Peran Perempuan dalam Peningkatan Pendapatan Keluarga dan

7 dikepalai wanita atau rumah tangga tanpa pria dewasa mungkin merupakan persentase terbesar di wilayah proyek. Jika mereka dapat bertingkat kehadiran penghasilan proyek akan meningkat. Keempat, wanita dapat membangkitkan pendapatan rumah tangga secara signifikan jika bahan baku untuk industri rumah tangga tersedia.

2.2. Peran Perempuan dalam Peningkatan Pendapatan Keluarga dan

Pengambilan Keputusan Tiap anggota rumah tangga usia kerja dianggap mau mencurahkan waktunya dalam rangka memaksimumkan kepuasanya. Untuk itu dia dihadapkan pada dua pilihan, apakah bekerja mencari nafkah atau tidak bekerja. Apabila bekerja berarti dia akan memberikan nilai guna pendapatan yang lebih tinggi dan akan lebih mencurahkan waktunya bagi pencapaian kebutuhan konsumsi. Sebaliknya jika tidak bekerja yang dipilih maka waktu santai leisure akan lebih banyak mempunyai nilai guna daripada pendapatan Mangkuprawira 1984 Salah satu unit dalam masyarakat adalah rumah tangga, dimana di dalamnya tercakup individu-individu yang melakukan dan membutuhkan berbagai proses dalam pemenuhan berbagai kebutuhannya. Perolehan penghasilan uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga akan pangan, sandang, papan dan sebagainya merupakan proses yang biasanya dilakukan oleh suami. Mubyarto 1998 menyatakan pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh oleh seluruh anggota keluarga, baik suami, istri maupun anak. Pada umumnya peranan perempuan adalah menambah penghasilan keluarga. Karena itu penghasilan perempuan bisa mengentaskan keluarga dari kemiskinan. Kegiatan perempuan istri di bidang kerja nafkah dapat memberikan sumbangan pendapatan rumah tangga dan berpengaruh terhadap ekonomi rumah tangganya. Keadaan ini dapat dilihat dengan menelaah hubungan antara curahan tenaga kerja laki-lakiperempuan dalam rumah tangga dan mencari nafkah dengan pendapatan yang diperolehnya, namun banyak sedikitnya curahan jam kerja dalam melakukan kerja nafkah tidak menggambarkan banyak sedikitnya pendapatan kerja yang diperlukannya. Menurut Hadjar 1992 diacu dalam Ridwan 1997, keterlibatan perempuan dalam pekerjaan mencari nafkah yang menghasilkan pendapatan 8 rumah tangga berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan di dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk pengambilan keputusan jumlah anak. Wiryono 1994 diacu dalam Ridwan 1997 menyatakan bahwa besarnya kontribusi pendapatan yang diterima perempuan terhadap ekonomi rumah tangga berpengaruh pula pada pola pengambilan keputusan suami istri dalam berbagai kegiatan rumah tangga. Sajogyo 1985 mengemukakan bahwa untuk setiap jenis keputusan rumah tangga dikelompokan dalam lima tingkatan yang berkisar dari “dominasi oleh istri keputusan dibuat seorang diri oleh istri” sampai kepada “dominasi oleh suami keputusan dibuat oleh suami deorang diri” seperti berikut ini: a. Keputusan dibuat oleh istri seorang diri tanpa melibatkan suami b. Keputusan dibuat bersama oleh suami-istri, tetapi dengan pengaruh lebih besar daripada istri c. Keputusan dibuat bersama dan senilai oleh suami-istri dengan tidak ada tanda-tanda bahwa salah satu mempunyai pengaruh yang relatif besar d. Keputusan dibuat bersama oleh suami-istri, tetapi dengan pengaruh suami lebih besar e. Keputusan dibuat oleh suami seorang diri tanpa melibatkan sang istri Pembagian peran yang berjalan dalam suatu masyarakat tertentu seringkali meletakkan perempuan pada posisi yang kurang menguntungkan, misalnya dibatasi akses dan kontrolnya terhadap pengambilan keputusan bahkan keputusan yang menyangkut dirinya dan kehidupannya. Dalam banyak hal, perempuan diharuskan tunduk pada keputusan yang diambil oleh laki-laki Tobing et al. 2005. Menurut Anwar 1996 diacu dalam Sulistyani 2002, hasil analisis terhadap permasalahan yang berkaitan dengan sumberdaya perempuan menunjukan bahwa masih terdapat diskriminasi gender dalam tingkatan keluarga maupun masyarakat berupa keterbatasan perempuan dalam akses pendidikan, diskriminasi dalam kesempatan bekerja dan perolehan upah yang menyebabkan produktivitas perempuan menjadi rendah. Dengan semakin tingginya tingkat emansipasi perempuan dalam berbagai bidang, utamanya pendidikan dan 9 pekerjaan, maka “perempuan bekerja” sudah merupakan kelayakan selama tidak mengganggu “tugas wajibnya” sebagai pekerja domestik.

2.3. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

Dokumen yang terkait

Partisipasi Masyarakat Dalam Proyek Pengelolaan Hutan Bersama Masyaraka T (Phbm) Studi Kasus Di Rph Cileuya, Bkph Cibiogbin, Kph Kuningan Perhutani Unit Ill Jawa Barat

0 12 81

Partisipasi Masyarakat dalam Progratn Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat: Kasus di Wana Wisata Curug Cilember RPH Cipayung, BKPH Bogor, KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat

0 8 78

Tinjauan Penyelenggaran Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) : Studi Kasus di RPH Leuwiliang, BKPH Leuwiliang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit 111 Jawa Barat

0 2 113

Analisis gender dalam kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) kasus di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

2 19 56

Efektivitas kolaborasi antara perum perhutani dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan kasus PHBM di KPH Madiun dan KPH Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 32 102

Studi laju degradasi hutan jati (Tectona grandis) KPH Bojonegoro perum perhutani unit II Jawa Timur

0 10 100

Peran Perempuan dalam Kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Studi Kasus RPH Tanjungkerta BKPH Tampomas KPH Sumedang Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)

0 13 203

Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 9 114

Peran Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dalam Mengatasi Masalah Pencurian Kayu Studi Kasus di KPH Jember Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

7 35 72

Model Simulasi Pengelolaan Hutan di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Divisi Regional II Jawa Timur

1 10 60