5
olahan yoghurt serta keunggulan lainnya yang terdapat pada Tabel 2. Keunggulan- keunggulan tersebut dapat menjadi kekuatan koperasi dalam menghadapi peluang
besar tingginya permintaan susu nasional yang belum dapat dipenuhi oleh produksi susu dalam negeri.
1.2. Perumusan Masalah
Salah satu pihak yang memiliki pengaruh besar terhadap agribisnis persusuan adalah pemerintah yang ditunjukkan dengan adanya beberapa kebijakan
yang berdampak pada kondisi persusuan di Indonesia. Salah satu kebijakan pemerintah yang menyangkut kondisi persusuan Indonesia adalah dikeluarkannya
Surat Keputusan Bersama SKB Tiga Menteri Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan dan Koperasi pada tahun 1983. Dalam
SKB tersebut IPS diwajibkan menyerap susu segar dalam negeri sebagai pendamping dari susu impor untuk bahan baku industrinya. Proporsi penyerapan
susu segar dalam negeri ditetapkan dalam bentuk rasio susu yaitu perbandingan antara pemakaian susu segar dalam negeri dan susu impor yang harus dibuktikan
dalam bentuk ”bukti serap” atau lebih dikenal dengan BUSEP. Tujuan dari BUSEP adalah untuk melindungi peternak dalam negeri dari persaingan terhadap
susu impor. Namun kebijakan BUSEP ini menjadi tidak berlaku dengan adanya Inpres No. 4 Tahun 1998, sehingga susu impor menjadi komoditi yang bebas
masuk ke dalam negeri. Dalam hal pemasaran susu dari peternak dalam negeri, keberadaan Inpres No. 41998 ini mengakibatkan posisi IPS menjadi jauh lebih
kuat dibandingkan peternak karena IPS mempunyai pilihan untuk memenuhi bahan baku yang dibutuhkan yaitu susu segar dari dalam negeri maupun dari
impor. Kebijakan pemerintah lainnya untuk melindungi peternak lokal adalah dengan menetapkan bea masuk bahan baku susu dan produk susu sesuai SK
Menteri Keuangan No. 573 tahun 2000 sebesar lima persen. Namun, kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut ternyata belum mampu
memperkuat posisi tawar koperasi dan peternak dibandingkan IPS. Hal ini terlihat dari relatif stagnannya harga susu segar yang diterima oleh peternak dalam negeri
4
4
Daryanto, Arief. 2007. Persusuan Indonesia : Kondisi, Permasalahan dan Arah Kebijakan. http:ariefdaryanto.wordpress.com [14 Februari 2010]
6
dan kondisi peternak yang tidak mampu bersaing dengan susu impor karena harga dan kualitas yang lebih baik dibandingkan peternak dalam negeri.
Tabel 3. Perkembangan Harga Susu Dalam Negeri dengan Harga Susu Impor
Setara dengan Susu Segar 1999-2008 Tahun
Harga Susu Impor Setara Susu Segar
Rpl Harga Susu Dalam
Negeri Rpl Rasio Harga Susu
Dalam Negeri terhadap Impor
1999 1.882
1.000 0,53
2000 2.279
1.137 0,50
2001 2.399
1.411 0,59
2002 1.725
1.562 0,91
2003 2.139
1.612 0,75
2004 2.668
1.647 0,62
2005 2.792
1.756 0,63
2006 2.916
1.988 0,68
2007 5.764
2.431 0,42
2008 5.196
3.200 0,62
Sumber : Priyanti dan Saptati 2009
Pada Tabel 3 terlihat bahwa harga susu segar dalam negeri selalu berada di bawah harga impor setara susu segar. Pada tahun 2006 hingga 2007 harga susu
dunia meningkat hingga rata-rata tertinggi 74 persen dibandingkan harga biasanya. Pada saat harga susu dunia meningkat cukup tinggi, harga susu segar
dalam negeri tidak mengalami peningkatan yang terlalu tinggi, bahkan rasionya terhadap harga susu impor setara susu segar hanya mencapai 0,42 saja.
Seharusnya kenaikan harga susu di pasar internasional dapat meningkatkan bargaining power dan tingkat kompetitif dari susu segar dalam negeri. Namun
yang terjadi adalah adanya kesenjangan harga susu segar yang relatif besar di tingkat IPS dan peternak dikarenakan posisi tawar peternak atau dalam hal ini
koperasi peternak sapi terhadap IPS yang rendah. Harga susu yang rendah juga disebabkan karena rendahnya kualitas susu
segar yang dinilai oleh IPS dari kandungan mikroba dan total solid dari susu segar hasil produksi koperasi. Rendahnya kualitas ini disebabkan karena tidak
7
terpenuhinya kebutuhan sapi perah akan pakan konsentrat yang mengalami kenaikan harga seiring dengan kenaikan harga susu segar. Peningkatan mutu
pakan konsentrat ini sangat berpengaruh pada kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan, sehingga bila kualitas susu meningkat harga susu segar pun dapat turut
meningkat Priyanti dan Saptati 2009. Dengan adanya permasalahan ini, peternak tidak mampu merasakan peningkatan harga susu segar karena harus
mengalokasikannya terhadap harga konsentrat yang juga mengalami kenaikan. Berbagai kebijakan pemerintah dan harga susu yang cenderung stagnan
pun turut dirasakan oleh KPSBU Jawa Barat, terutama karena posisi tawar yang lemah terhadap IPS yang membeli hampir 91 persen produksi susu KPSBU
perharinya. Harga susu segar KPSBU ditentukan oleh hasil uji lab milik FFI sehingga dalam hal ini KPSBU berperan sebagai price taker dan mengalami
kestagnanan harga susu yang selalu diiringi dengan kenaikan biaya produksi sapi perah. Hal tersebut mengakibatkan cenderung stabilnya pendapatan peternak
sedangkan biaya produksi terutama pakan konsentrat semakin meningkat. Permasalahan lainnya adalah pada bulan April 2009 sejumlah IPS,
termasuk FFI, memberlakukan kuota pembelian susu peternak lokal. Hal ini berdampak negatif terhadap peternak, termasuk KPSBU. KPSBU terpaksa
membuang susu yang tidak terserap IPS sebanyak 16 ton per hari. Kondisi ini dikarenakan IPS tidak memberi waktu kepada KPSBU untuk mencari pembeli
lain yang dapat menerima pasokan susu dari koperasi
5
. Dengan adanya kelebihan susu yang tidak terserap oleh IPS tersebut tentunya dapat menyebabkan kerugian
pada peternak dan KPSBU bila terbuang sia-sia. Dari permasalahan-permasalahan tersebut, dibutuhkan suatu jalan keluar
untuk memanfaatkan jumlah susu yang tidak terserap oleh FFI dan untuk meningkatkan pendapatan KPSBU yang akan berdampak pada pendapatan
peternak agar sesuai dengan tujuan koperasi yaitu meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan tersebut adalah
dengan menciptakan nilai tambah dari susu segar produksi KPSBU. Pada tahun 2008, KPSBU mulai mengolah susu segar produksinya menjadi produk olahan
yoghurt. Setiap harinya KPSBU memproduksi yoghurt bermerek Fresh Time
5
215 Ton Susu Koperasi akan Dibuang. www.web.bisnis.com
[28 Januari 2010]
8
sebanyak 0,30 persen dari jumlah total susu yang diproduksi. Namun, terdapat beberapa kendala dalam produksi yoghurt ini, seperti yang tercantum di dalam
Laporan Tahunan KPSBU Jawa Barat tahun 2008, yaitu realisasi pendapatan produksi yoghurt hanya tercapai 58,79 persen dari rencana tahunan Rp
637.362.288,46 dari rencana pendapatan Rp 1.084.089.000, pemantauan yang kurang terhadap distribusi yoghurt pada sejumlah pedagang di daerah Bandung,
pengendalian yang kurang optimal terhadap yoghurt yang rusak dan hal ini akan merusak image dari yoghurt produksi KPSBU Jawa Barat. Karena terdapat
beberapa kendala yang ada dalam produksi yoghurt inilah maka pihak manajemen KPSBU melakukan pengolahan susu segar menjadi produk olahan baru, yaitu
susu sterilisasi dengan merek yang sama, Fresh Time. Susu sterilisasi dipilih karena perizinan yang tidak memakan waktu lama, proses pembuatan yang relatif
mudah dan daya tahan susu yang dapat bertahan jauh lebih lama dibandingkan yoghurt dalam kondisi suhu ruangan normal sehingga tidak memerlukan biaya
penyimpanan yang cukup besar serta pasar yang lebih luas untuk produk susu sterilisasi
Dalam melakukan usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time, pihak manajemen KPSBU melakukan subkontrak produksi dengan PT ISAM karena
pihak KPSBU belum merasa siap untuk melakukan produksi susu sterilisasi Fresh Time sendiri. Ketidaksiapan ini berasal dari segi investasi biaya investasi untuk
mendirikan pabrik pengolahan susu, membeli dan melakukan instalasi mesin- mesin dan peralatan produksi dan alat transportasi, biaya produksi, teknologi
yang akan digunakan, kesiapan sumber daya manusia KPSBU baik dari anggota maupun karyawan dan masih banyak lagi. Padahal, dengan melakukan subkontrak
produksi susu yang dapat diolah koperasi sangatlah terbatas yaitu sebanyak 2 ton sehari dengan frekuensi dua minggu sekali. Jumlah tersebut sangatlah kecil jika
dibandingkan dengan jumlah susu produksi koperasi yang tidak dapat dipasok lagi kepada FFI. Maka koperasi membutuhkan suatu pengembangan usaha dengan
mendirikan pabrik pengolahan susu yang dapat mengolah seluruh susu yang tidak dapat dipasok lagi ke FFI sehingga akan membawa manfaat yang lebih besar dan
dapat meningkatkan nilai dari susu segar dan pendapatan koperasi serta para peternak. Hal tersebut juga sesuai dengan rencana manajemen koperasi untuk
9
melakukan pengembangan usaha koperasi dengan cara mendirikan pabrik pengolahan susu.
Karena terdapat beberapa alternatif dalam memproduksi susu sterilisasi Fresh Time maka dibutuhkan suatu analisis kelayakan dari alternatif-alternatif
tersebut untuk mengetahui alternatif manakah yang layak untuk direkomendasikan kepada KPSBU Jawa Barat dalam melakukan produksi susu sterilisasi Fresh Time
sehingga dapat menghasilkan manfaat terbesar bagi koperasi dan anggotanya. Dalam melakukan analisis kelayakan usaha produksi susu sterilisasi ini, terdapat
tiga skenario yang dianalisis yaitu : 1 KPSBU melakukan subkontrak produksi subcontracting production dengan PT Industri Susu Alam Murni PT ISAM
milik GKSI untuk memproduksi susu sterilisasi, dan hanya mengeluarkan biaya sewa produksi, transportasi dan menambah sedikit sumber daya manusia dalam
proses transportasi bahan baku susu segar dan bahan baku tambahan lainnya dari KPSBU ke lokasi pabrik PT ISAM; 2 KPSBU memproduksi susu sterilisasi
dengan mendirikan pabrik sendiri, melakukan pembelian mesin-mesin dan peralatan, dan menambah jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam
produksi susu sterilisasi, namun masih berproduksi dengan volume produksi yang sama dengan skenario pertama; dan 3 KPSBU memproduksi susu sterilisasi
dengan mendirikan pabrik sendiri, melakukan pembelian mesin-mesin dan peralatan, dan menambah jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam
produksi susu, dan mengolah seluruh susu yang tidak dapat dipasok kepada FFI untuk dijadikan produk-produk olahan susu.
Dari uraian tersebut, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ketiga skenario usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time oleh KPSBU Jawa Barat layak bila ditinjau dari aspek pasar, teknis, manajemen,
hukum, sosial, ekonomi dan lingkungan? 2. Apakah secara finansial ketiga skenario usaha produksi susu sterilisasi Fresh
Time oleh KPSBU Jawa Barat layak untuk dilaksanakan? 3. Bagaimanakah sensitivitas kelayakan usaha produksi susu sterilisasi Fresh
Time jika terjadi penurunan harga output susu sterilisasi dan kenaikan biaya produksi?
10
4. Setelah dilakukan analisis kelayakan, skenario manakah yang lebih layak untuk dilaksanakan dan memberikan lebih banyak manfaat kepada KPSBU Jawa
Barat?
1.3. Tujuan