Persepsi Masyarakat Kelurahan Petogogan dan Pela Mampang

52

6.2. Persepsi Masyarakat Kelurahan Petogogan dan Pela Mampang

Terhadap Rencana Normalisasi Sungai Krukut Awalnya, program normalisasi Sungai Krukut akan dimulai pada tahun 2001. Hal ini sesuai dengan dikeluarkannya surat keputusan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 9852001 tentang penguasaan perencanaan atau peruntukan bidang tanah untuk pembangunan normalisasi Sungai Krukut. Namun, pelaksanaannya masih tertunda sampai sekarang. Menurut hasil wawancara dengan pihak Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta, pematokan tanah sudah dilakukan sejak tahun 2010 oleh Dinas Tata Ruang DKI Jakarta. Sungai ini rencananya akan dilebarkan menjadi 20 m. Persepsi diberikan oleh responden yang merupakan warga Kelurahan Petogogan dan Pela Mampang yang akan menjadi objek dari penelitian ini. Sejumlah warga yang tinggal di pinggir sungai akan terkena dampak dari program normalisasi ini. Persepsi masyarakat mengenai kondisi sungai dan normalisasi perlu diketahui karena masyarakat mengetahui perubahan kondisi sungai dan sukses tidaknya program ini ditentukan oleh dukungan masyarakat. Persepsi ini diukur dengan perbedaan skala semantik, yaitu skala perbandingan terhadap sesuatu seperti baik-buruk, penting-sangat tidak penting dan sebagainya. Sungai Krukut merupakan salah satu dari 13 sungai yang mengalir di Jakarta. Peranannya sangat penting sebagai drainase khususnya daerah Jakarta Selatan. Namun akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi, memicu terjadinya perubahan kondisi Sungai Krukut. Hasil penelitian terhadap 50 responden di Kelurahan Petogogan dan Pela Mampang menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai kondisi Sungai Krukut telah banyak berubah. 53 Penilaian perubahan kondisi Sungai Krukut ditunjukan dari persepsi masyarakat terhadap kondisi lebar sungai, kedalaman sungai, dan kondisi sampah. Persepsi masyarakat dinilai dengan menggunakan skala perbedaan semantik dengan pemberian nilai dari 1 sampai 5. Hasil perhitungan rata-rata persepsi masyarakat dari 50 responden dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Perhitungan Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi Sungai Krukut Tahun 2011 Keterangan Nilai Kondisi lebar sungai 4.12 Kondisi kedalaman sungai 4.18 Kondisi sampah saat ini 3.87 Kondisi Sungai Krukut secara umum 4.08 Seberapa penting normalisasi Sungai Krukut 4.26 Sumber: Data primer diolah Penilaian mengenai kondisi lebar sungai diukur dengan cara setiap responden diminta memilih satu dari lima pilihan. Nilai 1 menunjukkan bahwa kondisi sungai semakin melebar, nilai 2 menunjukkan sungai melebar, nilai 3 menunjukkan sungai biasa saja atau tidak terjadi perubahan, nilai 4 menunjukkan sungai menyempit, dan nilai 5 menunjukkan semakin menyempit. Hasil perhitungan dengan skala semantik menunjukan nilai 4.12. Nilai tersebut mewakili persepsi masyarakat bahwa mayoritas masyarakat berpendapat bahwa sungai krukut telah menyempit. Menurut hasil wawancara dengan masyarakat di Petogogan, penyempitan Sungai Krukut banyak disebabkan oleh pematokan pinggir sungai oleh bambu lalu ditimbun tanah oleh masyarakat Pela mampang. Hal ini dilakukan untuk menambah lahan pemukiman mereka yang relatif sempit. Pematokan pun menyebabkan banyak sampah tersangkut sehingga menyebabkan aliran air sungai terganggu. Hal tersebut juga membuat tanah pinggir sungai di 54 Petogogan terkikis oleh arus sungai sehingga merugikan sebagian masyarakat Petogogan. Penilaian mengenai kondisi kedalaman sungai diukur dengan cara setiap responden diminta memilih satu dari lima pilihan. Nilai 1 menunjukkan bahwa kondisi sungai semakin dalam, nilai 2 menunjukkan sungai dalam, nilai 3 menunjukkan tidak terjadi perubahan, nilai 4 menunjukkan dangkal, dan nilai 5 menunjukkan semakin dangkal. Hasil persepsi masyarakat terhadap kondisi kedalaman Sungai Krukut menunjukan nilai 4.18. Nilai ini menunjukkan bahwa Sungai Krukut dinilai telah mendangkal. Menurut pengakuan masyarakat, pendangkalan ini terjadi karena alih fungsi lahan di daerah hulu, sampah, dan karena belum pernah ada pengerukan dari pemerintah. Dahulu Sungai Krukut memiliki kedalaman 2-4 m, tetapi sekarang kedalamannya kurang dari 2 m bahkan menurut pengakuan warga dibeberapa titik kedalamnnya kurang dari 1 m. Penyempitan dan pendangkalan diduga menjadi penyebab seringnya terjadi banjir di dua kelurahan ini. Penilaian mengenai kondisi sampah diukur dengan cara setiap responden diminta memilih satu dari lima pilihan. Nilai 1 menunjukkan bahwa kondisi sampah sangat sedikit, nilai 2 menunjukkan sedikit, nilai 3 menunjukkan biasa saja, nilai 4 menunjukkan bahwa kondisi sampah banyak, dan nilai 5 menunjukkan kondisi sampah sangat banyak. Hasil persepsi masyarakat terhadap kondisi sampah di Sungai Krukut menunjukan nilai 3.87. Nilai tersebut mendekati nilai 4, sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata persepsi masyarakat menunjukan sampah yang terdapat di Sungai Krukut banyak. Menurut warga, sampah yang ada di Sungai Krukut berasal dari masyarakat yang tinggal di 55 wilayah selatan yang dilalui sungai ini dan warga Pela Mampang. Sebagian besar warga Pela Mampang yang berada di pinggir sungai mengaku membuang sampah rumah tangga ke sungai, sedangkan warga di Petogogan mengaku membuang sampah ke tempat penampungan terdekat. Dampak dari sampah ini dirasakan ketika terjadi banjir, sampah-sampah terbawa oleh air dan masuk ke rumah dan lingkungan pemukiman. Hal ini menyebabkan ketika banjir surut maka sampah berserakan tertinggal di dalam rumah dan lingkungan pemukiman. Penilaian selanjutnya mengenai persepsi secara umum dari kondisi sungai krukut yang diukur dengan cara setiap responden diminta memilih satu dari lima pilihan. Nilai 1 menunjukkan bahwa kondisi sungai secara umum sangat baik, nilai 2 menunjukan sungai secara umum baik, nilai 3 menunjukan secara umum biasa saja, nilai 4 menunjukkan buruk, dan nilai 5 menunjukkan sangat buruk. Hasil perhitungan rata-rata persepsi responden menunjukan nilai 4.08. Nilai tersebut dekat dengan nilai 4 yang berarti bahwa rata-rata persepsi responden terhadap kondisi Sungai Krukut dapat dikategorikan buruk. Hal ini merupakan kesimpulan dari ketiga pertanyaan sebelumnya terkait perubahan kondisi fisik sungai meliputi perubahan lebar, kedalaman, dan sampah. Ketiga hal ini merupakan beberapa penyebab terjadinya banjir akibat ulah manusia. Kodoatie dan Sjarief 2008, banjir dapat disebabkan oleh faktor manusia dan alam. Banjir yang disebabkan oleh manusia adalah: 1. Perubahan tata guna lahan land use di daerah aliran sungai DAS 2. Pembuangan sampah 3. Erosi dan sedimentasi 4. Kawasan kumuh disepanjang sungai 56 5. Pengaruh fisiografigeofisik sungai Penilaian lain yang dilakukan persepsi responden terhadap seberapa penting program normalisasi Sungai Krukut yang diukur dengan cara setiap responden diminta memilih satu dari lima pilihan. Nilai 1 menunjukkan bahwa normalisasi Sungai Krukut sangat tidak penting, nilai 2 menunjukkan tidak penting, nilai 3 menunjukkan biasa saja, nilai 4 menunjukkan penting, dan nilai 5 menunjukkan sangat penting. Hasil perhitungan rata-rata persepsi responden menunjukan nilai 4.26. Nilai tersebut dekat dengan nilai 4 yang menunjukan masyarakat menganggap bahwa program normalisasi Sungai Krukut penting untuk segera dilaksanakan. Berdasarkan hasil survei kepada 50 responden, menunjukan bahwa 100 responden menyetujui program normalisasi Sungai Krukut. Masyarakat menilai bahwa sudah saatnya pemerintah melakukan normalisasi karena sudah berpuluh- puluh tahun wilayah mereka dilanda banjir. Masyarakat menilai kondisi Sungai Krukut sangat buruk sehingga tidak lagi mampu menampung air hujan dengan intensitas cukup tinggi. Masyarakat menyatakan, dalam satu tahun lebih dari 10 kali terjadi banjir. Ketinggian air bervariasi mulai 30 cm sampai 3 m. Kerugian yang diderita masyarakat sudah sangat besar, seperti kerugian materi dan waktu. Adaptasi yang dilakukan masyarakat adalah dengan meninggikan bangunan dan membangun rumah bertingkat. Namun, masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi umumnya pindah ke tempat pengungsian yang disediakan pihak kelurahan. Tempat pengungsian ini biasanya ditempatkan di RT 04, 05, atau 06, karena ketiga RT ini secara topografinya lebih tinggi dibandingkan RT 01, 02, dan 03. 57 Persepsi responden mengenai kondisi pemukiman yang ditempati saat ini dinilai menggunakan skala semantik, dimana responden diminta untuk menentukan nilai yang mereka kehendaki. Nilai 1 menunjukan persepsi responden terhadap kondisi pemukiman sangat buruk, nilai 2 menunjukan buruk, nilai 3 menunjukan cukup, nilai 4 menunjukan baik, dan nilai 5 menunjukan sangat baik. Nilai persepsi rata-rata dari seluruh responden bernilai 3.08 atau dengan kata lain mendekati nilai 3 yang berarti persepsi responden terhadap kondisi pemukimannya tergolong cukup baik. Masyarakat menilai bahwa kondisi pemukiman mereka aman dari tindak kejahatan, hubungan antar tetangga terjalin dengan baik, dan kondisi air tanah cukup baik digunakan untuk kebutuhan sehari- hari. Hal inilah yang membuat responden menyatakan bahwa kondisi pemukimannya baik walaupun sering dilanda banjir. Persepsi responden mengenai tingkat kenyamanan pemukiman yang ditempati saat ini dinilai menggunakan skala semantik, dimana responden diminta untuk menentukan nilai yang mereka kehendaki. Nilai 1 menunjukan persepsi responden terhadap tingkat kenyamanan pemukiman sangat tidak nyaman, nilai 2 menunjukan tidak nyaman, nilai 3 menunjukan cukup nyaman, nilai 4 menunjukan nyaman, dan nilai 5 menunjukan sangat sangat nyaman. Nilai persepsi rata-rata dari seluruh responden bernilai 3.80 atau dengan kata lain mendekati nilai 4 yang berarti persepsi responden terhadap kondisi pemukimannya tergolong nyaman. Mayoritas masyarakat merasa nyaman tinggal disana karena dekat dengan fasilitas publik seperti, kantor Walikota, Blok M, pasar, dan juga didukung dengan akses transportasi yang baik sehingga memudahkan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan hasil wawancara dengan 58 masyarakat, banjir yang sering melanda wilayah mereka tidak membuat tingkat kenyamanan masyarakat menurun. Hal ini dapat juga dilihat dari lama tinggal responden rata-rata 40 tahun. Menurut masyarakat banjir yang sudah sering terjadi selama berpuluh-puluh tahun membuat mereka terbiasa menghadapinya. Masyarakat sudah tidak merasa panik ketika banjir datang. Sungai Krukut telah banyak berubah tidak hanya dari kondisi fisik saja, namun juga jika dilihat dari total economic value TEV pada jaman dahulu sekitar tahun 80-an dengan kondisi sekarang tentunya terdapat banyak nilai yang hilang. Secara umum nilai ekonomi Sungai Krukut terbagi menjadi dua yaitu, nilai guna dan nilai non guna. Nilai ekonomi yang terdapat di Sungai Krukut saat ini telah mengalami penurunan terkait dengan fungsinya. Nilai guna langsung direct value yang hilang seperti, hilangnya ikan-ikan dan kualitas air yang buruk sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari oleh masyarakat seperti pada tahun 80-an. Nilai guna tidak langsung indirect value yang hilang seperti, hilangnya fungsi sungai sebagai pengendali banjir dan terganggunya siklus hidrologi. Menurunnya nilai guna tidak langsung tersebut menyebabkan sungai ini sering meluap ketika terjadi hujan yang pada akhirnya membanjiri pemukiman warga. Nilai pilihan option value yang hilang seperti, hilangnya keaneka ragaman hayati yang kemungkinan bermanfaat dimasa yang akan datang. Nilai warisan bequest value yang hilang seperti, terdapat nilai budaya dan sumberdaya alam yang tidak dapat dirasakan kembali oleh generasi sekarang. Nilai keberadaan exsistence value, seperti hilangnya keberadaan sumberdaya yang dahulu terdapat disungai, seperti ikan, kerang, dan lain-lain. Hilangnya nilai manfaat tersebut 59 berdampak kepada perubahan perilaku masyarakat sekitar. Dahulu masyarakat menganggap sungai sebagai sumber kehidupan namun sekarang sungai telah berubah menjadi sumber bencana. Masyarakat menilai sungai sudah tidak lagi memberi manfaat yang besar bagi kehidupan sehari-hari.

6.3. Analisis