Harga Price sebagai Pemicu Munculnya Postpurchase Dissonance pada

Meyers-Levy 1989 dalam jurnal “A Hemispheric Interpretation” menemukan bahwa dalam segi kognitif perempuan menggunakan kedua belahan otak mereka untuk sebagian besar tugas sehingga informasi yang ditangkap juga seringkali tidak dipahami secara keseluruhan karena adanya pembagian fokus perhatian terhadap tugas-tugas lainnya.

D. Harga Price sebagai Pemicu Munculnya Postpurchase Dissonance pada

Konsumen Perempuan Proses pembelian produk merupakan proses yang mempunyai beberapa tahapan sampai akhirnya seseorang mengambil keputusan pembelian. Hoyers dan MacInnis 2010 menyatakan bahwa faktor harga price merupakan salah satu faktor yang berpengaruh kritis terhadap pengenalan, penggunaan, dan pengambilan keputusan pembelian. Chang Wildt 1994 mengatakan persepsi terhadap harga price terbentuk berdasarkan harga aktual objektif dan harga referensi dari konsumen. Harga referensi reference price merupakan suatu standar internal yang dibandingkan dengan harga produk yang ditemukan Lindsey-Mullikin, 2003. Studi sebelumnya yang dilakukan oleh Olson dan Jacoby dalam Chang Wildt,1994 juga mengindikasikan bahwa persepsi kualitas produk dipengaruhi juga oleh faktor harga dan atribut-atribut dalam suatu produk. Sawyer dan Dickson 1984 dan Zeithmal Universitas Sumatera Utara 1988 menemukan bahwa faktor harga tidak berhubungan dengan persepsi terhadap nilai value perception melainkan secara jelas terbukti bahwa adanya hubungan kuat antara faktor harga dan persepsi kualitas price-perceived quality. Zeithmal 1988 menemukan bahwa hubungan antara harga dan persepsi kualitas tersebut diperantarakan oleh persepsi harga perceived price. Jacoby dan Olson 1977 menunjukkan bahwa konsumen menyamakan antara harga actual produk actual price dengan suatu bentuk persepsi harga price perception. Persepsi harga inilah yang kemudian mempengaruhi terbentuknya persepsi kualitas quality perception. Harga aktual objektif produk yang ditemukan konsumen akan lebih tinggi, lebih rendah, atau sama dengan harga referensi yang dibuat oleh konsumen. Reaksi konsumen terhadap harga yang tak terduga adalah hal yang menarik untuk diteliti karena potensi harga-harga yang tidak terduga oleh konsumen mempunyai pengaruh terhadap bagaimana persepsi konsumen terhadap nilai produk dan intensi pembelian untuk di masa mendatang. Festinger 1957 mencetuskan teori cognitive dissonance, menyediakan suatu kerangka berpikir yang berguna untuk mengevaluasi keadaan-keadaan dimana konsumen menemukan bahwa harga produk yang sudah dibayarkannya ternyata berbeda dari harga referensi. Mengingat kembali kepada teori awalnya, yaitu cognitive dissonance theory yang dikemukakan oleh Festinger 1957 bahwa Universitas Sumatera Utara seseorang mencari cara untuk menyeimbangkan antara struktur kognitf dengan informasi baru yang ia terima sehingga konsisten dengan belief yang sebelumnya sudah terbentuk seimbang. Di saat informasi baru diproses dan ternyata sesuai dengan belief awal, maka muncullah dissonance. Ketika dissonance terjadi pada situasi pembelian baik produk maupun jasa hal ini disebut dengan Postpurchase Dissonance. Postpurchase Dissonance merupakan salah satu bentuk cognitive dissonance, dimana seseorang mengalami ketidaknyamanan psikologis berupa kecemasan atau keraguan pasca pembelian karena ketidaksesuaian antara ekspektasi dengan kenyataan produk Schiffman dan Kanuk, 2000. Berdasarkan konsep tentang harga referensi price reference dapat diketahui bahwa konsumen mengevaluasi harga secara komparatif Monroe, 2003. Harga referensi dibentuk berdasarkan memori terhadap pengalaman-pengalaman pembelian sebelumnya, persepsi terhadap stimulus yang ada kontekstual, gabungan dari pengalaman yang berhubungan temporal, dan informasi dari orang lain Van Raaij, 1991. Adatation-level theory menyatakan bahwa persepsi harga konsumen berdasarkan harga actual dan harga referensi. Hal ini menunjukkan bahwa harga referensi yang dibuat konsumen tergantung dari bagaimana kisaran harga-harga berbagai produk. Kisaran harga dipengaruhi oleh harga tertinggi dan harga terendah yang titik akhirnya mempengaruhi terjadinya judgement of prices konsumen Monroe, 2003. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan assimilation-contrast theory kita mengetahui bahwa ketika dihadapkan dengan sebuah harga yang baru, harga baru akan dapat juga diterima dan menjadi bagian dari penerimaan harga tersebut atau malah ditolak. Ketika konsumen dihadapkan dengan sebuah harga diluar kisaran level kesesuaian yang ia miliki atau level of acceptanceterhadap harganya maka konsumen tersebut akan mengalami postpurchase dissonance. Ketika level kesenjangan antara harga actual dan harga referensi cukup jauh, individu akan mencoba untuk mengurangi dissonance yang ada tersebut. Hoyers MacInnis 2010 menyatakan bahwa postpurchase dissonance dapat terjadi pada siapa saja baik dengan status sosial, usia, maupun gender yang berbeda, baik itu pria dan perempuan tapi pembedanya mungkin dari segi intensitas dan pengalaman yang dirasakan. Penelitian Huddleston Minahan 2012menunjukkan fakta bahwa konsumen perempuan di seluruh dunia mengendalikan sebagian besar pengeluaran konsumen sekitar 20 trilyun, baik untuk eletronik, perumahan, furnitur rumah, perjalanan wisata, layanan finansial, atau automobile. Konsumen perempuan merupakan komunitas yang paling banyak melakukan proses pembelian. Konsumen perempuan sebagai suatu kelompok gender yang lebihbesar secara kuantitas melakukan proses pembelian juga sangat berpengaruh dalam membuat keputusan akhir pembelian. Berdasarkan survey marketeers2011, 75 keputusan akhir pembelian dilakukan oleh konsumen perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa Universitas Sumatera Utara konsumen perempuan menjadi lebih besar kemungkinannya mengalami ketidaksesuaian setelah pembelian karena intensitas pembelian dan pengalamannya juga lebih banyak. Faktor harga price sebagai salah satu bentuk evaluasi setelah pembelian juga mempunyai peranan bagi konsumen perempuan Hoyers MacInnis, 2010. Konsumen perempuan berusaha untuk membeli produk-produk yang secara normal sesuai dengang kapasitas keuangannya Thrassou, Kone Panayidou 2008. Hal iini dilakukan untuk menghindari kemungkinan kerugian. Oleh karena itu, konsumen perempuan cenderung membandingkan harga dari satu toko ke toko lain dan berusaha untuk melakukan penawaran harga produk. Hal ini terjadi karena perempuan mempunyai kecenderungan untuk membeli produk-produk dengan harga-harga yang lebih rendah Black, 2005; Black, 2007; Lai, Wu Lin, 2008. Oleh karena itu, konsumen perempuan mempunyai pertimbangan besar dalam menentukan harga produk yang akan dibeli. Di saat reference price tidak sesuai dengan actual price maka konsumen perempuan akan mengalami postpurchase dissonance. Universitas Sumatera Utara Kerangka Teoritis Di Konsumen Perempuan Pembelian Persepsi Harga Price Perception Dimensi :  Emotional  Wisdom of Purchase  Concern over deal Salah satu faktor yang menjadi pertimbangan: FAKTOR PRICE Postpurchase Dissonance Konsumen perempuan  Paling banyak melakukan pembelian di berbagai produk  Pembuat keputusan akhir dalam pembelian  Terbiasa melakukan budgeting price  Cenderung membeli produk dengan harga- harga yang lebih rendah  Berusaha menawar produk hinga titik Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN