Pengembangan Industri .1 Pasokan Bahan Baku

85 1. Pelaporan a. Perusahan industripabrik gula yang telah memperoleh bantuan wajib menyampaikan laporan kemajuan efisiensi dan produktifivitas mesin peralatan setiap 6 enam bulan sekali selama 5 lima tahun kepada Kementerian Perindustrian dengan tembusan kepada LPI terhitung sejak 6 enam bulan dari realisasi pencairan bantuan. b. LPI menyampaikan laporan tertulis hasil penugasannya, yang mencakup laporan hasil verifikasi permohonan mengikuti program restrukturisasi, verifikasi pencairan program restrukturisasi dan laporan pasca pencairan program restrukturisasi, kepada Kementerian Perindustrian. c. Kementerian Perindustrian menyampaikan realisasi program kepada para Menteri terkait lainnya. 2. Pemantauan dan evaluasi oleh LPI: a. Melakukan verifikasi atas pemasangan mesinperalatan dan kinerja mesin peralatan yang terpasang. b. Memantau pemanfaatan mesinperalatan untuk menghindari terjadinya pelanggaran atas ketentuan yang berlaku c. Melakukan evaluasi atas dampak peningkatan teknologi terhadap peningkatan effisiensi danatau produktivitas danatau mutu. d. Melakukan pemantauan dan evaluasi program secara keseluruhan serta menyusun rekomendasi kepada Kementerian Perindustrian, tim pengarah dan tim teknis. e. Dibantu tim pengarah dan tim teknis, melaporkan data sebagai bahan kepada Kementerian Perindustrian merumuskan kebijakan pengembangan program selanjutnya. 4.7 Pengembangan Industri 4.7.1 Pasokan Bahan Baku Pada dasarnya semakin besar kapasitas pabrik gula maka akan semakin tinggi efisiensi ekonominya. Berbagai kendala yang berhubungan dengan kapasitas antara lain: 86 1 Pulau Jawa Kendala yang dihadapi oleh pabrik-pabrik gula di P.Jawa dalam mempertahankan kapasitas adalah ketersediaan lahan yang terbatas. Lahan-lahan yang tadinya ditanami tebu, sudah banyak dikonversi menjadi peruntukkan lain bangunan dan lain-lain atau ditanami tanaman lain seperti padi dan palawija. Ada dua kemungkinan yang perlu dilakukan, yaitu: a Melakukan merger amalgamisasi Mengantisipasi kesulitan mendapatkan lahan sesuai harapan, beberapa pabrik 2 atau lebih melakukan merger agar kapasitas pabrik dapat tercapai. Mesin- mesin yang tidak dipergunakan dapat dialihkan ke luar Jawa dengan melakukan pembangunan pabrik gula secara holistik. Agar lahan tidak berubah fungsi, perlu ada kerjasama antara pabrik gula dengan pemilik lahan yang bersifat langgeng. Ini dilakukan dengan dukungan kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah pusat. b Mengubah kapasitas pabrik Apabila ada kendala dalam melakukan merger, pabrik gula yang telah ada perlu menurunkan kapasitas pabrik membangun pabrik baru dengan kapasitas yang lebih rendah, misalkan kelipatan dari 250 TCD, sesuai dengan ketersediaan lahan. Pabrik yang lama bisa dialihkan ke luar Jawa dengan pembangunan pabrik gula baru. 2 Luar Jawa Pembangunan pabrik gula yang baru di luar Jawa tidak serta merta mudah dibangun. Beberapa kendala yang ada, antara lain : a Ketersediaan SDM petani tebu Saat ini pengelolaan budidaya tebu oleh petani di luar Jawa, belum pada kondisi yang baik dibanding dengan di Jawa yang sudah pengalaman. Untuk itu perlu perlakuan khusus, agar dapat memberikan produktivitas yang optimal, petani yang akan menanam tebu terlebih dahulu perlu diberikan pelatihan dan bimbingan oleh investor pabrik gula. b Lahan pertanian Secara kuantitas lahan pertanian di luar Jawa masih tersedia, tetapi kesuburannya pada umumnya marginal. Selain kesuburannya rendah, 87 ketersediaan air irigasi belum memadai dalam mendukung penanaman tebu. Ini memberikan indikasi pembangunan pabrik di luar jawa perlu investasi yang relatif besar.

4.7.2 Masalah lain di Industri Gula

Masalah lain yang dihadapi industri gula nasional antara lain 1. Petani Tebu Produktivitas dan rendemen tebu yang diterima petani dari PG umumnya masih rendah, dan sampai saat ini masih menjadi faktor utama belum bersinerginya hubungan antara petani tebu dan PG. Faktor ini, selain praktek relasi petani-PG yang disintegratif terhadap peningkatan produktivitas juga dipicu oleh penguasaan tebu oleh para pedagang penebas tebu, yang menyebabkan pasokan tebu ke PG tidak tertib. Apabila masalah ini tidak dapat diatasi, maka program bongkar ratoon yang bertujuan untuk mendapatkan kondisi ideal pertanaman sampai kepras ke-2 tidak akan optimum sehingga tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap peningkatan rendemen dan pendapatan petani tebu. 2. Pabrik Gula Tebu. PG BUMN di Jawa sampai saat ini belum efisien, yang tercermin dari kehilangan gula pol selama proses pengolahan yang mencapai 0,9. Akibatnya, rendemen gula yang diterima petani menjadi rendah dan harga pokok gula hablur yang dihasilkan tidak memiliki daya saing. Sementara itu, PG swasta murni yang berada di Luar Jawa masih menghadapi tuntutan HGU, sehingga sulit untuk mencapai full capacity . Utilisasi yang rendah ini juga dialami oleh industri gula rafinasi, karena tidak adanya koordinasi antara pemberi ijin industri BKPM dan atau Deptan dengan Kementerian terkait. 3. Hubungan Partisipasi Petani Tebu Masyarakat dan Pabrik Gula Rendemen tebu yang diterima petani di luar Jawa umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan petani di Jawa, meskipun petani tebu di Jawa menggunakan pupuk dan mengeluarkan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi. Rendahnya rendemen ini terkait dengan ketergantungan PG terhadap bahan baku dari pedagang penebas tebu, karena mereka menguasai tebu dari petani kecilmiskin yang jumlahnya diperkirakan mencapai 60. Pencampuran dan penetapan waktu giling yang bersamaan antara 88 petani tebu dan pedagang penebas tebu ini, telah menurunkan rendemen tebu yang diterima petani. Faktor ini menjadi penyebab kurang baiknya relasi antara petani dan PG, karena PG tidak bersedia menerapkan rendemen individual. 4. Industri Gula Rafinasi. Tidak adanya koordinasi BKPM dengan Kementerian terkait, telah menyebabkan industri gula rafinasi bekerja di bawah kapasitas terpasang. Rendahnya utilisasi kapasitas pabrik ini, telah meningkatkan biaya produksi gula rafinasi. Gula rafinasi merupakan bahan baku bagi kegiatan industri makanan dan minuman. Gula rafinasi ini tidak layak dikonsumsi secara langsung, tetapi harus diolah lagi supaya layak dikonsumsi karena warna gula rafinasi biasanya agak coklat atau cenderung hitam dan butirannya sangat halus. Apabila gula rafinasi langsung dikonsumsi, bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Industri gula rafinasi secara langsung juga akan mendorong kompetisi dalam hal kualitas gula yang sekarang ini dihasilkan oleh industri gula tebu di dalam negeri. Kebutuhan untuk meningkatkan kualitas gula oleh produsen gula “plantation white sugar ” tidak dapat dielakkan apabila gulanya ingin tetap menjadi pilihan konsumen. Atas dasar pemikiran ini, pengembangan industri gula rafinasi akan menjadi bagian yang penting dipandang dari sudut kualitas gula yang makin baik di pasar. Hal lainnya yang perlu dikaitkan langsung dengan gula rafinasi ini adalah dalam jangka pendek akan berkembang penciptaan kesempatan kerja baru di Indonesia. Kesempatan kerja ini walaupun merupakan hal yang sangat penting, tetapi tetap tidak boleh terlepas dari asas efisiensi dan produktivitas. Hal ini penting karena dalam jangka panjang produksi gula ini tidak terlepas dari persaingan dengan gula yang dihasilkan oleh produsen dari negara lain. Sampai tahun 2009, jumlah perusahaan yang memproduksi gula rafinasi sebanyak lima perusahaan. Secara total, kapasitas izin mencapai sekitar 5.662 tonhari, sedangkan kapasitas terpasang mencapai 4.200 tonhari. Dengan kapasitas terpasang tersebut, produksi gula rafinasi baru mencapai sekitar 395 ribu ton tahun 2004. Dengan rendemen berkisar antara 89-96 , pemakaian bahan baku raw sugar pada tahun tersebut mencapai 435.000 ton. Hal ini menunjukkan bahwa gula rafinasi masih perlu diimpor untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Bahkan, industri farmasi harus mengimpor karena industri gula rafinasi di Indonesia belum mampu memproduksi spesifikasi gula yang dibutuhkan oleh industri tersebut. 89 5. Konsumen Rumah Tangga dan Industri Pangan Penerapan tarif impor sebesar Rp. 550kg untuk raw sugar dan Rp. 700kg untuk gula putih, menyebabkan harga jual gula pada tingkat konsumen lebih tinggi. Tingginya harga gula di pasar domestik ini telah merugikan perekonomian secara keseluruhan, dan menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya daya saing industri makanan dan minuman berbahan baku gula. 6. Perdagangan Gula di Dalam Negeri. Perdagangan gula di dalam negeri sebenarnya memiliki struktur pasar yang bersifat oligopolistik. Dalam setiap lelang gula yang dilakukan oleh APTRI atau PTPN hanya beberapa pedagang yang terlibat, sehingga tingkat kompetisinya tidak mencerminkan kondisi permintaan dan penawaran gula yang sesungguhnya. Disamping itu, lemahnya penegakan hukum law enforcement untuk memberantas penyelundupan dan manipulasi dokumen gula impor, telah mempengaruhi penawaran dan harga gula di pasar domestik. 7. Situasi Pasar Gula Dunia Gula yang diperdagangkan di pasar dunia mencapai 35 juta tontahun, atau sekitar 28 dari total produksi gula dunia. Harga gula dunia saat ini tidak menggambarkan tingkat efisiensi, karena dijual di bawah ongkos produksinya. Kebijakan domestic support dan export subsidy yang dilakukan oleh negara-negara produsen gula dunia, menyebabkan harga gula di pasar internasional telah terdistorsi. 8. Kegiatan Research and Development R D Sebagian besar kegiatan R D Gula selama ini dilakukan oleh Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia P3GI, dengan sebagian besar dana bersumber dari pemerintah dan iuran anggota Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia APPI. Keterbatasan dana R D ini telah mempengaruhi kinerja P3GI, khususnya dalam menghasilkan teknologi baru yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani tebu.

4.7.3 Daya Dukung Peralatan Produksi

1. Klasifikasi dan Spesifikasi Teknis Mesin Peralatan Pabrik Gula 90 Klasifikasi dan spesifikasi teknis mesin peralatan pabrik gula dengan kapasitas 250 TCD, seperti tabel terlampir. Untuk melengkapi klasifikasispesifikasi teknis mesin peralatan PG identifikasi tingkat komponen dalam negeri TKDN dalam pembangunan pabrik gula, seperti yang telah dilakukan oleh surveyor independent adalah sebagai berikut: a. Gilingan : 32,32 Walaupun TKDN hanya 32,32 namun komponen dalam negeri mempunyai potensi sebesar 82,73,, artinya komponen mesinperalatan gilingan mayoritas sudah dapat dibuat di dalam negeri, seperti cane unloading dan sebagian Cane milling kecuali hydraullic serta lubrication system. b. Pemurnian : 3,28 Walaupun TKDN hanya 3,28 namun komponen dalam negeri mempunyai potensi sebesar 82,28, artinya komponen mesinperalatan pemurnian mayoritas sudah dapat dibuat di dalam negeri, seperti sebagian besar clarification station dan sebagian milk of lime sulphur and soda station. c. Penguapan : 1,95 Walaupun TKDN hanya 1,95 namun komponen dalam negeri mempunyai potensi sebesar 93, artinya komponen mesinperalatan penguapan mayoritas sudah dapat dibuat di dalam negeri, seperti evaporation, condensat, tangki, yang belum adalah pompa-pompa. d. Pemasakan : 2,79 Walaupun TKDN hanya 2,79 namun komponen dalam negeri mempunyai potensi sebesar 72,89, artinya komponen mesinperalatan pemasakan mayoritas sudah dapat dibuat di dalam negeri, seperti tangki dan receiver. e. Puteran : 1,76 Walaupun TKDN hanya 1,76 namun komponen dalam negeri telah mencapai 77,21, artinya komponen mesinperalatan pemasakan mayoritas sudah dapat dibuat di dalam negeri, seperti tangki, alat pendukung, konstruksi, cooler, dryer. f. Crane and hoist : 0,46 91 Walaupun TKDN hanya 0,46 namun komponen dalam negeri mempunyai potensi sebesar 80,00, artinya komponen mesinperalatan alat angkat dan pemindahan barang berupa crane hoist mayoritas sudah dapat dibuat di dalam negeri. g. Machine shop: 0,17 Walaupun TKDN hanya 0,17 namun komponen dalam negeri mempunyai potensi sebesar 54,72,artinya komponen mesinperalatan bengkel untuk perbaikan mayoritas sudah dapat dibuat di dalam negeri, seperti alat las, plate working tools, hydraulic jack . h. Laboratory: 0,08 Walaupun TKDN hanya 0,08 namun komponen dalam negeri mempunyai potensi sebesar 68,33, artinya komponen mesinperalatan uji di laboratorium hasil produk gula atau sampingannya mayoritas sudah dapat dibuat di dalam negeri, seperti gilingan kontak, elemen pembantu alat pengukuran. i. Water pully water treatment : 0,98 Walaupun TKDN hanya 0,98 namun komponen dalam negeri mempunyai potensi sebesar 83,91, artinya komponen mesinperalatan pengolah limbah cair mayoritas sudah dapat dibuat di dalam negeri, seperti tangki, filter, cooler meter. j. Listrik, boiler, turbin generator : 23,87 Walaupun TKDN hanya 23,87 namun komponen dalam negeri mempunyai potensi sebesar 60,00, artinya komponen mesinperalatan kelistrikan, energi dan pembangkitnya mayoritas sudah dapat dibuat di dalam negeri, seperti motor control, control consul, circuit wiring. k. Piping, valve, cute : 2,81 Walaupun TKDN hanya 2,81 namun komponen dalam negeri mempunyai potensi sebesar 80,00, artinya komponen mesinperalatan perpipaan untuk air, uap dan alat pengaturnya mayoritas sudah dapat dibuat di dalam negeri l. Structure operation platform : 1,19 Walaupun TKDN hanya 1,19 namun komponen dalam negeri mempunyai potensi sebesar 100, artinya komponen bangunan gedung, pabrik, gudang dan pendukung penyimpanan sudah semuanya dapat dibuat di dalam negeri, hanya kandungan kimia untuk pembuatan alat tersebut masih banyak yang impor. 92 m. Control instrument for process: 0,00 Ini sedikit kelemahan di industri gula yang kesemuanya masih menggunakan komponen luar negeri impor, mengingat di bidang instrumentasi ini memerlukan teknologi computer yang cukup rumit untuk mengendalikan proses produksi secara otomatis. n. Total bobot: 71,65 Artinya bahwa seluruh sistem permesinan di industri pergulaan ini telah didukung oleh industri komponen permesinan dalam negeri seperti PT Barata Indonesia, PT Boma Bisma Indra, PT Rekayasa Industri, PT Indomarine; yang secara berkala sudah mempunya jadwal perbaikan dan penyediaan komponen secara konsisten. Berdasarkan uraian di atas maka dari sisi teknologi industri pembuat komponen gula dalam negeri sudah mampu mensupply kebutuhan untuk mengganti yang rusak. Namun sampai saat ini kemampuan pembuat komponen dalam negeri belum sepenuhnya diberi kesempatan untuk berkontribusi terhadap kebutuhan pengganti komponen yang rusak mengingat para pabik gula dalam negeri masih berorientasi kepada impor. 2. Dukungan Teknis Mesin Peralatan Pabrik Gula Mengingat pabrik gula ini sejak awal dibina oleh Kementerian Pertanian dan saat ini secara kordinatif di bawah Kementerian BUMN, sektor off farm masih belum optimal peningkatan tingkat efisiensi. Untuk itu Kementerian Perindustrian mencoba membantu dengan program revitalisasi seperti tersebut di atas. Realisasi program bantuan restrukturisasi mesinperalatan pabrik gula tersebut untuk tahun 2009 adalah sebagai berikut Tabel 8. Data pada Tabel 8 memperlihatkan bahwa realisasi yang bisa diserap oleh PG hanya 50 dari dana yang sudah disiapkan sebesar Rp. 50 Milyar. Hal ini mengingat kesiapan PG dalam melengkapi data yang masih belum baik, dan ada komponen mesinperalatan yang masih terdapat unsur impor sehingga mengurahi stimulus yang disiapkan. Untuk tahun anggaran 2010 telah disiapkan anggaran Rp. 350 Milyar untuk program pembelian mesin peralatan dan program stimulus. Dengan demikian dari sisi off farm , Kementerian Perindustrian berkeinginan meningkatkan percepatan realisasi swasembada gula dengan basis produk permesinan dalam negeri. 93 Tabel 8. Dukungan teknis di setiap pabrik gula No. Nama Perusahaan Lokasi Sumber Pembiayaan Status Investasi Jumlah Bantuan Rupiah 1 PT. PG Rajawali I Jawa Timur Kredit Bank Non-PTPN 7.630.000.000 2 PT. PG Rajawali II Jawa Barat Kredit Bank Non-PTPN 5.067.000.000 3 PT. PTPN XI Jawa Timur Kredit Bank PTPN 9.052.000.000 4 PT. Madu Baru DI Yogyakarta Dana Sendiri Non-PTPN 405.000.000 5 PT. PTPN IX Jawa Tengah Kredit Bank PTPN 1.388.000.000 6 PT. PTPN VII Lampung Dana Sendiri PTPN 487.000.000 7 PT. PTPN X Jawa Timur Gabungan PTPN 803.000.000 Jumlah 24.832.000.000 Sumber: Ditjen ILMTA, Kementerian Perindustrian 2010 V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Sosial budaya Ekonomi Masyarakat