89
memiliki tingkat pengembalian sedikitpun. Berdasarkan kriteria IRR, usaha pada skenario II ini tidak layak untuk dilaksakan.
Nilai Net BC atau rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif dari skenario II adalah 0. Karena nilai Net
BC yang dihasilkan lebih kecil dari 1 maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
Berdasarkan kriteria-kriteria investasi di atas, usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time pada skenario II tidak layak untuk dilaksanakan. Penjelasan
teknis untuk ketidaklayakan ini adalah karena pabrik tidak berproduksi setiap hari sehingga biaya operasional tetap dari pabrik pengolahan susu tidak dapat ditutupi
oleh pendapatan dari penjualan susu steriliasi. Pada skenario II ini, pabrik hanya berproduksi setiap dua kali dalam seminggu dan belum menggunakan semua
sumber daya yang terdapat pada pabrik, berupa kapasitas produksi yang dimiliki oleh mesin pengolahan susu. Karena ketidaklayakan usaha pada skenario II ini,
analisis tidak dilanjutkan pada analisis switching value dan laporan laba rugi.
7.3. Skenario III
7.3.1 Analisis Arus Penerimaan Inflow Skenario III
Pada skenario III, arus penerimaan inflow dari usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time dengan mendirikan pabrik pengolahan susu terdiri dari lima
yaitu penerimaan penjualan susu sterilisasi Fresh Time, penerimaan penjualan susu pasteurisasi, penerimaan penjualan yoghurt Fresh Time, pinjaman dari pihak
bank pada tahun ke-1 dan nilai sisa barang-barang investasi pada tahun terakhir umur usaha.
Pada skenario III, produksi susu baru dimulai pada tahun ke-2 semester ke-2 atau pada bulan ketujuh tahun ke-2. Hal ini disebabkan karena koperasi harus
melakukan pembangunan pabrik pengolahan susu pada tahun ke-1 yang menghabiskan waktu sekitar 18 bulan. Selain susu sterilisasi Fresh Time, pada
skenario III ini juga diproduksi jenis olahan susu segar yang lain. Hal ini dapat dilakukan karena pada skenario III, diasumsikan bahwa pabrik melakukan
produksi dengan kapasitas mesin yang dimilikinya. Dalam satu hari, pabrik mengolah 16.000 liter susu segar yang tidak dapat dipasok kepada FFI. Jumlah
90
tersebut 63 persen diolah menjadi susu sterilisasi, 34 persen menjadi susu pasteurisasi dan 3 persen diolah menjadi yoghurt. Uraian lebih jelas mengenai
volume produksi dari masing-masing jenis susu olahan dapat dilihat pada Lampiran 25.
Harga jual susu sterilisasi Fresh Time adalah Rp 2.000,00 perbotol untuk grosir, Rp 2.500,00 perbotol untuk eceran dan Rp 3.000,00 perbotol untuk dijual
di supermarket. Untuk harga jual susu pasteurisasi, harga untuk grosir adalah Rp 1.800,00 percup, Rp 2.000,00 untuk eceran dan Rp 2.500,00 untuk dijual ke
supermarket. Sedangkan untuk yoghurt Fresh Time, harga jual grosir adalah Rp 2.500,00 percup, Rp 3.000,00 percup untuk eceran dan Rp 3.500,00 untuk dijual
ke supermarket. Persentase untuk masing-masing jenis penjualan adalah 50 persen dijual grosir, 20 persen dijual eceran dan 30 persen dijual ke supermarket. Untuk
penjualan supermarket baru dimulai pada tahun ke-5 karena koperasi memerlukan persiapan akan kualitas, kuantitas dan perizinan sebelum memasukkan produk ke
supermarket. Adapun penjabaran dari arus penerimaan inflow pada skenario III dapat dilihat pada Lampiran 29.
Pinjaman pada tahun I diperlukan koperasi untuk mempersiapkan kebutuhan dalam membangun sebuah pabrik pengolahan susu, di antaranya adalah
membeli lahan, pembangunan pabrik, perijinan, pembelian serta instalasi mesin- mesin dan peralatan. Besar pinjaman pada tahun ke-1 adalah Rp
39.437.201.600,00 atau sebesar 80 persen dari total biaya investasi yang dibutuhkan. Hal ini berdasarkan masih kecilnya kemampuan koperasi dalam
penyediaan modal pribadi sehingga lebih baik jika meminjam dari pihak lain, dalam kasus ini adalah pihak Bank BNI 46. Sedangkan nilai sisa pada tahun
terakhir diperoleh dari nilai sisa barang-barang investasi yang pada akhir umur usaha belum habis umur ekonomisnya. Nilai sisa pada tahun ke-15 adalah sebesar
Rp 3.348.251.000,00.
7.3.2 Analisis Arus Pengeluaran Outflow Skenario III