179
B. INFORMAN II
Tabel 3. Deskripsi Data Informan II
No. Identitas Informan II
1. Nama samaran
Ria 2.
Usia tahun
3. Suku
Batak 4.
Agama Kristen Protestan
5. Pendidikan Terakhir
S1 6.
Pekerjaan Wiraswasta
7. Domisili
Medan 8.
Anak ke 3 dari 5 bersaudara
9. Status
Belum menikah 10. Rata-rata penghasilanbulan
Rp 1.500.000,00
B.1. Hasil Observasi Selama Wawancara
1. Wawancara pertama
Wawancara pertama dilakukan di rumah responden. Peneliti sudah membuat janji sebelumnya. Pada hari dan jam yang telah ditentukan peneliti datang ke rumah
informan untuk pertama kalinya. Tempat dan waktu wawancara juga disesuaikan dengan kenyamanan responden. Pada saat wawancara tersebut, informan tampak
menggunakan celana putih di atas lutut dan kaos hitam yang tampak sudah agak pudar warnanya. Informan tampak tidak menggunakan kacamatanya ketika
menyambut peneliti. Peneliti sebelumnya membangun rapport bercerita basa-basi tentang kehidupan pekerjaan baru yang digeluti responden. Setelah bercerita panjang
lebar sekitar satu jam, maka informan pun menanyakan apa maksud kedatangan peneliti. Kemudian peneliti pun menyatakan tujuan wawancara yang akan dilakukan
Universitas Sumatera Utara
180
dan meminta kesediaan informan untuk diwawancara. Informan pun menyetujuinya dan dengan senang hati mau diwawancarai pada waktu tersebut. Pada wawancara
awal, informan terlihat cukup banyak menjelaskan jawaban-jawaban dari pertanyaan yang diberikan.
2. Wawancara kedua
Wawancara kedua juga dilakukan di rumah informan pada waktu sore hari. Peneliti sudah membuat janji sebelumnya. Pada saat tersebut, informan tampak
menggunakan celana jeans berwarna krem selutut dan baju kaos berwarna putih yang sudah agak pudar warnanya, dengan kacamata dan rambut pendeknya peneliti
menemui informan yang sedang menonton televisi bersama adik laki-lakinya. Menyadari kehadiran peneliti, adik informan segera bergegas masuk ke kamar
tidurnya dengan alasan tidak mau menganggu. Kemudian, karena cuaca yang gerah, maka informan mengajak peneliti untuk wawancara di teras rumah. Wawancara
kedua ini tidak selama wawancara pertama. Pada wawancara ini, informan tampak ragu-ragu dalam menyatakan jawabannya, dan seringkali informan mengganti posisi
duduknya. Hal ini terjadi ketika peneliti menanyakan beberapa pertanyaan yang menyangkut pengalaman setelah pembelian produk yang dianggap informan tidak
sesuai. Informan tampak kurang nyaman dengan pertanyaan-pertanyaan peneliti. Melihat kondisi tersebut, peneliti tidak terlalu banyak bertanya dan mengakhiri
Universitas Sumatera Utara
181
wawancara, dan berusaha untuk membangun percakapan kembali untuk membangun rapport yang lebih baik untuk kelanjutan wawancara sebelumnya.
3. Wawancara ketiga
Wawancara ketiga juga dilakukan di rumah responden. Dua hari sebelumnya, peneliti sudah membuat janji. Sore hari itu, saat peneliti sampai di rumah informan
tampak informan sedanga bersama tiga orang temannya, yang setelah mendapat informasi dari informan dan berkenalan dengan mereka ternyata tetangga responden.
Sambil bercerita-bercerita sekitar satu jam bersama informan dan teman-temannya, peneliti pun menanyai informan kapan dapat memulai wawancara. Tampak ketiga
teman informan masih fokus menonton sebuah serial drama Korea di laptop responden.
Informan kemudian mengajak peneliti untuk duduk di teras depan rumah agar tidak terganggu dari ketiga temannya yang sesekali tertawa dan berkomentar tentang
tayangan yang ada di depan mereka. Peneliti menyetujui dan bergerak ke teras rumah. Sore itu, informan tampak menggunakan celana berwarna coklat di atas lutut, baju
kaos berwarna putih, dan memakai kacamata. Wawancara pun dimulai, informan tampak lebih terbuka dan menceritakan panjang lebar pengalaman pembeliannya.
Informan sering kali tertawa dan tersenyum saat menceritakan proses pembelian yang dianggapnya sebenarnya salah dan memalukan dirinya.
Universitas Sumatera Utara
182
Suasana pada saat wawancara sedikit terganggu dengan suara pesawat yang terdengar keras saat duduk di teras, ditambah lagi ketika suara azan mulai
berkumandang terdengar jelas setelahnya, sehingga peneliti pun berusaha untuk memperkuat suara saat bertanya dan memintanya juga pada responden. Setelah
wawancara selesai, peneliti pun mengucapkan terima kasih dan pamit pulang. Informan kemudian dengan senang hati mau mengantar peneliti berjalan sampai
simpang gang rumahnya.
4. Wawancara keempat
Wawancara keempat merupakan wawancara terakhir. Kali ini wawancara di lakukan di sebuah café di Kota Kabanjahe. Seminggu sebelumnya, peneliti sudah
menghubungi informan untuk menentukan jadwal wawancara keempat. Ternyata sampai awal minggu selanjutnya, informan tidak akan ada di Medan karena harus
bekerja di Kabanjahe. Berhubung untuk mengefesienkan waktu, peneliti berinisiatif untuk mewawancarai informan saat berada di Kabanjahe. Informan tidak keberatan
dan membuat kesepakatan untuk bertemu di sebuah kafe sehabis informan pulang kerja. Lokasi café tempat wawancara hanya sekitar 100 meter dari tempat kerja
responden. Pada saat dijumpai tampak informan menggunakan celana kain hitam panjang, menggunakan kemeja batik lengan sesiku dengan warna dominan krem dan
bunga batik coklat berkerah, menggunakan kacamata, menyandang sebuah tas berwarna coklat dan menggenggam blazer hitam lengan panjang dan handphonenya.
Universitas Sumatera Utara
183
Wawancara tidak langsung dilakukan, informan dan peneliti memesan makanan terlebih dahulu dan bercerita basa basi sambil makan. Kemudian, setelah itu
wawancara pun dimulai dengan sebelumnya meminta izin pada informan dan menanyakan kenyamanannya. Informan tampak santai dan menganggap dirinya
cukup nyaman untuk di wawancarai pada saat tersebut. Informan dan peneliti duduk meja paling sudut café sehingga tidak terlalu
berdekatan dengan banyak orang lainnya. Wawancara pun dimulai, informan tampak menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti. Masih ada seringkali tawa dan senyum
ketika informan menjawab hal-hal yang dianggapnya adalah kebodohannya. Pada saat wawancara, informan dua kali kehilangan fokusnya ketika mendengarkan
peneliti. Pertama, karena merasa suasana saat itu agak ribut karena banyak pelanggan lain yang masuk, dan kedua kalinya saat informan melihat di luar café ada orangtua
dari muridnya baru saja lewat. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama sehingga wawancara terus berjalan dengan baik hingga selesai. Kemudian, sebelum berpisah
peneliti mengucapkan terima kasih.
B.2. Rangkuman Hasil Wawancara B.2.i. Gambaran Umum Pembelian Produk
Informan II bernama Ria bukan nama sebenarnya seorang perempuan berdarah Batak bertubuh pendek, berkulit sawo matang, berambut ikal hitam
Universitas Sumatera Utara
184
setelinga, tinggi badan sekitar 145 cm dan memakai kacamata. Ria berdomisili di Medan dan bekerja sebagai seorang wiraswasta.
Ria melakukan pembelian produk untuk tujuan pemenuhan kebutuhan sehari- harinya. Di dalam kesehariannya, Ria lebih merasa nyaman berbelanja sendirian
tanpa ditemani oleh orang lain seperti teman atau pun saudaranya. Hal ini karena Ria merasa bahwa ia akan lebih teliti dan membuat keputusan yang tepat saat ia
berbelanja sendirian. Ria juga merasa lebih bebas menentukan pilihan produk yang akan dibelinya tanpa interupsi orang lain sehingga ia lebih fokus menentukan pilihan.
Begitu banyak pilihan-pilihan produk yang harus diputuskan dalam pembelian. Sama halnya, Ria juga menghadapi hal tersebut dalam setiap pembelian
memenuhi produk. Sebagai langkah awal, Ria terbiasa membuat budget plan untuk melakukan pembelian, terutama pada pembelian produk jangka panjang seperti alat
elektronik, baju, dan alas kaki sepatu dan sandal. Ria akan sangat berpatokan pada budget plan yang telah ia buat. Kekonsistenan Ria terhadap budget plan yang ia buat
membuatnya sangat mempertimbangkan harga produk yang akan dibeli. Ria akan berusaha membeli produk dengan harga yang tidak melewati budget plan yang dibuat
dan bahkan tidak akan mau mentolerir untuk memberikan tambahan budget meskipun produk yang mau dibeli itu sudah sangat sesuai dengan harapan Ria.
Sikap Ria yang sangat berpatokan pada budget dalam setiap pembelian produk bukan terjadi begitu saja. Didikan sejak masa kecilnya dari ibunya untuk
Universitas Sumatera Utara
185
melakukan pembelian produk harus sesuai dengan budget yang dimiliki menjadi faktor utama yang terus menguatkan sikap Ria tersebut.
Oleh karena itu, faktor harga produk menjadi hal yang penting bagi Ria. Ria menempatkan harga produk yang akan dibelinya di posisi utama bahan pertimbangan.
Setiap produk yang hendak dibeli harus disesuaikan dengan budget yang dibuat sehingga otomatis Ria akan menentukan harga produk yang hendak dibelinya terlebih
dahulu di atas segalanya. Sehingga, harga produk yang lebih rendah dari biasanya menjadi satu penarik bagi Ria untuk akhirnya melakukan pembelian. Hal ini terlihat
juga dari bagaimana Ria seringkali tertarik membeli produk yang sedang mengalami potongan harga diskon.
Menomorsatukan faktor harga produk dalam pertimbangan melakukan pembelian, membuat kualitas produk tersingkirkan sebagai pertimbangan pada posisi
kedua. Ria menilai kualitas produk berdasarkan merek produk tersebut. Berdasarkan pengalaman yang sering Ria alami bahwa produk dengan merek produk ternama yang
seringkali harganya juga lebih tinggi daripada produk lain dengan merek berbeda tidak sesuai dengan kualitas yang diharapkan maka Ria tidak lagi menitikberatkan
pembelian produk berdasarkan kualitas produk. Ria juga enggan untuk membeli produk dengan merek produk yang memiliki harga yang lebih tinggi setelah
pengalaman tersebut. Pengalaman tersebut terjadi ketika Ria masih duduk di bangku SD saat dibelikan produk sepatu sekolah oleh kakaknya. Pengalaman tersebutlah
yang masih tetap mempengaruhi Ria sampai saat ini bahwa pandangan tentang harga
Universitas Sumatera Utara
186
produk yang lebih tinggi menunjukkan kualitas yang lebih baik ternyata tidak berlaku bagi sebagian besar kehidupan pembelian dirinya. Hal ini seringkali dialami Ria saat
melakukan pembelian sepatu dan sandal. Berdasarkan pengalaman tersebut, merek produk bukanlah hal yang utama
lagi Ria di dalam pembelian sehari-harinya, tetap kepada harga produk yang disesuaikan dengan budget plan kembali. Kualitas produk menjadi pertimbangan
nomor dua setelah harga produk. Hal ini terjadi pada pembelian produk seperti baju, alat elektronik, dan alas kaki. Akan tetapi, pada pembelian produk makanan faktor
harga bukanlah menjadi faktor utama melainkan perasaanlah yang berperan penting.
B.2.ii. Dimensi Emotional Kondisi Emosi
Ria mengalami keraguan setelah pembelian laptop. Laptop yang dibeli adalah laptop dengan merek Lenovo 838G 840 seharga tiga juta rupiah. Pertimbangan awal
membeli laptop karena budget yang dimiliki adalah tiga juta rupiah. “Kalo kemaren kenapa Lenovo dari harga, budget dulu, budgetnya kemaren
harga tiga juta, jadi kami mencari laptop yang hanya tiga juta, rupanya Samsung ga ada, yang ada tiga juta empat ratus, tiga juta lima ratus, di atas
tiga juta semua, harga tiga juta ga ada, cari axioo gak ada, acer ga ada, jadi
kemarin ternyata di bawah baru siap pameran kan di carefour “ S.2W.1,vi,v2482-492h.11
Universitas Sumatera Utara
187
Kemudian, pencarian informasi pun dimulai dari toko ke toko di suatu pusat perbelanjaan elektronik. Pencarian yang dilakukan adalah mencari berbagai merek
laptop yang tetap berpatokan pada budget, tidak lebih dari tiga juta rupiah. Kemudian, Ria mendapati produk laptop Lenovo yang dijual seharga tiga juta
sembilan puluh ribu rupiah. Harga tersebut merupakan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan produk yang sama yang sebelumnnya sudah ditanya di toko-
tokok sebelumnya. Ria kemudian melakukan penawaran untuk sesuai dengan budgetnya yaitu batas maksimal tiga juta rupiah. Pembelian dilakukan bersama kakak
perempuannya. “Iya, keliling-keliling kami, ternyata dimana-mana kalo merek itu ternyata
tiga juta seratus, rata-rata tiap toko segitu cuman pas kami Tanya kemarin tempat itu pun ditawarkannya pun tiga juta seratusnya sama kami, gak bisa
lagi kurang, e gak lah kak, budget berapa memang, o cari laptop yang harga tiga juta, ini kan masi tiga jutaannya gitu, ya tapi maksud kami tiga juta yang
paling mahal mas, oh yaudah kalo ga ada makasi kami bilang lah gitu ya kan, yaudah deh, karena dimana-mana memang udah, di carefour itu kan sekarang
udah dicantuminnya harganya, rata-rata memang tiga juta seratus dibuatnya, dari tadi kami liat tiga juta seratus, kita cari yang lain lagi kalo ada tiga juta
katanya itu nanti kita ambil, pergilah kami ke Lenovo yang dibelakang, ada disitu khusus Lenovo, disitu dibuatnya tiga juta Sembilan puluh ribu, berarti
gak sampai tiga juta seratus kan, berarti dari sana kurang sepuluh ribu, trus kemaren kami Tanya lagi ga kurang bang, berapa dek, tiga juta kek gini kek
gini, udah dikasi tiga juta, itulah kami ambil karena dimana-mana pun tipe yang itu sama tiga juta seratus memang, gak dikasi lagi harga kek gitunya,
kebetulan memang itu tadi baru siap orang itu pameran makanya, dari harga dulu, lalu kenapa merek Lenovo, karena orang bilang itu tahan banting, kata
orang ya hheh, karena ada teman beli itu berapa kali pun jatuh enggaknya rusak gak kayak laptop yang lain, terus itu
kan bisa restart ulang…” S.2W.1,w1-w4b.494-535h.11-12
Universitas Sumatera Utara
188
Setelah pembelian, ada keraguan yang muncul dari diri Ria. Perasaan ragu yang dirasakan sudah muncul saat membawa laptop ke rumah. Ada perasaan ragu
terhadap harga produk yang lebih murah daripada produk yang lain dengan merek yang sama setelah pembelian. Ada perasaan bertanya-tanya sebenarnya dialami oleh
Ria terhadap harga produk laptop yang dibeli. “itulah kalo kam bilang laptop itulah yang pertama kali kurasakan ragu, bawa
barangnya itu pun cemas, benar enggak ini ya, benar enggak ini ya, ketika aku pake pun, tapi setelah aku bawa, memang betul lo keraguan itu membuat
terjawab jadinya, bagus gak ini ya, bagus gak in udah kubeli ya gitu, ketika di bawa ke Kabanjahe pun , kakak sendiri gak terlal
u ngomel, ganti aja, e… menyenangkan hati aja, aku pribadi ya ini ya akhirnya terjawab keraguan itu,
kalo kemaren beli itu memang setelah beli ada ragu sih, luasnya carefour itu semua toko rata rata jual tiga juta dua ratus, ada satu toko tiga juta seratus,
tiba tiba kami ke toko itu begitu banyaknya toko computer yang kami tanya Cuma itu yang jualnya tiga juta, karena semalam baru siap pameran katanya,
karena katanya alasannya itu, ya kami ambil dengan model yang sama dengan tempat lain, rata rata tipenya itu tiga juta seratus rata-rata, jadi kalo
ragu kam bilang itulah pertama kali aku ngerasa ragu setelah beli barang lah
dan keraguan itu terjawab ketika barang itu rusak” S.2W.4,q1b.2760- 2786h.59-60
Pengalaman keraguan setelah pembelian ini adalah yang pertama kali yang pernah dirasakan oleh Ria. Ada kecemasan yang timbul setelah pembelian laptop
tersebut. Tidak hanya berakhir begitu saja, belum ada satu bulan setelah pembelian laptop tersebut rusak. Keraguan yang dirasakan Ria setelah pembelian seakan-akan
memberi jawaban dan berakhir dengan penyesalan. “Laptop yang baru Lenovo delapan tiga, delapan, G delapan empat puluh ya
tiga juta, tapi hard disc nya cepat rusak” S.2W.1,u1b.470-474h.10
Universitas Sumatera Utara
189
“Ga ada satu bulan, tanggal tujuh bulan tiga kemaren ku beli, sekarang masi tanggal dua, belum sampe makanya tadi kubalekkan ke tokonya”
S.2W.1.u1b.475-480h-10-11
“Belum pernah, karena kalo produk baju palingan kalo robek dia, jaitannya gimana gitu kan palingan kan kita kurang memperhatikan gitu kan, kalo
sandal pun gak gitu nya, kan udah tau kita kualitasnya gimana sebelumnya kan, ini tadi ga tau kita, pas dibuka di tokonya bagus semuanya, tapi pas
sampe kabanjahe kalo kubilang, itu lah yang pertama kali aku ragu langsung setelah beli laptop itu, dan langsung terjawab kurasa, kemaren pun pas beli
laptop teman, Acer merek yang lain nyantai aja, yakin aja itu barang bagus, tapi yang itu kemaren enggak yakin dengan harganya sangat murah
dibandingkan dengan saat itu beberapa toko, bukan beberapa toko malah semua toko yang kami udah datangi pun di carefour itu dan itu tiga juta dua
ratus, tiga juta seratus yang paling rendah,ya gitu jadi kalo beli alat elektonik sih, cuman kalo kita ga tau membedakan mana yang asli mana yang rakitan,
kalo baju sih kana da kata orang kalo merek baju belakang dan kancing bajunya diliat sama, asli berarti tapi kalo barang elektronik ini kayak laptop
aku gabisa membedakan yang originalatau enggak gatau aku, kalo keragua-
raguan setelah beli produk terbesar itulah baru beli itu…. Keragu-raguan yang terjawab itulah…” S.2W.4,r1b.2788-2810h.60
“Baru itu sih kurasa, selama ini cukup memuaskan sih kurasa beli alat-alat elektronik, handphone kek gitu, baru ini tadilah, aku bilang kalo beli alat-alat
elektronik itu sangat memperhitungkan sekali lo fo biasanya, cuman ini tadi kemaren enggak, karena dikasih budget uang tiga juta lima ratus jangan
sampai lebih tiga juta lima ratus, maksimal tiga juta lima ratus lah, namanya aku selalu mematokkan pada harga kucarilah dibawah itu tadi ya kan,
dapat..cuman kek gitu tadi ya kan…” S.2W.4,r2b.2814-2826h.60-61
Setelah pembelian laptop tersebut, Ria menjadi semakin enggan melakukan pembelian produk-produk elektronik dan munculnya pikiran negative setelah
pembelian laptop yang rusak tersebut. Pikiran negative tersebut berupa anggapan laptop tersebut mungkin saja bukan produk asli keluaran pabrik.
Universitas Sumatera Utara
190
“Ih, takut, ragu aku gini tadi nanti kasusnya, nanti kita pake rupanya rusak, satu sisi kek gini taulah kita setidaknya mempergunakannya, bedakan dengan
kamera biasa kan, kamera yang dulu pake batre dia kan tinggal jepret aja dengan kamera yang sekarang ada yang banyak kan programnya di dalam,
setidaknya taulah, kek ini tadi pun, enggaknya banyak, aku cuman buka program, masi ngetik, udah lima menit kek gitu tadi langsung mati, berarti
dari sananya kemaren memang kurasa, bertobat aku fo,” S.2W.1,y1b.584- 598h.13
“Ternyata kemaren itu kan rame, taulah akhirnya yang muncul pikiran itu pikiran negative, jujur aja kubilang tadi kan langsung disuruh ke kantor
servicenya aku ga mau, ku suruh aja mereka “ S.2W.1,aa1b.534-639h.14 “ Ini, gimanalah ya yang ga sesuai aja sih mutunya kurasa, kalo harganya sih
seharga laptop sekarangnya, cuman yang kuragukan itu betul betul produk dari tokonya atau dari Lenovonya langsung atau enggak, sampe kakakku
bilang jangan jangan kau beli secondnya gitu, kotak kan bisa minta kotak
yang lain, padahal enggak.” S.2W.1,z1b.615-624h.13
B.2.iii. Dimensi Wisdom of Purchase
Ria mengalami kebijaksanaan dalam pembelian seringkali terhadap produk pakaian dan alas kaki berupa sepatu dan sandal. Pengalaman Ria membeli produk
pakaian seperti pada produk baju, gaun, dan underwear. Ria juga merasa sudah membuat keputusan yang salah ketika sudah membeli produk baju dan ternyata ada
produk yang sama dengan harga yang lebih murah ketika ia berjalan meninggalkan tempat membeli produk yang sudah dibeli tersebut.
“Sering sih, sering sekali lah, misalnya kek gini budgetnya cepek, o ada disini, kita belum keliling-keliling misalnya ya, oh ini dapat tujuh puluh lima ribu,
sebenarnya belum sampe budget kita tadi kan, cocok, keliling-keliling kita belum kita liat yang lain setelah kita bayar seringkali kita bilang lebih cantik
ini ya, lebih bagus enggaknya sampe cepek, sering juga nya kayak gitu karena
Universitas Sumatera Utara
191
kulihat gitu kesalahannya sih kurang sabar mencarinya seringnya sih kek gitu, setelah dapat gitu keknya lebih cantik itu, lebih murah, ataupun misalnya kek
gini tadi, kalo aku sering belanja kek gini,buat budget tapi aku ga mau di atas budget aku belanja, kalo soal nyesal, eh sedih, ragunya, gak nyaman itu, ada
ya lebih bagus tadi ya kek gitu, kok gak kulihat, tapi udahlah udah dibeli, tapi
kalo misalnya untuk beli lagi gak cukup uangnya aku gak mau” S.2,W.1,n1,n2b.333-356h.8
Hal ini tejadi karena Ria terlalu cepat memutuskan dalam melakukan pembelian, dimana biasanya Ria akan membuat keputusan setelah melakukan
perbandingan harga minimal di lima tempat atau toko yang berbeda. “Kalo misalnya ke pajak tradisional ya, lima… rata-rata lima… Biasanya sih,
setelah ke lima toko ini juga ya, biasanya juga sih ke lima toko ini cuma membandingkan harga, e… merek yang sama dan harga yang sama, yang
lima toko ini ya, karna bisa aja kan kita telusuri kios-kios yang lain ga semua ada barangnya kan, setelah lima toko, kalo misalnya tiga yang udah sama
harganya jarang mengecewakan tapi seringnya kan , kita pandangan pertama ini kan kadang merusak, ih cocok itu tadi, kita lihat lagi yang lain harganya
beda,”S.2W.4,l1b.2610-2628h.56
Ketika melihat harga produk baju yang sama ternyata yang lebih rendah dari produk lain yang tipenya sama membuat Ria terburu-buru akhirnya memutuskan.
Kemudian, setelah pembelian Ria menemukan produk yang sama dengan harga yang lebih rendah. Ria merasa rugi karena terlalu cepat menentukan pilihan produk yang
langsung saja dibeli. “Sering sih, sering sekali lah, misalnya kek gini budgetnya cepek, o ada disini,
kita belum keliling-keliling misalnya ya, oh ini dapat tujuh puluh lima ribu, sebenarnya belum sampe budget kita tadi kan, cocok, keliling-keliling kita
belum kita liat yang lain setelah kita bayar seringkali kita bilang lebih cantik ini ya, lebih bagus enggaknya sampe cepek, sering juga nya kayak gitu karena
Universitas Sumatera Utara
192
kulihat gitu kesalahannya sih kurang sabar mencarinya seringnya sih kek gitu, setelah dapat gitu keknya lebih cantik itu, lebih murah, ataupun misalnya kek
gini tadi, kalo aku sering belanja kek gini,buat budget tapi aku ga mau di atas budget aku belanja, kalo soal nyesal, eh sedih, ragunya, gak nyaman itu, ada
ya lebih bagus tadi ya kek gitu, kok gak kulihat, tapi udahlah udah dibeli, tapi
kalo misalnya untuk beli lagi gak cukup uangnya aku gak mau” S.2,W.1,q1b.384-407h.9
“Akhirnya ketika udah beli ketemu yang lebih murah gitu, ada rasa gak ini, ee… apa ya…lebih bagus rupanya yang ini pada yang kubeli tadi karena
harganya…” S.3,W.3,w1b.1723-1728h.37-38
Keterburu-buruan yang Ria alami biasanya terjadi karena memang waktu yang terbatas ia miliki untuk belanja, tidak sabar dalam menentukan pilihan dan
mengabaikan alternatif produk yang ada dan biasanya karena Ria sudah tertarik terhadap suatu produk tersebut, adanya perasaan yang memang ingin membeli produk
tersebut tanpa alasan yang jelas lebih mengikuti keinginan perasaan saja. “Seringnya seperti itu memang kejadiannya, satu hal ngerasa gak sabar ya, ih
kok mahal kali ini, beli baju pernah budgetnya seratus ribu, terus dapat baju sembilan puluh ribu, lalu dibeli, padahal satu lorong lagi ke sana ada dengan
harga delapan puluh ribu, liat gitu jadi agak kesal sih, cepat kali ya aku tadi beli ini ya, cepat kali aku memutuskan itu ya, jadi ngerasa ga sabar aku
mencari ya, biasanya aku buat budget itu juga untuk mencari yang semurah-
murahnya tapi bagus kualitasnya gitu tertawa” S.2W.3,n1b.1565- 1577h.34
“Mungkin karena banyakan yang kualami itu kek gini, mungkin aku terburu- buru belanja, aku ada janji lagi, itu yang buat aku asal yaudahlah budgetku
kan seratus ribu, ini ada sembilan puluh ribu, jalan lagi sikit, kadang kan kita jalan ga langsung putar arah, jalan lagi sikit, oh ada lagi ini ya, kalo misalnya
ada cukup waktu, kalo gak terburu-buru ga dikejar waktu seringnya jadi ga membeli barang pun jadinya, terlalu banyak yang mau dipertimbangkan, ah
mana tau minggu depan murah gitu” S.2,W.3,v1b.1708-1720 “Pernah waktu beli bra, cantik kurasa, cocok, karena kan pandang pertama sih
ya, gak pernah liat modenya itu, aku rasa bagus yaudah aku ambil aja
Universitas Sumatera Utara
193
langsung kubawa ke kasir, yaudah itu di Suzuya. Rupanya setelah kupikirin, sampe di rumahnya karena barang jarang kubuka di tengah jalan, yaudahlah
dari segi harga lumayan harga, karena ingin menutupi kekesalan itu, ya yaudahlah kek gitu mikirnya udah dibeli kok…”S.2,W3,w2b.1742-
1752h.38 “Aku pikirkan, boros kali aku ya tertawa, jadi e…. harganya ga sesuai
bu dget pun, kok boros kali aku pun, ini… lebih bagus tadi mencari entah ada
nya yang lebih murah dengan seperti ini kualitasnya… “ S.2W.3,x1b.1755- 1770h.38
“Itu sebenarnya gak ada terburu-buru lo fo, cuman itu tadi ketika langsung melihat itu tadi, nger
asa ih cantik ya gitu…perasaan kali ya…” S.2W.3,y1b.1772-1775h.38
“Ada, kek itu tadi lah, pernah, Cuma itu tadi akhirnya nyadari gak terlalu sabar untuk mencari, seringnya ngerasa ini udah cocok, pandangan pertama
langsung berkesan kata orang kan, seringnya setelah angkat barang, pandang
lagi kesana ternyata o ada lagi, udah kita bayar kan ga mungkin lagi” S.2W.1,aq1b.965-973h.21
Ria juga mengalami ketidaktepatan keputusan pembelian saat membeli produk pakaian ketika produk pakaian tersebut harganya lebih rendah dari biasanya
yang ia temui misalnya karena ada diskonnya. Ria membeli produk tersebut dan setelah pembelian muncul perasaan bahwa ia telah membeli produk yang salah,
kurang berguna baginya pada saat tersebut. “Mungkin kita buat contohnya, sampelnya ke apa ya, beli baju pernah, kita
lihat harga murah, dan lihat harga murahnya, kadang kan ga menyesuaikan ke tubuh, mungkin harganya sangat murah, lihat harganya murah kali ya, sayang
gak dibeli… mungkin pas membelinya itu ga begitu dipikirkan kali…kadang juga merasa gak cocok karena terlalu terbuka, bukan tipe orang yang suka
baju yang kek gitu sih” S.2W.2,a1b.1150-1159h.25 “Karena faktor yang lebih, ini misalnya ketika kita lewat ada yang lebih
murah, misalnya ini kemeja sama sama putihlah kita bilang, mungkin karena ga mikir ke kualitasnya hanya berpikir ke harganya, gak kualitas ya pastinya,
Universitas Sumatera Utara
194
karena kalo barang berkualitas kan biasanya lebih mahal kan, aku gak pikirkan kualitasnya tapi harganya…” S.2W.3,u1b.1696-1704h.37
Ria juga mengalami perasaan tidak membuat keputusan yang tepat setelahpembelian saat membeli produk sepatu. Hampir sama keadaanya seperti pada
pembelian produk baju. Ria ketika melihat produk yang lebih murah atau ada potongan harga membuat dirinya ingin membeli produk sepatu tersebut. Setelah
membeli, Ria merasa ternyata produk sepatu tadi tidak seharusnya dibeli karena bukan merupakan kebutuhan yang urgent sekali pada kondisi saat itu.
“Palingan ke sandal, kek sepatu.. terlalu… e… kek mana ya, belanja itu, e…. biasa kalo harga belum diskon misalnya harga seratus tujuh lima, tiba-tiba
diskon dia, misalnya, e… harganya dapat diskon, harganya jadi sembilan puluh berarti kan sebetulnya apalagi kita kan orang-orang biasa merasa, ih murah
sekali ya, seringnya kek gitu tadi, ketika udah nampak barang murah, aku sering kek gini, sayang ga dibeli tapi ga memikirkan cocok gak nanti
makeknya, kek kek sepatu kan, ada yang bertali, ya… sering kesitulah kalo dari sepatu…” S.2W.2,b1b.1164-1176h.25
“Ketidaknyamanannya….seringnya sih mengalami ketika belanjanya, seringnya sih kalo beli sepatu kan ke Matahari, cari yang diskon-diskon,
ketimbang…. Itu tadi yang sering gagal, gagalnya kurasa ya, meski sepertimbangan apa pun aku ya, pasti ada gagalnya, gagalnya kek itu tadi,
misalnya harga sebelum diskon tadi dua ratus lima puluh ribu, ketika diskonnya yang tinggi itu, tertawa membuat tertawa, diskon lima puluh
persen katanya, dua ratus lima puluh ribu kan jadinya cepek dua lima, kan jarang kita dapat barang seperti itu, kapan lagi kalo gak sekarang, ngelihatnya
kesitu, cuman dengan ngeliat orang begitu ramainya besok belum tentu lagi kita dapat barang itu, gak memikirkan kek gitu tadi, gak memikirkan cocok
gak ya, mikir nya gini yang penting aku udah punya merek kek gitu, udah, ang
kat bawa ke rumah, kadang beli…. Kalo Nevada udah seringlah, cuman beli.. kek Onta itu kan jarangnya diskon, diskonnya juga dia palingan harga
yang paling murah itu cepek kek gitu, tiba-tiba dapat misalnya dari seratus lima puluh ribu jadi cepek katanya ka
n kurasa… aku pribadi kalo liat
Universitas Sumatera Utara
195
mereknya yang jarang-jarang harganya murah disitu, seringnya pengen memiliki sih, yang penting aku punya, suatu saat aku punya, kek kemaren
pernah beli itu, trus datang teman- teman kan lalu bilang wah… sedikit agak
senang gitu, pantas ya, beli ini sekarang ya, baru nyadar, aku gatau sih itu merek yang lumayan, kenapa memang itu? Kutanya kan…. Jarang-jarang aku
fo ditanyain, makanya sampai sekarang jarang aku pake… kalo kemaren ditawarin beli itu aja, yaudah beli aja, kalo baju gak terlalu, seringnya kan
sepatu itu…,” S.2W.2,g1,g21304-1346h.28
Ria juga merasa kurang bijak dalam membuat keputusan setelah pembelian produk sepatu karena merasa kualitas produk sepatu tidak sesuai dengan harganya
yang mahal yang sudah dibayarkannya. Harapan Ria terhadap merek produk sepatu tidak sebanding dengan harganya.
“Biasanya dengan… e… harganya yang e… kita kan sering berharapnya gitu, harga yang murah pun kualitasnya bagus,itu yang sering kan…mau beli selop
swallow pun yang harga lima ribu kan mau kita, kalo bisa tahan jangan cuman setahun, tiga tahun… jadi kan e, sering e… seringnya kenyataannya kan
barang yang mahal juga yang seringnya ke gitu, gak, gak sampe bertahun- tahun kita gunakan, cukup, kek kena air aja sepatu sandal gitu melekar, kek
beli baju pun gitu kan, kalo misalnya kek-kek beli batik kita kan harganya harga yang cukup mahalnya, gak luntur, rupanya sampe rumah kita cuci,
pastinya barang itu, kalo kita cuci pertama, pasti ada lunturnya…” S.2W.2,c1b.1207-1223h.26
“Palingan ketika beli sepatu, kan harga mahal sekarang kalo kita pake banyak yang terkelupas, dilihat dari mereknya, merek udah terkenal, kan banyak
sekarang barang kek gitu, mereknya terkenal ya tapi kualitas barangnya gak
lagi sama kayak mereknya” S.2W.1,s1b.435-442h.10 “Bukan sepatu kets ya, sepatu biasa aja, apa ya yang sering bisa dipake ke
gereja, tapi bukan sepatuku yang bertali itu ya, itu kan dimasukkannya pake lem aja, kalo sebetulnya orang bilang kan produk bata itu sudah sangat bagus,
tapi itu kan gak lama kita pake udah keluar dia, bagusnya kan harus dijait lagi keliling, kemaren beli bata sama snickers tapi rata-rata kek itu tadi karena aku
kan ga bisa pake high heels jadi kek gitu tadi, yang rata itulah sering permasalahannya kurasa, dengan harganya dan mereknya kalo selama ini
Universitas Sumatera Utara
196
terkenal dengan mutu yang bagus ini enggak ada” S.2W.1,t1b.447- 462h.10
Berdasarkan dua produk yang berbeda yangs sering kali membuat Ria merasa kurang tepat dalam membuat keputusan pembelian setelah produk telah dibeli
tersebut, Ria menyadari seringkali waktu yang terbatas untuk belanja membuat keputusan dipersingkat sehingga sering merasa tidak tepat pembelian produknya.
“Mungkin terburu-buru tadi lah ya, kadang gini kan, ada waktu kita hari ini, mikirnya jadi ya udahlah bisanya besok sekalian aku belanja, sekalian ke
tempat kam nanti gitu, rupanya kan kalo belanja itu gak cukup waktu lima belas menit, tiba tiba udah kepepet kan, waktu satu jam pun kita press jadinya
untuk dapatkan barang, karena waktu sih, suka mengulur-ngulur waktu kurasa
aku…”S.2,W.3,z1b.1787-1796h.39
Di dalam pengalaman pembeliannya juga, ditemukan bahwa Ria akan berusaha secepat mungkin keluar dari tempat perbelanjaan setelah membeli produk.
Hal ini ria lakukan agar tidak semakin terpengaruh untuk merasa bersalah telah membuat keputusan yang tidak tepat saat memilih produk. Hal ini juga terjadi saat
Ria melakukan pembelian baju yang biasanya di pajak tradisional. Ada perasaan mungkin kurang menawar produk lebih rendah sebelumnya sehingga merasa sudah
buat keputusan yang salah. Oleh karena itu, Ria akan berusaha langsung meninggalkan pasar tradisional tersebut untuk mengurangi rasa bersalahnya telah
membuat keputusan yang kurang tepat dalam mengeksekusi harga. “Pernah, sering… kenapa kubilang gitu, karena ke harganya… ditawarkannya
dua ratus, kita tawar dapat seratus.. setengah harga kan… seringnya kek gini,
Universitas Sumatera Utara
197
ntah tawar tadi delapan puluh pun, entah dapat nya… tertawa” S.2W.3,ar1b.2187-2192h.47
“Hmmm… seringnya seperti itu… jujur ya fo, ini yang sering kualami… ketika aku ga keluar-
keluar dari pajak itu, itu yang kupikir… semakin lama nanti aku di dalam semakin terus kupikirkan ….makanya siap aku belanja
nanti langsung aku pulang… berarti itu enggak kuingat lagi, e… maksudnya gini… berusaha untuk enggak ingat lagi … kalo kita terus di pajak itu kan,
manatau ada dengan model yang sama di toko lain, kita tanya berapa? Segini… ternyata lebih murah kan … ini…. Bodoh betul betul gitu lo …
makanya aku kalo udah belanja fo… itu sih mungkin ya… kalo misalnya mau makan pun, makan dulu baru belanja…” S.2W.3,as1b.2204-2220h.47
“Biasanya… ya jadi mumet jadinya lo, pengen marah, kok gini ya… deket- deket lagi di situ kan , makin nyesal jadinya kita, apa ya…. Seringnya kalo itu
kek sama teman-teman sering belanja, padahal tawar tadi segini, masih dapat tdi itulah, kalo udah pulang kita, kan dah enggak itu lagi yang kita bicarakan
kan, semakin di perjalanan kan, semakin ga ingat, kan kalo misalnya masi
tetap di situ…. Kalo misalnya udah pulang, udahlah… kek mana pun udah kita beli, beda kondisinya kalo kita masi di lingkungan itu, ada pula pikiran
cobalah kita tawar disana…, kurang puas aku…ke kemaren pernah ada temanku kan fo, belum puas aku, ayoklah… akhirnya dapat jauh lagi dari
harganya itu tadi kan, jadinya menyesal kita, menyesal banget pun… kenapa,
kenapa, akhirnya kek gitu kita… makanya aku kalo udah kek gitu, misalnya orang bilang aku lebih suka bermerek katanya, kalo barang titipan, aku
pribadi pun kek gitu misalnya beli baju yang punya merek misalnya, aku
takkan mau, kubuat budgetnya, kuambil barangnya, udah… ya, kalo ke pajak kek gitu tadi seringan… tiga ratus kek kemaren, beli bajunya mami
mamaknya Martha, berapa tawar kak? Katanya samaku, tawar aja cepek kubilang… iyah, ga mungkinlah pasti ga mungkin itu katanya… tawar tawar
akhirnya, harganya seratus dua puluh jadinya… berarti kan… tertawa, itu maksudku, berarti kalo di pajak kan banyak permainan harganya…”
S.2W.3,at1b.2229-2265h.48 “Karena kek gini fo, tertawa, satu, semakin banyak barang yang kita
nampak, modenya lebih bagus, trus kalo kita tanya harga, dan pernah merasakan kek gitu, ketika bertanya dengan harga yang sama dan merek yang
sama harganya bisa lebih murah dari apa yang kita beli jadi karena udah beberapa kali kek gitu, jadinya siap beli jadi langsung pulang lurus ga ngeliat
mode yang lain karena udah kita beli, kalo di pajak tradisionalkan lebih banyak dipajangkan barang-barangnya beda kalo di mall, kalo di mall kan
hanya di toko ini saja nanti barangnya, sejenis di sini, kalo di pajak tradisional kan di kios sana bisa, di kios sana bisa, harganya bervariasi, kalo disini kita
Universitas Sumatera Utara
198
bisa beli empat puluh di sana bisa aja dapat tiga lima, kalo dibanding- bandingkan lima ribu berharga juga kan, jadi kalo sekarang ke pajak
tradisional kalo udah dapat barangnya lebih baik pulang karena semakin banyak nanti teringat…” S.2W.4,j1b.2599-2606h.56
Perasaan kurang bijak dalam membuat keputusan tersebut akan berlanjut sampai di rumah nantinya dan biasanya akan menjadi beban pikiran Ria hinggan satu
malam. Ria pada akhirnya menyalahkan diri sendirinya karena telah terlalu cepat membuat keputusan.
“Biasanya perasaan ke gitu datangnya setelah sampai di rumah, ga sampai sih satu malam biasanya kek gitu, cuman kalo berjalan sama orang lain mikirnya,
ada satu perubahan sih yang kurasakan, ketika mau belanja jarang sih melibatkan orang lain sekarang lebih hati-
hati akhirnya” S.2,W4,i1b.2558- 2565h.55
“Kalo sama teman kan, biasanya langsung mengajak temanku itu pulang, jangan lama-lama lagi tertawa, gak lama-lama lagi di tempat belanja itu,
udahlah ayok pulang, solusinya itu, semakin lama di sana, semakin itu yang kupikirkan, karena kalo gak disitu, ya udah gak kupikirkan kali lagi,
istilahnya, udahlah ini aja yang kubeli, kalo makin lama disitu kan rasa
bersalahnya itu tinggi, sedih, jadi menyalahkan diri sendiri..” S.2W.3,p1b.1594-1604h.35
“… menyalahkan diri sendiri itu ada sih, kalo kita menyusuri kembali ya, kios-kios yang ada kek gitu, cepat kali aku memang mengambil keputusan
ya… ketika kita melihat kembali ke kanan kiri bajunya, pasti ada kek perasaan ih cepat kali aku beli ya, padahal itu tadi pun bagus,”
S.2W4,k1b.2599-2606h.56 “Bodoh kali aku, karena tadi aku kan punya target harga segini, bodoh kali
aku ya, segini, kok bod oh kali,” S.2,W3,q1b.1607-1609h.35
Ketika melakukan pembelian di mall, Ria bahkan akan berusaha lebih cepat keluar dari tempat tersebut.
Universitas Sumatera Utara
199
“Di mall juga sama, malah lebih cepat biasanya perginya dari mall, kalo misalnya belanja ke mall, biasanya udah ada gambaran mode dan harganya,
budgetnya segini, kalo di mall kan sebetulnya belanja kan lebih enak, harga udah ada, budget udah ada, barangnya juga udah ada ya udah tinggal ke arah
itu, misalnya kan kek beli baju putih, mau yang berkerah ya, pergi aja ke tempat yang ada baju putih ambil yang berkerah ya udah, tinggal
menyesuaikan mana yang cocok, cocok gak ama budget kita tadi, kalo cocok angkat, kalo enggak, ga ada sesuai harga sama budgetnya ya tinggalkan kek
gitu” S.2W.4,m1b.2636-2651h.57 “Kalo berjalan misalnya mengikuti semua baju-baju yang dipajang di
Matahari itu terkadang ada mau…karena diskonnya lebih banyak kan kek gitu, tapi memang kek gitu tadi angkut barang langsung pergi kecil
kemungkinan, udah ini, udah angkat, udah bayar, kita keliling lagi, ya ada memang barang lebih murah tapi kualitasnya nanti lebih, gak seperti yang kita
beli kan, cuman kalo kita ga memikirkan kualitas cuman lihat harga akan kecewa, makanya jujur biasanya kalo belanja ke mall kek gitu tadi, sama
ajanya kek di pajak
tradisional ya, udah dapat barangnya angkat pulang,” S.2W.4,n1b. 2665-2678h.57
B.2.iv. Dimensi Concern over Deal
Di saat melakukan pembelian produk ke suatu pusat perbelanjaan tidak jarang juga Ria pergi bersama teman-temannya. Ketidaksesuaian produk yang sebelumnya
direncanakan oleh Ria semakin menjadi-menjadi ketika ia melakukan pembelian bersama teman-temannya. Teman teman yang dimaksud ini adalah orang yang sudah
mengenal dia secara dekat dan akrab, dan biasanya sudah sering menemani atau ditemani oleh Ria dalam melakukan pembelian produk-produk sehari-hari satu sama
lain juga. “Kalo ditanya orang ya, ya… sebetulnya kalo jujur kal, orang yang kita
hadapain itu, kek gitu tadi fo, kalo orang yang udah biasa kita udah kenal karakternya, berani kita yang bilang ih gara-gara kau tadi nak kubeli ini, tapi
kalo sama orang lain yang ga selalu kita sama, sulit kita rasa, kalau aku tanya
Universitas Sumatera Utara
200
sulit kurasa gara gara kau tadi, tapi kalo udah biasa kita, ih gara-gara kau aja tadi kubeli ini, padahal gak cantikny
a….kan maunya kadang kita kek gitu kan, tapi kalo misalnya belum kita kenal kali kek gitu tadi, mungkin sama orang
yang belum kita kenal, akhirnya kita lampiaskan, gara gara anak itu kali nya tadi ya, tapi kalo sama orang yang bersangkutan ga berani kali karena ga
mengenal pribadinya, tapi kalo udah kenal ya berani, gara gara kau tadi ini ya kubeli sebetulnya gak beli ini tadi aku, kan mau sering kek gitu, seringnya
juga kek gitu” S.2W.4,e1b.2478-2498h.53-54
“Kalo sama teman yang lain yang mungkin satu dua kali jalan aku mungkin bisa gak jadi beli, tapi kalo udah sampe tiga empat kali lebih sama jalan, beli
baju yok, beli …beli sepatu yok beli, lalu teman itu bilang ini kan cocok samamu, kau kan suka baju kek gini, apalagi karena udah sering sama kan
jadi udah tau selera juga kan, padahal kita ga mungkin suka kan, dia bilang ini cocok-cocok samamu, padahal harganya keknya gak cocok kita rasa, tapi dia
dah tau kan kita gimana, dah tau triknya jadi gitulah ngikut. Kalo sama teman yang kek Cuma sekali dua kali sama belanja berani sih aku jadinya bilang gak
jadi aku ga beli apa apa, tapi kalo sama teman yang dah dekat kek gitu tadi
gak bisa, orang yang sama sih…” S.2W.4,v1b.2912-2929h.62-63
Ketika berbelanja bersama orang lain, Ria merasa tidak bisa menolak pendapat temannya dan akhirnya melakukan pembelian tidak sesuai perencanaan
karena tidak bisa mengendalikan dirinya. Faktor harga yang menjadi pertimbangan utama Ria setiap melakukan pembelian menjadi terlupakan. Alhasil, Ria menjadi
lebih nyaman saat belanja sendiri daripada ditemani atau bersama orang lain.
“Kalo sama teman iya seperti itu, kalo ga sama teman enggak juga, pertimbangan itu harganya, kalo aku sendiri ya, enggak sih karena aku kalo
sendiri sangat mementingkan budget supaya ga lewat batas, makanya lebih
Universitas Sumatera Utara
201
senang kalo belanja itu, beli baju, sendiri…” S.2W.3,j1b.1527-1533h.32- 33
“Aku juga lebih suka sendiri, karena aku tahu kelemahanku, kek beli bedak lah, Pixy bagus kata teman-teman, kita liatlah harganya, cocoklah ini untukmu
kata teman-teman nanti, baguslah kak, baguslah kak kata penjualnya pulak, karena udah ada pula situ teman kita malu pulak kita, malu untuk menolak, ya
udah kita belik kan jadinya, tapi kalo sendiri lebih bisa mengendalikan diri, masih lebih mempertimbangkan h
arga” S.2W.3,k1,l1b. 1535-1545h.34
“Kalo sama teman itulah, ga bisa menyaring pernyataan itu tadi, ke harga juga enggak, karena bagus kata orang, ya bagus kita bilang,” S.2W.3,m1b.1549-
1552h.34
“Misalnya , ya… yah kalo kek orang-orang ini menunjuk ke arah teman- temannya di dalam rumah, mereka akan bilang… makanya jangan tanya
orang lain… buat keputusan sendiri kenapa sih? Kek gitu… ya iya ya… berarti aku merasa masih bisa dipengaruhi orang… makanya kek orang ini
menunjuk ke arah dalam rumah kembali mereka bilang, makanya sekali lagi kalo udah punya budget kek gitu bilanglah…. Iya kubilang, tapi teman-
temanku sering bilang kan cuman sebatas kek gini, hanya dua puluh ribu… dua puluh ribu pun kan itu pun juga uang juga …. Dan aku malu kan jadinya
kek gitu…” S.2W.3,af1b.1883-1898h.41
“Harga sih, pengaruh itu tadi, jadi tertawa, pengaruh teman itu karena jaga image tadilah itu sebenarnya kalo kata orang ya tertawa, itu yang buat
berubah, kalo sendiri aku enggak gitu fo, aku gak akan mengambil yang ga sesuai budget, tapi kalo rame-rame gitu jadinya makanya lebih baik sendiri
belanja daripada rame-
rame…” S.2W.3,t1b.1677-1685h.37
“Seringnya kenapa kubilang teman tadi senyum, ketika harga di atas budget, secara manusiawi tipis kali itu
, harga ya di atas itu…, misalnya kek yang tadi kubilang, kita bandingkan lima belas ribu, kalo dimana-mana pun orang
bilang, lima belas ribu nya kan … tapi bagi kita pribadi mungkin lima belas ribu itu berharga, ongkos ke gereja udah berapa kali bolak-balik ke gereja ya
Universitas Sumatera Utara
202
kan tertawa… sebetulnya harga ke teman tertawa … pengaruh teman masih banyak….” S.2W.3,ay1b.2335-2347h.50
“Ya mungkin lima puluh persen banyakan jadinya pengaruh teman, tapi pertimbangannya tetap ke kita, kalo misalnya beli sendiri, kekecewaan itu
mungkin dengan kualitas dengan yang diharapkan itu hanya empat puluh persen, ketika mau memutuskan pun dibilang pasti dipertimbangkan sekali,
mungkin karena menyenangkan hati ya udah ambil aja, kecil kemungkinannya, kalo ama teman-teman tadi hati bilang enggaknya keknya
tapi malu ama teman jadi fifty fiftylah gitu, orang kan bisa bilangnya cantik- cantik ini katanya tapi balek sama kita kan, tapi kekecewaan tadi kalo
misalnya bilang dengan orang lain bisa dikatakan banyaklah, kalo diri sendiri aja sedikitlah kita rasa kecewa, karena pengaruh itu tadi ya, ketika kita belanja
teman-teman bilang cocok, cocok itu tadi gitu, ya ga enak kita rasa.. perasaan itu yang ada, tapi kalo sendiri kita kan letihnya kita nya makanya kita
putuskan, yaudah dari pada besok aku harus datang lagi, jadi kalo dengan diri sendiri lebih kecilnya ketidaksesuaian beli barang itu, dengan orang lain
malahan lebih besar kek gitu tertawa” S.2W.4,g1b.2518-2544h.54-55 “Seringnya kek gitu tadi fo, takutnya dia udah capek dia nemanin kan, kan
aku yang minta dia ikut samaku, terus gak jadi beli barang kan, udah capek kesana kemari, dia bilang ini cocok, itu cocok, tapi gak diangkat angkat
barangnya kan kesal kan, jadi udah cantik ini katanya, menjaga perasaan teman, padahal merasa ga suka empat puluh persenpun nanti sama barang itu
kan, padahal kalo lima puluh persen aja tadi sukanya kan masi lumayan..” S.2W4,w1b.2932-
2943h.63” “e…. gimana ya, yang sering sih terucap dalam otak ini, satu sih kek gini, kok
bodoh kali aku ya, sering sih, untuk mengulangi, gemes sendiri melihat ini, kok bodoh kali tadi ya memutuskan ini padahal untuk kebutuhan sendiri,
bodoh kali untuk memutuskan itu saja…” S.2W.4,h1b.2550-2556h.55
Pengaruh pendapat orang lain yang menemani Ria berbelanja juga tidak dibatasi oleh tempat dan system pembelian produk yang harus di lalui. Hal ini
terbukti baik ketika membeli produk di pasar tradisional maupun di pusat perbelanjaan seperti counter-counter di mall membuat Ria seringkali tidak merasa
Universitas Sumatera Utara
203
nyaman setelah pembelian karena terpengaruh dari pertimbangan teman yang mendampinginya belanja. Lagi-lagi, Ria tidak bisa menolaknya. Di pasar tradisional,
dalam proses tawar menawar produk, pengaruh teman juga membuat Ria pada akhirnya merasa kurang dapat mengeksekusi harga dengan baik.
“Kalo di mall ada tetap, kek gitu tadi ini udah cocok harganya kata teman- teman, itu cocok kali lo kek gitu…kalo ke pajak tradisional kan, kita yang
tipe-tipe menawar kan, misalnya harga, kalo kek di Petisah kan kam tau harga dua ratus bisa jadi harga tujuh puluh kan, kalo dengan teman kita belanja,
berapa budget yang mau kita tawar, bilang aja tujuh puluh, ketika kita tawar , enam puluh kita bilang, kurangi ya dek, tambahi ya dek, ayoklah enam lima
aja , enggak bang kita bilang, datang teman kita bilang udah murah itu enam lima, akhirnya terpengaruh sama teman itu tadi, jadinya banyak gitu teman
kita, udah capek pula dia ya kan nemani aku kita pikir pula kan, kadang aku pribadi itu yang membuat aku, yaudahlah capek mungkin temanku ini
menemani aku kek gitu” S.2W.4,o1b.2685-2704h.58
“Kalo sendiri, aku lebih cuek, kalo ga cocok kurasa harganya kutinggalkan pergi aja aku tertawa, kalo ada teman e…. tertawa, soalnya kalo ada teman
gini lo fo, udahlah nak… empat puluh ribunya, katanya gitu… jadinya kan bertahan kan, aku dulu sering kek gitu fo… makanya kan Martha sering palak
samaku, aku sering ngekekeuh sama prinsipku, misalnya beli baju, kemeja- kemeja, sekarang kan ada yang empat puluh, empat puluh, ada yang empat
puluh
dua ribu…ah, aku nggak mau budgetku Cuma empat puluh ribu… ini aja kau ga mau empat puluh dua ribu? Enggak ah kubilang… aku udah jalan
aja nanti, teman- temanku jadinya nanti gak suka samaku gitu…kadang aku
mikirnya kek itu tadi, dari situ aku akhirnya jadi lebih suka aku jadinya belanja sendiri, dan di mall aja lah, akhirnya kek gitu tadi, supaya ga ribet, ga
menyesal sekali, ke mall, tapi kita udah punya budget, harga segini, kalo segini beli, kalo enggak ya tinggalkan… kalo ke pajak lebih… lebih banyak
s ih…lebih banyak gak puasnya ketika ke pajak… banyaklah, nanti jaitannya
lah yang ga rapi, kalo dia yang di mall, yang kulihat, jaitannya lebih rapi, dan kalo kubandingkan di pajak kubeli selama ini ya yang kulihat,pasti lebih rapi
hasil jaitannya di mall, mungkin tertawa entah udah diguntingi dulukan, mungkin kelihatannya lebih rapi, kalo di pajak kan kadang-kadang masih ada
kadang benangnya,” S.2W.3,avi,av2b.2286-2382h.49
Universitas Sumatera Utara
204
Ria menyadari bahwa pembelian yang ia lakukan karena adanya pengaruh orang lain yang lebih besar daripada dirinya sendiri, yaitu teman yang menemaninya
saat berbelanja. Ria mengalami hal tersebut saat pembelian produk bedak, lip gloss, sepatu, dan handphone. Pada saat pembelian lipgloss yang membuat Ria akhirnya
tertarik untuk membeli produk tersebut karena orang yang menawarkan produk ini adalah temannya ditambah lagi bahwa produk lipgloss yang ditawarkan harganya
sedang diskon dimana beli dua produk gratis produk yang sama.
“Oriflamme, Di satu sisi kek gini sih, bukan karena kebutuhan sih, itu karena penawaran barang untuk kita, kek kemarin beli, pelembab, lip balm, apa
namanya untuk bibir itu?” S.2W.1,b1b.69-73h.1
“Iya, buy one get one, kek gitu, lihat harganya murah, oh yaudah ya, tapi setelah bayar, itu kan bukan suatu kebutuhan sekali, maksudnya gitu, kurang
memikirkan itu cocok gak ya kumiliki? Tapi setelah dibeli, oh ternyata itu gak pun tadi kubeli itu masi bisanya, masi, gak pake itu pun bisanya, gak menja
di satu kebutuhan pribadi kali
karena itu tadi penawaran penjualan itu” S.1W.1,c1b.78-87h.1-2
“Yang buat sor itu satu sisi ini ya, karena yang menawarkan adalah teman kita sulit kita untuk menolaknya, jadi kalo ada produk kayak gini ya yang mana
aja sih, ya langsung terbeli sih, kalo selama ini pintarnya, oh beli parfum ini ya, diskon segini, gak terlalu mudahnya aku terpengaruh, ini tadi memang buy
one get one kali” S.1W.1,d1b.91-100h.3
Universitas Sumatera Utara
205
“Barangnya beli satu dapat satu, kalo dibandingkan dengan harga biasa lebih murah, kalo biasanya kita beli satu itu empat puluh dua ribu, ini empat puluh
dua ribu dapat dua, jadi istilahnya kan lebih murah gitu, padahal sebetulnya kemaren aku punya barang itu, sekarang udah tiga jadinya kan, nyesal, kalo
ditanya nyesal kali gak ada prioritas dalam pembelian suatu kebutuhan, gak
memikirkannya sebelum membelinya” S.1W.1,e1b.102-113h.3
“Harganya murah…biasanya kan kalo kita beli itukan empat puluh sembilan ribu dapat satu, jadi kemaren empat puluh sembilan itu dapat dua, lalu karena
tetanggaku yang nawarin, karena tetanggaku itu pula yang nawarin, kalo
bukan tetanggaku itu yang nawarin, aku bakalan ga akan beli tertawa…” S.1W.3,a1b.1412-1219h.31
“Kalo liat sih, pengaruh penawaran teman tadi, bahwa itu murah lo kak, sayang lo, biasanya cuma dapat satu, ini bisa dapat dua lo, memang dilihat
harganya yang murah kan, tapi ketika dia semakin pintar menawarkan itu, kita jadi semakin tertarik, ini butuh gak ya, padahal masi ada kan, pengaruh itu
nya…” S.1W.1,b1b.1424-1431h.31-32
“Kalo ngeliat biasanya, iya dong fo, ini kecil kali harganya empat puluh sembilan ribu, sebetulnya dibilang temen-temen sih, murah lo ini kak, jarang-
jarang lo ada diskon, taulah kam kayak merek Oriflame, bulan depan belum tentu ada, tiga bulan lagi punyandu itu pasti habis, akhirnya gitu tadi,
terpengaruh dengan pernyataan itu, setelah diterima baru mikir, aduh beli dua
sama aja, gak juga terpake,” S.1W.3,c1b.1434-1444h.22
“Yang paling kurasa sih, aku gak bisa menolak orang, ya sebetulnya kan kalo gak perlu kita kan, ngapain kita beli, teman pun kan, harus bijak kita kan, aku
ga butuh, cuman karena tawaran tadi, ayoklah kak, tolong beli ini, ini lebih murah katanya, dan ditekankan diskonnya itu lo, kalo yang kurasain kenapa
aku ga bisa menolaknya ya? Masi m
emikirkan perasaan teman” S.1W.3,f1b.1486-1495h.33
Universitas Sumatera Utara
206
Setelah pembelian lipgloss tersebut, Ria jadi merasa kecewa dan memikirkan lebih kepada harganya yang sebenarnya masih bisa digunakan untuk hal-hal lain yang
lebih berguna. “Setelah beli itu, perasaanku lebih mikirin ke harganya sih, harga dibilang,
eeh, ke penggunaannya jugalah, karena kan beli dua, expired nya kan satu tahun, kan ga mungkin habis dipake sekali dua, beli satu pun cukup satu
tahun, ini beli dua, sama aja kan, mau dijual ke orang lain, kasi tawar aja ke orang lain dua puluh lima ribu gak mau, karena mungkin dia tahu kita beli
satu dapat dua, adek adek yang disini pun gak mau, ngapain beli, memang kalo dari harga untung, tapi dari segi penggunaannya tadi kita ga bisa pake
dua-duanya sek
aligus” S.1W.3,d1b.1449-1461h.32
Ketika terus-menerus memikirkan pembelian lip gloss tersebut, Ria merasa dirinya terlali cepat mengambil keputusan tanpa berpikir panjang.
“Bodoh amat aku tertawa, itunya, kok bodoh kali aku, kok mikirnya gak mikir panjang dulu, toh kubeli pun dua, gak nya bisa kupake duanya, cuman
satunya yang dipergunakan kan, itulah sampe lama kupikir-kupikir, bodoh kali aku ya, kok mudah kali aku terpengaruh dengan orang ya, itulah maka
dibilang adekku, itulah kalo memang teman yang menawarkan, susah untuk
menolak…” S.2W.3,e1b.1463-1472h.32
Di saat pembelian sepatu ke suatu pusat perbelanjaan juga pernah dialami oleh Ria, dimana pendapat temannya tentang produk sepatu yang sedang dicocokan
pada saat ingin membeli. Ria menjadi segan menolak saran temannya untuk membeli produk sepatu yang sebenarnya setelah pembelian ia merasa sama sekali tidak cocok
dengan dirinya.
Universitas Sumatera Utara
207
“Seringnya seperti itu, jarang memang aku, di situ langsung beli, sesuka apapun aku, tapi kalo jalan nanti ke
carefour… ditanya kam beli apa? Aku mau beli sepatu kubilang… Di sini seringnya aku jatuh itu… udah cantik kok
itu, kata orang samaku, di situ nanti akhirnya, aku jadi akhirnya beli…” S.2W.3,ac1b.1838-1845h.40
“E, satu sisi kek gini, yang kemaren kubeli merek onta ya, di sana cantik kurasa fo, Cuma sampe di rumah kan e, biasanya kalo kita banyak jalan kan
ngepas dia di kaki kita kan, ternyata setelah beberapa hari di rumah, pake sekarang udah loss, udah kebesaran itu sepatunya, jadi jarang memang
kupake dan mungkin ini ya karena terpengaruh teman-teman tadi, cantik kau pake, cantik kau pake, bukan kita sendiri yang memutuskan, seringnya kan
kalo beli baju kita yang memutuskan, ih cantik sama kam itu, sepatu juga kek gitu fo, cantik kan, kadang kek gini nggak kita ambil sayang, kecewa nanti
aku cantik katanya, padahal aku lebih suka ini, enggak itu tadi lebih cantik kau pake, karena pengaruh-pengaruh kek gitu, itulah sepatuku itu tadi kubeli,
ini lebih cantik dari itu padahal aku lebih suka yang itu tad
i, ini ya katanya” S.2W.1,j1b.217-238h.5-6
Pada saat pembelian produk bedak, kejadian yang sama juga pada Ria. Lagi- lagi karena pendapat temannya,Ria membeli produk bedak tersebut.
“Sama mereknya, sama-sama onta Cuma yang satu terbuka satu tertutup, banyaknya sih, banyak aku menyesal belanja karena itu tadi kalo sama orang,
kalo beli bedak fo sama teman-teman kita, kecuali kita Tanya ini cocok gak buat ku, ini enggak, itu cocok kam pake, nawarin kek gitu sulit untuk
memutuskan untuk diri sendiri, biasanya kek gitu, makanya aku belanja lebih
baik sendiri dari pada dikawanin hehe” S.2W.1,k2b.240-251h.6
Universitas Sumatera Utara
208
Ria pernah juga membeli produk handphone yang ia rasakan ketidaksesuaian harganya setelah pembelian. Pada suatu waktu, Ria hendak membeli sebuah
handphone dengan budget maksimal dua ratus ribu rupiah. Ria membanding- bandingkan harga terlebih dahulu dari satu toko ke toko lainnya bersama dua orang
temannya. Ternyata setelah mencari begitu lama, Ria menetapkan pilihan untuk membeli tipe handphone tertentu dan setelah dicari harga terendah yang dijual adalah
dua ratus lima belas ribu. Ria menyadari harga produk tersebut sudah melampaui budget plannya sehingga Ria ingin mengurungkan niatnya membeli produk
handphone tersebut. Namun, teman-teman Ria yang terus-menerus menyarankan Ria untuk
membeli produk tersebut apalagi hanya perlu menambahkan lima belas ribu rupiah. Merasa tidak bisa menolak pendapat teman-temannya itu karena takut dianggap
terlalu pelit Ria kemudian membeli handphone dengan harga dua ratus lima belas rupiah. Setelah pembelian, Ria merasa kecewa dan dirugikan.
“ Kalo sama teman kan fo, beliklah…., pernah kemaren beli HP, budget itu…., ingat kam Samsung yang kecil itu? Budgetku dua ratus, kalo sekarang
cepek lima puluh atau cepek tiga puluhlah, kebetulan pas mau beli itu harga hape itu dua ratus lima belas ribu, dari rumah aku udah udah budgetan dua
ratus ribu lo kak Oci, kubilang sama kakak itu, datang kakak itu bilang, Cuma
lima belas ribu lo…., jadi e…. terkadang itu, datang pula Martha dibilangnya Cuma lima belas ribu kali pun…., jadi yaudahlah kubeli… pertimbangkan
uang yang lima belas ribu itu tadi, akhirnya jadi gini lo… hanya dengan posisi lima belas ribu aja aku bertekak supaya tetap dua ratus ribu, belum tentu kan
kita dapat lagi ke toko lain dua ratus lima belas, pastinya ada yang di atas itu,
Universitas Sumatera Utara
209
kalo kam gak mau nambahin, aku yang nambahin kata orang, akhirnya kan kita yang keluar uang kita kan.” S.2W.3,r1b.1621-1643h.35-36
“Ini sih, kalo pribadi gak enak sih, karena kan tetap berpatokan sama harga, cuman karena belanjanya sama teman-teman, jadinya ya itu tadi, yang
kupikirkan itu sering adalah nanti bilang orang ini pula pelit kali aku gitu tertawa, dibilang orang pelit kali ih ngeri kali ya, karena penekanannya gini,
hanya lima belas ribu aja kam gak mau nambahin? Jadi kan, identiknya takutnya kan dibilang orang kita itu pelit kali, maka akhirnya kemaren itu
mengeluarkan uang lima belas ribu …, baju natal kemaren masi kuingat kak kubayar, itu kemaren gak kubayar karena memang, kemaren dikasi cepek ya
kita beli baju ungu, itu kemaren lebih dua belas ribu, aku gak mau karena budgetku seratus ribu, sampe dibilang orang itu, kam ini pelit ya, kekeuh
dengan hanya dua belas ribu aja pun ditambahin kam gak mau, ini kan bagus katanya, tapi budgetku segini kubilang, akhirnya itu gak kubayar lo, satu sisi
kan karena sama teman itu belanja, kadang apa ya, rasa malu ini, karena dengan teman teman, kalo sendiri ya udah, kan gak kenal lagi nya penjualnya
itu kan… ” S.2W.3,s1b.1646-1672h.36
Ria menganggap sebagian besar ketidakseuaian setelah pembelian produk yang ia alami karena pengaruh dari teman-temanya atau orang lain yang
menemaninya berbelanja produk yang membuat dirinya tidak bisa mengeksekusi harga produk yang akan dia beli sesuai dengan keinginannya. Seringnya di awal-awal
pembelian Ria mengkambinghitamkan orang lain atau temannya yang menemaninya membeli produk ketika ada orang lain yang berkomentar terhadap produk yang ia beli
terlalu mahal. Namun, setelah penggalian lebih jauh, akhirnya Ria menyadari bahwa sebenarnya alasan ketidaksesuaian produk yang telah dibeli lebih kepada harga
produk yang dianggap terlalu mahal dan sudah melewati budget plannya dan Ria tidak mampu menolak dan memutuskan sendiri yang sesuai dengan dirinya dalam
menentukan pembelian produk.
Universitas Sumatera Utara
210
“Kalo menurutku ya setelah beli sih itu lebih ke harganya sih, tapi gini tadi sih fo kalo pergi sama teman tadi kan karena pengaruh perbedaan harga sepuluh
ribu, dua puluh ribu kek gitu kan udah, Cuma beda sepuluh ribu sih mas akau gam au gitu kata temanku, karena kalo dibilang orang ya sepuluh ribu itu
berapanya, tipisnya cuman perbedaan harganya, tapi kalo bagi aku kalo seratus lima puluh irbu, ya harus seratus lima puluh ribu gitu harus kubeli,
tapi temanku bilang cuman seratus enampulub ribu masa kau ga beli, lalu kan kalo pun kam bilang jadinya mau nambahin sepuluh ribunya, aku kan ga
enakan kan, yaudah dengan berat hati aku bayarlah, dan setelahnya aku merasa ga sesuai kan ga nyaman kurasa setelah beli, karena temanku tadinya
ini aku harus nambahin sepuluh ribu gitulah pikirku seringnya…dan jadinya memang seringnya aku ngikutin temanku beli, karena perbedaan harga yang
tipis itu, karena orang beda gitu karena kalo budget seratus limpul dibilang kalo aku pasti kuambil yang dibawah seratus limpul kan, kalo orang ada
cepek lima puluh nambah lima ribu ga masalah,kalo aku lima ribu pun masalah kurasa, cuman karena ada teman tadi di situ jadinya seringnya aku
mikir yaudahlah, sama juga kayak pergi ke pajak tradisional tadi kan, kita tanya teman kita berapa tawar ini, dibilangnya tawar aja delapan puluh, kita
tawar enam puluh, tambahin lagi lima ribu ya dek kata penjualnya, kita gam au tapi teman kita ini tadi bilang udah lima ribu aja ayok lah beli katanya, mau
ga mau kan jadinya aku ngalah kan, kubeli lah, tapi setelahnya aku ngerasa
jadi ga nyaman sih, ke mall juga gitu” S.2W.4,x1b.2947-2987h.63-64
“e…… merubah posisi duduk, gimana ya, kalo bicara budget, pergi sama teman… yang sering keluar dari mulut sih harganya, tapi yang dibuat alasan
karena teman, ngerti kam kan? tertawa Ih, mahal kali, misalnya ditanya orang gimana belanjaan kam tadi? Mahal kali tadi kek gini … kurasa ini
cuman karena situ tadi teman- temanku …. Jadi sebenarnya, dasarnya itu
masih harga cuman dibuat- buat alasannya itu teman… kek mana tadi beli
bajunya, jadi? Jadi …Cantik? Cantik … Berapa harganya? Segini… ih karena temankunya ini, makanya kubelik….” S.2W.3,ae1b.1861-1875h.40
“
Jujur ya fo, misalnya jalan kita sama, karena reffo nya ini tadi, karena gini, kurang-
kurang ini, satu sisi aku menyalahkan kam kan… satu sisi dalam hatiku, menyalahkan orang sekali aku ya … itu orang kan, terserah mau
ngomong apa, sebetulnya akunya yang ga punya pendirian yang tetap, e…. misalnya tetap akhirnya menyalahkan diri sendiri, aku yang salah bukan orang
lain…” S.2W.3,ah1b.1962-1972h.42 “Di awalnya memang aku, kutekan orang lain, tapi pada dasarnya kan… ih,
merasa bersalah, kok dia kusalahkan, aku nya yang gak punya kebijakan atas diriku…” S.2W.3,ai1b.1973-1980h.42-43
Universitas Sumatera Utara
211
“Iya, kalo ditanya dari awalnya tadi, ke teman, terus ke diri sendiri juga akhirnya… apapun kata orang, kitanya kan…tetap diri sendiri… kenapa?
uang kan dari kantong kita, tambahin pun lima belas ribu kata orang kalo ga ada uang kit
a…” S.2W.3,aj1b.1983-1990h.43
“
Kalo misalnya kita, kalo, ditanya sekarang ya, kalo dulu enggak sih, tapi sekarang kurasa mungkin itu cuma alasan aja untuk melampiaskan kekesalan,
kalo ditanya sekarang ya… menyalahkan orang lain… tapi kalo kejadiannya dulu mungkin itu adalah bentuk kemarahan karena harganya tadi, ga bisa
mengendalikan itu tadi, kalo ditanya sekarang itu bentuk itu tadi, bentuk alasan, alasanku nya buat orang lain, namun pada kenyataannya itu tadi
setelah cerita-cerita kek gini kusadari
itu bentuk kemarahannya… pada pribadinya sebetulnya cumin dibilang ih, karena temanku tadinya itu…
padahal diri sendirinya, sebetulnya kan… logikanya diri sendiri kenapa ga bisa memutuskan, makanya kalo sekarang aku ga mau lagi belanja kalo sama
orang lain … tertawa kecuali temanku itu udah tau kali dia aku, kalo
enggak…. Ada sih satu orang teman kek gitu tadi, misanya aku budgetnya seratus ribu, dia tau aku budget seratus ribu, tidak mementingkan kualitas
sekali, dia akan mencari , kalo nampaknya ada sepatu-sepatu atau ada yang
apan puluh, Sembilan puluh, dia akan bilang ini lebih murah… kalo harganya ini bagusnya… kalo aku pun gitu sama orang, makanya aku takut juga
nemanin orang fo… nanti kam mau beli sepatu kan, ih, budget berapa kam? Aku pasti tanya du
lu budgetnya… kam belanja sepatu budgetndu berapa? Kalo kam bilag dua ratus kita akan mencari harga seratus delapan puluh…
kalo gak, bisa aja kan kita suka akhirnya yang harga seratus ya kan… aku juga bisa merusak pikiran orang untuk belanja tertawa…”
S.2W.3,az1b.2354-2393h.50-51
B.3. Dinamika Faktor
Price Sebagai Pemicu Postpurchase Dissonance pada Informan II
Informan 2 melakukan pembelian dengan mementingkan faktor harga murah low price sebagai pertimbangan utama. Di dalam pengalaman pembelian informan
2, ia merasakan bahwa faktor harga-kualitas sama sekali tidaklah sesuai. Hal ini terjadi karena adanya pengalaman buruk yang informan 2 rasakan saat melakukan
pembelian sepatu di masa kecilnya. Oleh karena itu, responden 2 lebih mementingkan
Universitas Sumatera Utara
212
harga produk yang murah dalam melakukan pembelian dan mengesampingkan faktor kualitas. Informan 2 juga berusaha melakukan setiap pembelian dengan perencanaan
yang ketat. Oleh karena itu, di dalam setiap pembeliannya informan 2 melakukan
budgeting plan. Informan 2 berusaha agar setiap pembelian produk yang ia lakukan tidak boleh lebih sedikitpun dari batas maksimal budget yang telah ia buat. Di saat
pembelian produk melebihi budget plan yang telah dibuat hal ini lah yang memunuculkan ketidaksesuaian pada informan 2 dan akhirnya seringkali merasa
cemas dan berakhir dengan penyesalan. Faktor harga yang memicu munculnya postpurchase dissonance terjadi pada pembelian laptop, pakaian, lipgloss, bedak,
sepaatu, dan handphone. Faktor price-quality scheme memicu munculnya kecemasan saat pembelian
produk laptop. Hal ini diawali dengan rasa curiga informan 2 ketika melihat kembali harga produk laptop yang ia sudah beli. Harga produk yang ia beli merupakan harga
yang lebih rendah dibandingkan dengan evaluasi harga berdasarkan pencarian informasi harga-harga produk yang sebelumnya ia screening. Informan 2 mulai
berpikir kritis tentang produk laptop yang ia beli dimana harganya jauh lebih murah daripada harga normal produk laptop yang sama di toko-toko lainnya. Setelah
pembelian rasa ragu tersebut sudah muncul karena adanya keraguan terhada kualitas produk tersebut yang ia bandingkan dengan harga produk yang lebih rendah. Pada
keadaan ini, persepsi informan 1 terhadap harga-kualitaslah yang menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
213
kecemasan, meskipun pda pengalaman-pengalaman sebelumnya informan 2 seringkali tidak menghiraukan kualitas produk yang akan ia beli. Faktor harga juga
memicu munculnya keraguan setelah pembelian produk pakaian yang sedang ada potongan harganya diskon. Informan 2 yang sangat mementingkan faktor harga
yang rendah low price membuat dirinya sangat tertarik melihat adanya tawaran produk yang sedang diskon.
Akan tetapi, setelah pembelian informan 2 merasa kecemasan karena membeli produk pakaian tersebut melebih kebutuhannya seharusnya. Informan 2 menjadi
impulsif melakukan pembelian ketika melihat harga pakaian yang murah. Persepsi Price consciousness memicu munculnya ketidaksesuaian penggunaan yang dirasakan
oleh informan 2 yang termasuk dalam dimensi wisdom of purchase . Informan 2 juga mengalami ketidaksesuaian pembelian pada produk pakaian
dan lipgloss. Hal ini terjadi karena harga yang telah dibayarkan disadari informan 2 ternyata tidak sesuai dengan budget plan yang ia telah buat. Budgeting yang ketat
membuat informan 2 merasakan ketidaksesuaian harga walaupun jika harus memberikan tambahan harga yang sebenarnya tidak terlalu signifikan berbeda jauh
dari budget plan yang ia buat. Budgeting yang ketat tidak tercapai ketika pembelian produk diskon. Hal ini terjadi saat pembelian produk pakaian dan sepatu. Waktu yang
terbatas juga seringkali membuat informan 2 merasakan bahwa keputusan pembelian terutama dalam mengeksekusi harga yang ia lakukan tidak bijaksana. Hal ini terjadi
karena waktu yang singkat membuat informan 2 kurang dapat melakukan
Universitas Sumatera Utara
214
pertimbangan secara mendalam sehingga faktor harga juga memicu munculnya postpurchase dissonance pada dimensi wisdom of purchase juga.
Faktor harga juga memicu munculnya postpurchase dissonance pada saat faktor harga produk yang akan diputuskan dalam pembelian ternyata diikuti dengan
pertimbangan orang lain. Hal ini terjadi ketika informan 2 melakukan pembelian bersama dengan orang lain yang ikut bersama dengan dirinya saat melakukan
pembelian. Teman-teman informan 2 yang menemaninya sering kali memberikan pendapatnya terhadap pembelian produk yang ia lakukan. Pendapat teman-teman
yang menemaninya melakukan pembelian sering kali menganggu pertimbangan harga informan 2. Adanya perasaan dianggap terlalu pelit karena berusaha mendapatkan
harga produk semurah mungkin akhirnya menjatuhkan benteng pertahanan pertimbangan harga informan 2. Persepsi ini muncul ketika informan 2 melakukan
pembelian bersama orang lain saja melainkan ketika melakukan pembelian seorang diri hal ini tidak terjadi karena informan 2 merasa tidak perlu mempertimbangkan
pendapat orang lain. Persepsi yang muncul pada kondisi ini merupakan bentuk price- prestige sensitiviy. Informan 2 merasa bahwa harga produk yang ia beli
mempengaruhi prestisnya dihdapan teman-temannya dan untuk menjaga prestis yang baik akhirnya informan 2 mengesampingkan faktor harga yang rendah sebagai bahan
pertimbangannya dalam melakukan pembelian. Hal ini terjadi pada saat pembelian produk lipgloss, bedak, sepatu, dan handphone. Akhirnya, informan 2 merasa cemas
Universitas Sumatera Utara
215
dan sadar bahwa pertimbangan pembeliaannya menjadi tidak bebas dalam membuat keputusan dan memicu postpurchase dissonance.
Universitas Sumatera Utara
216
Tabel 3. Dinamika Faktor Price sebagai Pemicu Postpurchase Dissonance pada Informan II Ria
No. DIMENSI GAMBARAN
1 Emotional Kondisi Emosi
1. Informan merasa keraguan setelah pembelian produk laptop. Keraguan
yang muncul karena harga produk yang dianggap lebih murah dari produk yang sama di toko-toko lainnya.
2. Keraguan terhadap harga laptop akhirnya memunculkan keraguan
terhadap kualitas produk 3.
Keraguan tersebut memunculkan kecemasan setiap kali membawa dan menggunakan produk
4. Keraguan tersebut seakan terjawab ketika belum genap sebulan
pembelian ternyata hard disk laptop rusak 5.
Setelah kejadian tersebut, informan menjadi menyesal dan memunculkan pikiran negatif kalau produk yang dibeli bukan produk
asli keluaran pabrik dikuatkan lagi dengan harga produk saat pembelian di toko itu lebih murah daripada toko-toko lainnya yang
sebelumnya sudah dicek responden
6. Keengganan untuk melakukan pembelian produk elektronik di waktu
dekat 2
Wisdom of
Purchase Kebijaksanaan dalam Pembelian
1. Informan merasa keputusan pembelian yang ia lakukan dalam
pembelian produk baju di pasar tradisional belum tepat secara harga karena merasa kurang menawar lebih rendah
2. Perasaan tersebut semakin kuat ketika mendapati ternyata setelah
pembelian menemukan produk yang sama dengan harga yang lebih murah.
3. Informan merasa tidak membuat keputusan dengan tepat saat merasa
tertarik dan terbawa perasaan yang sebenarnya tidak jelas asal muasalnya ketika melihat produk pakaian underwear sehingga
kurang mempertimbangkan dengan baik faktor harga produk
Universitas Sumatera Utara
217
4. Informan juga merasa tidak membuat keputusan yang tepat,
merugikan dirinya ketika membeli produk-produk pakaian dan sepatru yang sedang diskon. Proses pertimbangan pengambilan keputusan
menjadi terburu-buru karena perilaku impulsive ketika produk diskon. Setelah pembelian, merasa membeli produk yang sebenarnya bukan
tepat waktu karena bukan produk yang urgent, dan menimbulkan rasa bersalah terlalu boros
5. Berusaha menghilangkan ketidaknyamanan karena ketidakbijaksanaan
dalam membuat keputusan pembelian dengan berusaha meninggalkan situasi tempat pembelian produk yang tidak sesuai dengan harga
produk yang diharapkan agar tidak terus-menerus dikejar oleh perasaan bersalah dan cemas atas keputusan yang telah dibuat
3 Concern over Deal Kesadaran
Setelah Pembelian Dilakukan 4.
Sangat mudah terpengaruh oleh teman yang mendampingi atau bersama dengannya ketika melakukan pembelian
5. Pengaruh yang diberikan oleh teman informan membuat dirinya
merasa tidak bebas dalam melakukan pertimbangan seperti biasanya faktor harga harus sesuai dengan budget
6. Adanya perasaan takut mengecewakan teman ketika sarannya tidak
diterima, merasa berhutang karena sudah ditemani berbelanja, dan karena merasa sudah dekat secara personal dengan teman tersebut
membuat informan tidak bisa menolak pertimbangan temannya terhadap produk yang akan dibelinya
7. Tidak dapat mengeksekusi harga sesuai pertimbangannya seperti
biasanya ketika melakukan pembelian sendiri, yaitu mencari harga produk serendah mungkin karena adanya gengsi dinilai buruk dan pelit
oleh temannya saat melakukan pembelian bersama
8. Hal ini terjadi pada pembelian produk bedak, sepatu, lipgloss, dan
handphone 9.
Rasionalisasi muncul saat ketidaksesuaian produk yang telah dibeli
Universitas Sumatera Utara
218
dilakukan informan dengan menyalahkan orang lainteman yang bersama dengannya saat melakukan pembelian produk padahal
sebenarnya yang mempengaruhinya adalah harga produk yang ‘terpaksa’ dibayarkan
10. Pada akhirnya, informan menyadari bahwa ketidakmampuannya untuk
membuat pertimbangan
sendiri lah
yang memunculkan
ketidaksesuaian setelah pembelian
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Dinamika Price sebagai Pemicu Postpurchase Dissonance pada Informan II Ria
laptop a Pakaian b
Lipgloss c Bedak d
Sepatu e Handphone f
Price-quality scheme
Price consciousness Hargaproduk ≠
budget plan Price-prestige
sensitivity
Lebih murah ∞ harga
normal Adanya produk
alternatif yang lebih murah b
Keraguan, kecemasan
Kurang tepat
Impulsif produk diskon
b e
Terburu-buru waktu belanja
Kurang tepat eksekusi harga di
pasar tradisional b
Pengaruh teman saat
belanja besar
Kurang pertimbangan
pribadi
Emotional Wisdom of
purchase Concern over
deal
Postpurchase Dissonance
Universitas Sumatera Utara
C. INFORMAN III