18
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Operasional
Sungai Krukut telah mengalami penyempitan dan pendangkalan. Hal ini menyebabkan masyarakat Kelurahan Petogogan dan Pela Mampang yang tinggal
dipinggir sungai rentan akan banjir. Pemerintah DKI Jakarta berencana melakukan normalisasi sungai untuk mengurangi resiko terhadap banjir. Program
normalisasi sungai akan menyebabkan penggusuran terhadap pemukiman yang berada disepanjang bantaran sungai. Masyarakat yang lahannya akan tergusur
menuntut adanya ganti rugi dari pemerintah akibat kehilangan tanah dan bangunannya. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian mengenai besarnya nilai
ganti rugi yang bersedia diterima masyarakat. Tujuan pertama dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran bentuk
dan manfaat normalisasi Sungai Krukut yang telah direncanakan pemerintah. Hal ini perlu diketauhi terlebih dahulu sebelum mengkaji persepsi dan mengestimasi
nilai WTA. Seberapa besar pengaruh normalisasi terhadap pengurangan resiko banjir. Pemerintah DKI mengharapkan dengan menormalisasi Sungai Krukut
maka tidak terjadi lagi banjir di Kelurahan Petogogan dan Pela Mampang. Tujuan selanjutnya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengetahui
bagaimana persepsi masyarakat terhadap program normalisasi Sungai Krukut. Kajian persepsi masyarakat Kelurahan Petogogan dan Pela Mampang terhadap
program normalisasi Sungai Krukut penting, karena untuk untuk mengetahui sejauh mana respon masyarakat terhadap normalisasi sungai. Satu sisi masyarakat
juga ingin agar banjir tidak lagi terjadi di wilayah meraka, tetapi disatu sisi
19 masyarakat yang tinggal di pinggir sungai harus merelakan tempat tinggal dan
lahannya tergusur. Pematokan lahan atau tanda batas sudah dilakukan. Hal itu untuk mengetahui batas mana yang terkena pembebasan. Namun, sampai saat ini
belum ada kesepakatan mengenai mekanisme dan besaran kompensasi dari Pemprov DKI Jakarta kepada masyarakat. Analisis persepsi ini menggunakan
analisi deskriptif kualitatif. Tujuan akhir dari penelitian ini yaitu mencari nilai ganti rugi yang bersedia
diterima masyarakat WTA. Kisaran nilai ganti rugi yang bersedia diterima masyarakat WTA atas lahan yang terkena program normalisasi sungai penting
untuk diketahui karena untuk kelancaran proses normalisasi. Menurut Alias dan Daud 2007, jumlah kompensasi tidak hanya dapat mewakili nilai lahan yang
diambil tetapi juga kerugian lainnya yang diterima sebagai konsekuensi dari akuisisi. Bagi pemerintah nilai ganti rugi terhadap masyarakat merupakan
opportunity cost dalam pelaksanaan normalisasi sungai sebagai upaya penanggulangan banjir. Apabila nilai ganti rugi yang diberikan pemerintah tidak
disepakati oleh masyarakat maka proses normalisasi sungai akan terhambat. Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai
WTA dari masing-masing responden adalah: 1. Responden merupakan masyarakat Kelurahan Petogogan dan Pela Mampang
yang lokasi tempat tinggalnya terkena dampak normalisasi sungai. 2. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersedia memberikan ganti rugi sebagai
kompensasi terhadap masyarakat yang tempat tinggalnya terkena dampak normalisasi sungai.
20 3. Responden dipilih dari penduduk yang relevan dan merupakan kepala
keluarga dari masing-masing rumah tangga. Hipotesis yang digunakan dalam analisa faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai WTA masyarakat adalah: 1. Luas lahan yang tergusur berpengaruh positif terhadap nilai WTA, semakin
luas lahan milik seseorang semakin besar nilai ganti rugi yang diinginkan. 2. Jarak antara lahan atau tempat tinggal berpengaruh negatif dengan nilai
WTA, karena semakin dekat lahan atau tempat tinggal mereka dengan sungai nilai ganti rugi yang diharapkan semakin besar.
3. Lama tinggal berpengaruh positif terhadap nilai WTA, karena semakin lama seseorang tinggal di suatu tempat maka hubungan sosial, ekonomi, dan
lingkungan yang terjalin dengan baik sulit untuk berubah. 4. Pendapatan berpengaruh negatif terhadap nilai WTA, karena semakin tinggi
pendapatan seseorang maka semakin rendah untuk menuntut ganti rugi yang tinggi.
5. Tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap nilai WTA, karena semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi nilai ganti rugi yang diharapkan.
6. Jumlah tanggungan berpengaruh positif terhadap nilai WTA, karena semakin banyak jumlah tanggungan semakin tinggi nilai ganti rugi yang diharapkan.
7. Status kepemilikan lahan, jika lahan yang tergusur merupakan hak milik pribadi maka akan berpengaruh positif terhadap nilai WTA.
8. Jenis bangunan permanen atau semi permanen, jika responden memiliki bangunan permanen maka akan mengharapkan WTA yang lebih besar.
21 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
besarnya nilai ganti rugi yang diharapkan masyarakat kepada Pemprov DKI Jakarta. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi bagi pemerintah dalam
menentukan nilai ganti rugi dan persepsi masyarakat terhadap program normalisasi sungai. Alur penelitian yang lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.
22
Gambar 2. Diagram Alur Kerangka Berpikir
Penyempitan dan pendangkalan Sungai Krukut akibat peningkatan aktivitas penduduk
Menurunya kapasitas aliran sungai
Normalisasi sungai sebagai solusi pengendalian banjir
Timbul masalah: 1. Ganti rugi pemukiman
tergusur 2. Nilai ganti rugi yang sesuai
menurut masyarakat
Mengkaji persepsi masyarakat terhadap
program normalisasi sungai
Mengestimasi nilai Willingness
to Accept
Rekomendasi mengenai kompensasi atas program normalisasi sungai Banjir
Pelebaran sungai Pengerukan sungai
Pemprov DKI Jakarta
Mengetahui gambaran desain dan
manfaat normalisasi sungai
23
IV. METODE PENELITIAN