produksi. Adapun pembagian waktu kerja tersebut adalah sebagai berikut:

a. Waktu kerja karyawan kantor Senin–Jumat : 08.00-16.00 Sabtu : 08.00-12.00 b. Waktu kerja karyawan produksi

Untuk karyawan produksi terbagi atas 3 shift (Senin - Minggu), yaitu: Shift I : 07.30 – 15.00WIB


(59)

Shift III : 22.00 – 07.30 WIB

2.7. Proses Produksi

2.7.1. Standar Mutu Bahan/Produk

Adapun spesifikasi produk jadi PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat adalah sebagai berikut :

1. RSS-I a. Bandela

Tiap bandela harus bebas dari cendawan akan tetapi adanya sedikit cendawan kering pada pembalutnya atau permukaan bandela yang melekat pada pembalutnya masih diperbolehkan, asal saja cendawan tidak menembus ke dalam bandela.

b. Lembaran sheet

- Harus bersih, tidak molor, baik keadaannya dan tidak mengandung cacat.

- Noda-noda kecil dan gelembung udara sebesar kepala jarum, jika letaknya tersebar diperbolehkan.

- Tidak dibenarkan adanya sheet yang berbintik-bintik, bergaris-garis karena oksidasi, lembek, mengalami pemanasan tinggi, kurang matang, terlampau lama diasap, buram dan hangus.

- Tidak dibenarkan bahan yang berwarna karat, pembungkus kotor serta benda-benda lainnya.


(60)

2. RSS-II

a. Bandela

Pada pembungkus dan permukaan serta sheet yang ada di dalamnya diperbolehkan adanya sedikit bahan yang berwarna seperti karat (cokelat kemerah-merahan), sedikit cendawan kering dan tidak lebih dari 5% dari jumlah contoh yang diperiksa.

b. Lembaran sheet

- Tidak dibenarkan adanya sheet yang berbintik-bintik, bergaris-garis karena oksidasi, lembek, mengalami pemanasan tinggi, kurang matang, telampau lama diasap, buram, hangus, pasir pembungkus yang kotor dari benda-benda lainnya yang tidak diperbolehkan melekat.

- Mutu harus kering, bersih, kekar, baik keadaannya dan tidak mengandung cacat (lepuh).

- Gelembung-gelembung kecil dan noda-noda kecil yang berasal dari kayu tidak lebih dari batas yang ditentukan.

3. RSS-III

a. Bandela

Pada pembungkus permukaan bandela serta sheet yang di dalamnya diperbolehkan adanya sedikit bahan berwarna seperti karat dan sedikit cendawan kering.


(61)

b. Lembaran sheet

- Tidak dibenarkan adanya sheet yang berbintik-bintik, bergaris-garis karena oksidasi, lembek, mengalami pemanasan tinggi, kurang matang, telampau lama diasap, buram, dan hangus.

- Mutu harus kering, bersih, kekar, baik keadaannya dan tidak mengandung cacat (lepuh).

- Adanya gelembung-gelembung kecil dan noda-noda kecil yang berasal dari kayu tidak lebih dari batas yang ditentukan.

4. Cutting

Cutting merupakan potongan-potongan sheet yang masih mentah yang terdapat dalam lembaran sheet dalam jumlah kecil. Potongan-potongan cutting ini tetap di press dan di packing sebagaimana RSS I, RSS II, dan RSS III, tetapi dijual dengan harga yang jauh di bawah RSS.Apabila dalam proses sortasi ditemui lembaran-lembaran sheet yang dominan masih belum matang, maka lembaran-lembaran sheet ini akan dikembalikan ke kamar asap untuk dilakukan pengasapan kembali, lembaran-lembaran ini disebut dengan ballen.Apabila terdapat lembaran sheet yang berjamur, maka akan dikembalikan lagi ke ruang asap, kemudian dicuci dengan larutan izal (sejenis carbol) dan setelah itu diasapkan kembali.

2.7.2. Bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam memproduksi Rubber Smoke Sheet dikelompokkan dalam tiga bagian yaitu bahan baku, bahan tambahan dan bahan


(62)

penolong. Bahan-bahan yang digunakan adalah bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong.

2.7.2.1. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk dan memiliki persentase yang relatif besar dalam produk dibandingkan dengan bahan-bahan lain. Bahan baku yang digunakan pada proses produksi adalah lateks murni.

2.7.2.2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah suatu bahan yang ditambahkan ke dalam proses pembuatan produk untuk meningkatkan citra atau mutu produk yang dihasilkan dan merupakan bagian dari produk akhir. Beberapa bahan tambahan yang digunakan adalah asam formit/semut dengan konsentrasi 3%-5%, cuka 7,5 kg/ton, dan amoniak 6,5 kg/ton.

2.7.2.3. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang dimanfaatkan dalam proses produksi, namun bukan merupakan bagian dari bahan utama untuk produk yang dihasilkan. Bahan penolong yang dipakai adalah plastik dan pallet.


(63)

2.7.3. Uraian Proses

PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat melakukan proses

produksi yang terus menerus (continuous process), dimana proses produksi berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama tanpa adanya perubahan-perubahan dari pengaturan dan penggunaan mesin dan peralatannya.

2.7.3.1. Proses Penerimaan Lateks

Truk pembawa lateks ditimbang dahulu di stasiun penimbangan untuk mengetahui jumlah lateks yang diterima setiap hari.Setelah ditimbang, selanjutnya truk lateks menuju tempat penampungan lateks. Petugas lab akan mangambil sampel lateks untuk menguji kandungan karet kering atau Dry Rubber Content (DRC) agar diketahui DRC lateks kebun dari setiap afdeling.

2.7.3.2. Proses Pengenceran Lateks

Tahapan pengenceran lateks dapat dilihat sebagai berikut:

1. Lateks dibongkar dan dialirkan melalui talang ke bak penampungan lateks. Terdapat 4 buah bak penampungan lateks yang masing-masing berkapasitas 6 ton. Kemudian petugas penerima lateks akan mengencerkan lateks hingga 13-15%. Apabila DRC lebih dari 15%maka akan diperoleh sheet yang tebal. Hal ini karena semakin sedikit air yang diperlukan untuk pengenceran maka kandungan lateks kering lebih banyak. Sedangkan jika DRC kurang dari 13%maka lembaran sheet akan terlalu tipis dan bisa menyebabkan sheet molor ke bawah, disamping itu juga akan dibutuhkan bak yang lebih banyak. Dengan


(64)

demikian penentuan DRC pengenceran ini juga harus disesuaikan dengan banyaknya karet kering yang akan diolah,ketersediaan peralatan utama (bak koagulasi) dan waktu pengolahan.

Tujuan pengenceran lateks adalah :

a. Untuk memudahkan penyaringan kotoran-kotoran dan menghilangkan gelembung udara

b. Menyeragamkan kadar karet kering sehingga cara pengolahan dan mutunya tetap terjaga

c. Untuk melunakkan bekuan, sehingga tenaga giling tidak terlalu besar. Air pengencer harus benar-benar bersih dan selama pengenceran dilakukan pengadukan dengan agitator sehingga campuran homogen. Setelah DRC yang diinginkan tercapai, maka lateks akan dialirkan ke dalam bak koagulasi melalui talang-talang.

2. Setelah diperoleh DRC yang diinginkan (menggunakan metrolac), maka petugas lab akan mengambil sampel lateks untuk diperiksa kandungan dari ammonia setelah pengenceran. Sementara itu lateks akan dialirkan melalui talang-talang menuju bak koagulasi sambil disaring dengan saringan 40 mesh. Buih yang terbentuk selama pengaliran lateks dibuang dengan menggunakan saringan berbentuk persegi panjang.

3. Setelah bak terisi, dilakukan pembubuhan formic acid berdasarkan dosis yang telah telah ditetapkan. Agar formic acid dapat merata maka dilakukan pengadukan berulang-ulang sebanyak 8-10 kali. Buih yang terbentuk juga dihilangkan dengan menggunakan saringan.


(65)

4. Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan plat scooten. Ada 74 buah plat dalam setiap bak. Sebelumnya plat aluminium tersebut telah dibasahi dengan air untuk menghindari terjadinya gelembung-gelembung udara. Pemasangan plat dimulai dengan membagi bak menjadi dua bagian yang sama hingga semua plat terpasang.

5. Kemudian ditunggu selama 2 - 4 jam sampai lateks menggumpal menjadi koagulum. Setelah lateks menggumpal, maka disiram dengan menggunakan air bersih hingga melewati batas permukaan lateks dengan tujuan agar mencegah koagulum melekat pada plat, dan juga untuk mencegah terjadinya proses oksidasi dengan udara yang menyebabkan timbulnya bercak-bercak hitam pada permukaan koagulum.

6. Apabila penggumpalan telah sempurna, kemudian plat aluminium dicabut dan koagulum siap diluncurkan melalui talang peluncuran menuju stasiun penggilingan.

2.7.3.3. Proses Penggilingan Lateks

Tahapan penggilingan lateks dapat dilihat sebagai berikut:

1. Koagulum yang sudah menggumpal digiling hingga menjadi lembaran-lembaran sheet. Jenis mesin penggiling yang digunakan adalah mesin sheeter. Terdapat 2 buah mesin penggiling yang berkapasitas 500 kg kk/jam dan masing-masing mesin terdiri dari 6 pasang roller yang memiliki ketebalan berbeda-beda.


(66)

Tujuan penggilingan ini adalah :

a. Mengeluarkan sebagian air sehingga mempercepat proses penggilingan. b. Memperluas permukaan sheet dengan menipiskan sehingga pengeringan

lebih cepat pada ruang asap.

c. Menyeragamkan mutu (warna dan tebal). Ketebalan sheet akhir yang diinginkan adalah 2-4 mm.

2. Pada roller terakhir diberi motif-motif garis yang berfungsi untuk memperluas bidang permukaan sheet sehingga lebih sempurna dalam menyerap panas pada saat proses pengeringan.

3. Sheet yang telah digiling selanjutnya jatuh ke dalam bak pencucian untuk menghilangkan sisa formic acid yang melekat pada sheet.

4. Selanjutnya lembaran sheet ditiriskan pada batang bambu yang disusun dalam lori-lori.

5. Setelah rak penjemuran penuh, rak dibiarkan di udara terbuka selama 2-4 jam agar air menetes, kemudian dimasukkan ke ruang pengasapan. Sheet tidak boleh terlalu lama dibiarkan berhubungan dengan udara terbuka karena dapat menimbulkan oksidasi yang menyebabkan terbentuknya noda karat (rustiness) pada sheet kering.

2.7.3.4. Proses Pengasapan Lateks

Pengaturan suhu di dalam kamar asap: 1. Hari I suhu 40-45o

2. Hari II suhu 45-50

C dengan kondisi ventilasi dibuka penuh

o


(67)

3. Hari III suhu 50-55 o 4. Hari IV suhu 55-60

C dengan kondisi ventilasi seperempat dibuka

o

5. Hari V suhu 60

C dengan kondisi ventilasi tertutup

o

Tujuan dari proses pengasapan ini adalah untuk : C dengan kondisi ventilasi tertutup

1. Mengeringkan sheet dengan menghilangkan kandungan air melalui proses pemanasan selama 5 hari

2. Memberikan khas warna cokelat kekuningan pada sheet

3. Menghambat pertumbuhan jamur karena asap mengandung zat antiseptik yang dapat menekan petumbuhan mikroorganisme

2.7.3.5. Proses Sortasi Lateks

Proses sortasi dilakukan secara manual, tidak ada analisa uji labaoratorium pada proses ini. Kegiatan sortasi merupakan pemilahan hasil produksi lateks sheet berpedoman kepada Green Book yang didasarkan kepada : 1. Keseragaman warna

2. Noda oleh benda asing (kebersihan) 3. Gelembung udara dan kekeringannya 4. Ada tidaknya jamur

5. Matang atau tidaknya sheet

Produk yang dihasilkan oleh PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat terdiri dari 4 jenis produk, yaitu RSS I, RSS II, RSS III, dan cutting.


(68)

2.7.3.6. Proses Pengepakan Lateks

Tahapan pengepakan lateks dapat dilihat sebagai berikut:

1. Proses sortasi dilakukandengan tujuan agar lembaran-lembaran sheet dapat dengan mudah disusun menjadi persegi (bale) dengan ukuran yang seragam. Dari meja lipat ini kemudian sheet-sheet tersebut di lansir ke stasiun penimbangan.

2. Kemudian tumpukan sheet tersebut ditimbang seberat 113 kg. Ini adalah berat untuk 1 bandela tanpa lembaran pembungkus.

3. Bandela ini selanjutnya diteruskan ke stasiun pengepresan menggunakan alat yang disebut dengan balling press. Sebelum di press, bagian atas dan bawah bandela ini dilapisi dengan papan cetakan segi empat yang juga telah dilapisi dengan plat aluminium.

4. Lalu bandela (tanpa lembaran pembungkus) dipress dengan ballingpress yang bertekanan 500 lb/inc2

5. Selanjutnya hasil press ini dibiarkan selama lebih kurang 16 jam dengan keadaan terkunci dan tertimpa oleh papan cetakan, tujuannya adalah untuk mempertahankan bentuk bale tetap segi empat.

. Sebelum di press, bagian atas dan bawah bandela diberi talk powder agar bandela tidak lengket pada papan press.

6. Setelah 16 jam, papan cetakan dibuka. Selanjutnya bandela ini dilapisi secara rapi dengan lembaran-lembaran sheet sebagai pembungkusnya, sambil di tusuk-tusuk dengan paku bersih agar lembaran-lembaran sheet pembungkus saling melekat kokoh.


(69)

7. Bandela yang telah dibungkus kemudian di coating/dikapur hingga merata ke seluruh permukaan bandela.

8. Selanjutnya pemberian label/merk dilakukan pada dua sisi bandela yang berdampingan. Label ini di tulis dengan cairan hitam yang tidak mudah luntur.

2.8. Mesin dan Peralatan 2.8.1. Mesin

Mesin produksi yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Mesin Produksi yang Digunakan

Mesin Spesifikasi Jumlah Fungsi

Agitator - Power : 30 Hp

- Tegangan : 220/380 V, 3 fasa

- Frekuensi : 50hz

- Putaran : 930Rpm

4

Menghomogenkan air dengan lateks murni (karet alam) Guthrie

Sheeter

- Kapasitas:500 kg/jam

- Power:75 Hp

- Tegangan: 220/380V, 3 fasa

- Frekuensi:50 hz

- Putaran:1415 Rpm

8

Menggiling

koagulum dari bak koagulasi menjadi lembaran sheet dengan tebal 3 mm. Electric

Automatic Hidraulic Press

- Kapasitas: 1000 kg/jam

- Power : 75 Hp

- Tegangan : 220/380V, 3 fasa

- Frekuensi : 50 Hz

- Putaran : 1450Rpm

3

Memadatkan lembaran sheet menjadi bentuk bandela.

2.8.2. Peralatan

Peralatan produksi yang digunakan untuk proses pengolahan sheet dapat dilihat pada Tabel 2.4.


(70)

Tabel 2.4. Peralatan Produksi yang Digunakan

No Nama Alat Fungsi

1. Talang Menyalurkan lateks dari truk ke bak penampungan

2. Bak

Penampungan

Tempat penerimaan lateks dari lapangan sekaligus proses pengenceran lateks menjadi DRC 13-15 %

3. Plat Scoten Untuk mencetak lateks menjadi bentuk lembaran 4. Saringan Memisahkan lateks dengan buihnya

5. Bak Koagulasi Tempat lateks yang telah diencerkan untuk pembekuan dengan formic acid 7,5-9 kg/ton kering dengan kapasitas bak 650 liter/bak 6. Bak Pencucian Tempat untuk menghilangkan sisa formic acid

yang melekat pada sheet

7. Lori Alat untuk mengangkut lembaran karet yang akan dimasukkan ke kamar asap

8. Bambu/ kayu Tempat meletakkan lembaran karet pada lori 9. Parang Memotong lembaran karet yang akan disortir 10. Paku bersih Untuk menusuk-nusuk lembaran-lembaran sheet


(71)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Desain kerja membahas tentang aspek teknis dan aspek sosial dari pekerjaan. Aspek teknis mengacu kepada proses, yaitu berupa kumpulan tugas yang harus dilakukan dan memiliki sarana berupa teknologi, prosedur, dan peralatan. Aspek sosial mengacu pada pekerjanya, yaitu berhubungan dengan kemampuan dan sikap serta jabatan yang menentukan peran dan tanggung jawab mereka. (Kolodny, 1985).

Selain itu, desain kerja menggambarkan bagaimana pekerjaan, tugas, dan peran yang terstruktur ditetapkan dan dimodifikasi, serta dampaknya pada individu, kelompok, dan hasil organisasi. Pekerjaan dapat didesain ulang oleh organisasi atau para pekerja untuk mengubah struktur dan isi dari pekerjaan dengan tujuan meningkatkan outcomes seperti motivasi karyawan, kinerja, dan kesejahteraan. (Adam M. Grant, 2009).

Tujuan dari desain kerja yang baik adalah untuk meningkatkan produktivitas dan profit perusahaan. Manfaat dari desain kerja yang baik adalah dapat menurunkan potensi bahaya bagi para pekerja yaitu mulai dari cedera, penyakit, sampai kematian. Selain itu dapat meningkatkan inovasi, kualitas dan efisiensi melalui efektivitas dan continuous improvement. Kerugian apabila tidak memperhatikan desain kerja adalah perusahaan harus mengeluarkan uang tunjangan kesehatan untuk pekerja yang mengalami bahaya (cedera, penyakit, dan


(72)

kematian), proses produksi menjadi lebih lama dan perusahaan bisa saja tidak dapat memenuhi pesanan dengan tepat waktu.

Gambaran umum untuk perbaikan desain kerja sendiri meliputi beberapa aspek yang harus diperbaiki seperti metode kerja yang berhubungan dengan mesin dan peralatan, kondisi lingkungan kerja fisik, layout, metode kerja, kebijakan organisasi, dan pekerja.

PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat adalah industri yang bergerak dalam produksi karet khususnya RSS (Ribbed Smoke Sheet). Proses produksi RSS meliputi pengenceran lateks, penggumpalan campuran lateks, penggilingan koagulan, pengasapan lembaran-lembaran koagulan yang telah digiling, kemudian dilakukan sortasi sesuai kualitas RSS yang telah jadi dan dilakukan pengepakan.

Berdasarkan hasil pengamatan awal diketahui bahwa terdapat stasiun kerja yang memiliki aspek-aspek desain kerja yang perlu diperbaiki, seperti mesin guthrie sheeter yang sering mengalami breakdown atau rusak (43 kali di tahun 2016, dengan downtime 98 jam), peralatan yang berserakan, suhu ruangan yang panas (34°C-35°C di semua stasiun kerja) dan bau, kurangnya kesadaran pekerja dalam mematuhi aturan yang dibuat perusahaan, serta terdapat 4 kasus keterlambatan pengiriman RSS di tahun 2016. Setelah dilakukan analisis terhadap permasalahan diatas, dipilihlah pendekatan ergonomi makro sebagai penyelesaian yang paling tepat untuk semua permasalahan tersebut.

Penelitian tentang sistem kerja pernah dilakukan oleh Stephanie Mayang di Jurusan Teknik Industri UNTIRTA yang bertujuan untuk mengevaluasi hasil


(73)

tracer study dengan pendekatan ergonomi makro. Dalam mendisain beberapa sosioteknikal sistem dalam kaitannya dengan “manusia-organisasi” dan “teknologi” maka dibutuhkan suatu pendekatan khusus yaitu ergonomi makro. Sosioteknikal sistem dalam pengembangan organisasi adalah suatu pendekatan untuk desain kerja organisasi yang kompleks yang mengakui interaksi antara manusia dan teknologi di tempat kerja. Menurut Hendrick dan Kleiner (2002), ergonomi makro merupakan suatu pendekatan sosioteknik dari tingkat atas ke bawah yang diterapkan pada perancangan sistem kerja secara keseluruhan pada berbagai level interaksi ergonomi mikro seperti pekerjaan, manusia-mesin dan manusia-perangkat lunak dengan tujuan mengoptimalkan desain sistem kerja dan memastikan sistem kerja tersebut berjalan dengan harmonis. Ergonomi makro berperan dalam mendesain beberapa sosioteknikal sistem dalam kaitannya dengan "manusia-organisasi” dan “teknologi”. (Stephanie Mayang, 2013)

Penelitian lain tentang perbaikan desain kerja pernah dilakukan oleh Imam Fadhilah Mukti di perusahaan manufaktur pembuatan spare part dan perakitan mesin screw press dan digester yang digunakan pada pabrik kelapa sawit. Pada proses pembuatan produk tersebut telah terjadi paparan panas di lantai produksi dan mengakibatkan ketidaknyamanan operator dalam bekerja. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Pada metode kualitatif digunakan kuesioner sensasi termal dan efek paparan panas terhadap kinerja operator. Sedangkan pada metode kuantitatif, kondisi fisik termal seperti temperatur, kelembaban, dan kecepatan angin diukur menggunakan instrumen pengukuran. Hasil pengukuran temperatur menunjukkan bahwa lingkungan kerja operator


(74)

terpapar panas dengan nilai HSI sebesar 92,4%. Desain perbaikan paparan panas dilakukan dengan penggunaan turbin ventilator sebanyak 5 unit. (Imam Fadhilah Mukti, 2013)

Dalam penelitian ini akan dilakukan perbaikan desain kerja pada PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut maka akan dilakukan perbaikan dengan pendekatan ergonomi makro.

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang terjadi adalah terdapat aspek – aspek desain kerja pada PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat yang membuat kelancaran proses produksi terhambat dan mengurangi kenyamanan para pekerja di area kerja. Aspek – aspek tersebut berhubungan dengan mesin dan peralatan, kondisi lingkungan kerja fisik, layout, metode kerja, kebijakan organisasi, dan pekerja. Bila hal ini tidak diperbaiki maka perusahaan akan mengalami kerugian karena produktivitas pekerja yang terus menurun atau dengan kata lain para pekerja tidak dapat mencapai target untuk menyelesaikan produk sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu merancang desain kerja pabrik pengolahan karet pada bagian produksi dengan pendekatan ergonomi makro.


(75)

Beberapa manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mendapatkan desain kerja yang optimal.

2. Sebagai referensi perusahaan dalam pengembangan teori ergonomis untuk mendesain kerja yang produktif.

1.4. Batasan Masalah dan Asumsi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam batasan-batasan tertentu, yaitu:

1. Penelitian hanya dilakukan pada pabrik pengolahan karet PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat.

2. Responden dalam penelitian ini adalah semua operator yang bekerja di pabrik pengolahan karet PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau.

3. Komponen sistem kerja yang akan diteliti yaitu: mesin dan peralatan, kondisi lingkungan kerja fisik, layout, metode kerja, kebijakan organisasi, dan pekerja.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Sistem kerja tidak mengalami perubahan apapun selama penelitian berlangsung.

2. Faktor-faktor eksternal perusahaan dianggap tidak memiliki pengaruh terhadap variabel terikat yang akan dievaluasi.

3. Pengukuran termal hanya dilakukan pada kondisi cuaca normal (tidak hujan). 4. Instrumen pengukuran yang digunakan tidak dalam keadaan rusak dan sesuai


(76)

1.5. SistematikaPenulisan Tugas Akhir

Sistematika yang digunakandalampenulisanlaporantugassarjanaadalahsebagaiberikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan latar belakang permasalahan yang mendasari penelitian yang dilakukan, perumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, batasan dan asumsi yang digunakan dalam penelitian dan sistematika penulisan tugas sarjana.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Pada bab ini diuraikan mengenai ruang lingkup perusahaan, lokasi, struktur organisasi, tugas dan tanggung jawab, jumlah tenaga kerja dan jam kerja karyawan, dan sistem pengupahan.

BAB III LANDASAN TEORI

Pada bab ini berisi teori-teori yang digunakan dalam analisis pemecahan masalah. Sumber teori atau literatur yang digunakan berupa buku, jurnal penelitian dan draft tugas sarjana mahasiswa yang pernah mengangkat permasalah yang sama.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskanlangkah-langkahpenelitian yang dilaksanakanyaitumeliputilokasipenelitian, jenispenelitian, objekpenelitian,variabel penelitian, kerangkakonseptual, definisi


(1)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Jumlah Tenaga Kerja PT. Perkebunan Nusantara III Kebun

Rantau Prapat ... II-11 2.2. Profil Pekerja ... II-11 2.3. Mesin Produksi yang Digunakan ... II-23 2.4. Peralatan Produksi yang Digunakan ... II-24 3.1. Perbandingan Antara Mikro Ergonomi Dengan Makro

Ergonomi ... III-1 3.2. Nilai Insulasi Panas (Iclo) untuk setiap Jenis Pakaian ... III-18 3.3. Aktivitas dan Kecepatan Metabolisme ... III-20 3.4. Arti Rentang Nilai HSI ... III-21 4.1. Spesifikasi 4 in 1 Environmental ... IV-5 4.2. Spesifikasi Black Globe Thermometer ... IV-6 4.3. Spesifikasi Anemometer... IV-6 4.4. Arti Rentang Nilai HSI ... IV-17 4.5. Standar Ketinggian Pengukuran dari Lantai ... IV-8 5.1. Standar Kualitas Karet PT. Perkebunan Nusantara III Rantau

Prapat ... V-3 5.2. Unit-unit Operasi PT. Perkebunan Nusantara III Kebun

Rantau Prapat ... V-3 5.3. Rekapitulasi Kuesioner Terbuka ... V-5


(2)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.4. Rekapitulasi Jawaban Kuesioner Tertutup ... V-8 5.5. Matriks Varians ... V-9 5.6. Tabel Kontrol Varians Kunci dan Jaringan Peran ... V-11 5.7. Alternatif Solusi untuk Setiap Varians Kunci ... V-12 5.8. Kriteria Bobot Penilaian Alternatif ... V-14 5.9. Evaluasi Bobot Skor Alternatif 1 ... V-15 5.10. Evaluasi Bobot Skor Alternatif 2 ... V-16 5.11. Evaluasi Bobot Skor Alternatif 3 ... V-17 5.12. Evaluasi Bobot Skor Alternatif 4 ... V-18 5.13. Rekapitulasi Pembobotan Skor Alternatif ... V-19 5.14. Data Rata-rata Temperatur Udara ... V-20 5.15. Data Rata-rata Gradien Temperatur Udara... V-21 5.16. Data Rata-rata Kecepatan Angin ... V-22 5.17. Data Rata-rata Gradien Kecepatan Angin ... V-24 5.18. Data Rata-rata Kelembaban Udara ... V-25 5.19. Data Rata-rata Gradien Kelembaban Udara ... V-26 5.20.Data Rata-rata Temperatur Basah ... V-27 5.21. Data Rata-rata Gradien Temperatur Basah... V-28 5.22. Data Rata-rata Temperatur Kering ... V-29 5.23. Data Rata-rata Gradien Temperatur Kering ... V-30


(3)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.24. Data Rata-rata Temperatur Globe ... V-31 5.25. Data Rata-rata Gradien Temperatur Globe... V-32 5.26. Data Insulasi Pakaian yang Digunakan Pekerja ... V-33 5.27. Rekapitulasi Nilai Parameter Termal pada Setiap Titik ... V-35 5.28. Rekapitulasi Nilai HSI Berdasarkan Gradien Pengukuran... V-37 5.29. SOP Perawatan Mesin Guthrie Sheeter ... V-39 6.1. Nilai HSI Berdasarkan Ketinggian Pengukuran ... VI-4 6.2. Perbandingan Kondisi Sebelum dan Sesudah Perbaikan


(4)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara III Kebun

Rantau Prapat ... II-4 3.1. Keseimbangan Panas antara Panas yang Dihasilkan dengan

Panas yang Dikeluarkan ... III-15 3.2. Pertukaran Panas Tubuh Ke Lingkungan ... III-16 4.1. Kerangka Masalah ... IV-4 4.2. 4 in 1 Enviromental ... IV-5 4.3. Globe Thermometer ... IV-5 4.4. Anemometer ... IV-6 4.5. Layout Stasiun Kerja Sortasi ... IV-8 4.6. Blok Diagram Tahapan Penelitian ... IV-11 5.1. Pohon Faktor Permasalahan ... V-6 5.2. Diagram Pohon Kombinasi Solusi ... V-13 5.3. Grafik Temperatur Udara Terhadap Waktu dan Ketinggian . V-22 5.4. Grafik Kecepatan Angin Terhadap Waktu dan Ketinggian ... V-24 5.5. Grafik Kelembaban Udara Terhadap Waktu dan Ketinggian V-26 5.6. Grafik Temperatur Basah Terhadap Waktu dan Ketinggian V-28 5.7. Grafik Temperatur Kering Terhadap Waktu dan Ketinggian V-30 5.8. Grafik Temperatur Globe Terhadap Waktu dan Ketinggian . V-32


(5)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

6.1. Turbin Ventilator ... VI-6 6.2. Alternatif 1 Rancangan Titik Pemasangan Turbin

Ventilator ... VI-8 6.3. Alternatif 2 Rancangan Titik Pemasangan Turbin


(6)

DAFTARLAMPIRAN

LAMPIRAN

1. Kuesioner Terbuka ... L-1 2. Kuesioner Tertutup ... L-2 3. SuratPermohonanTugasSarjana ... L-3 4. Formulir Penetapan Tugas Sarjana ... L-4 5. SuratPermohonanRisetTugasSarjana ... L-5 6. SuratBalasanPenerimaanRisetTugasSarjana ... L-6 7. SuratKeputusanTugasSarjanaMahasiswa ... L-7 8. FormAsistensiDosenPembimbing I ... L-8 9. FormAsistensiDosenPembimbing II ... L-9